Larangan Tabarruj Mengatakan Kecantikan Dari Qur'an, Kitab Dan Imam

Tabarruj pada bahasan yang kemudian sudah di paparkan bahwa dalam Islam melarang perbuatan tabarruj. Pada kali ini akan mengupas pembagian terstruktur mengenai secara rinci terkena hal ihwal, pengertian dan aturan asal dari tabarruj berdasarkan aneka macam macam sumber buku-buku Kitab Islam, para Imam dan juga berdasarkan Al-Qur’an Al-Karim.

Pengertian tabarruj berdasarkan bahasa yaitu menampakkan atau menunjukkan suplemen kepada orang-orang yang bukan muhrim atau mahram (keterangan bukan murim ada dalam surat QS an- Nuurm ayat 31-di bawah ini).

Tabarruj berasal dari kata al-burj yang artinya yaitu bintang, atau sesuatu yang tampak dan terang. Makna yang terkandung dari kata tersebut antara lain yaitu berlebihan dalam menampakkan kecantikan dan perhiasan, menyerupai dada, kepala, wajah, leher, lengan, betis serta anggota tubuh yang lainnya, atau menunjukkan suplemen tambahan.

Menurut Imam asy-Syaukani dalam buku Fathul Qadiir menyampaikan wacana pengertian tabarruj yaitu: at-Tabarruj yaitu seorang perempuan atau perempuan yang menampakkan sebagian dari suplemen serta kecantikannya yang wajib dan seharusnya untuk ditutupi olehnya, yang dengan hal menyerupai itu sanggup memancing hasrat atau syahwat dari seorang laki-laki.

Dalam kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan, dari Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menafsirkan arti yang terkandung dalam Surat al-Ahzaab ayat 33

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰ

Artinya: dan hendaklah engkau (wahai istri-istri Nabi) tetap di rumahmu dan tidakbolehlah engkau bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) menyerupai orang-orang (wanita-wanita) Jahiliyah yang lampau. (QS al- Ahzaab:33).

Beliau menafsirkan arti ayat di atas sebagai diberikut: Janganlah kalian (para wanita) sering bepergian keluar rumah dengan menggunakan wewangian atau berhias, hal yang demikian yaitu menyerupai kebiasaan para perempuan Jahiliyah yang lampau, mereka tidak memiliki pengetahuan (agama) dan iman. Larangan tersebut yaitu bertujuan untuk mencegah terjadinya keburukan atau hal-hal yang jelek (bagi kaum wanita) dan sebab-sebabnya.

Dalam kitab al-Jaami’ liahkaamil Qur-an, Imam al-Qurthubi, mempersembahkan penafsiran dari ayat di atas dan dia berkata: makna atau arti ayat ini yaitu meliputi perintah (bagi kaum perempuan atau perempuan) untuk menetapi rumah-rumah mereka. Meskipun (pertamanya) perintah ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah Muhammad saw., akan tetapi secara arti harfiah (wanita-wanita) selain mereka (juga) termasuk dalam perintah tersebut. Ini seandainya tidak terdapat dalil yang spesifik (meliputi beberapa aspek) tiruana wanita. Padahal dalil-dalil yang ada dalam) syariat Islam sudah penuh dengan ajuan dan perintah bagi kaum perempuan untuk menetapi rumah-rumah mereka dan tidak keluar dari rumah kecuali lantaran alasan keterpaksaan atau darurat.

Seorang ulama berjulukan Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan: pada ketika Allah swt. mempersembahkan perintah kepada kaum perempuan untuk menetap  di rumah mereka, maka Allah swt sudah melarang kaum perempuan dari berperilaku tabarruj lantaran yang demikian yaitu ialah kebiasaan kaum perempuan Jahiliyah yang lampau, (yaitu) para kaum perempuan sering keluar rumah dengan menggunakan wewangian, berhias, menampakkan wajah dan juga menunjukkan suplemen serta kecantikannya yang bekerjsama diperintahkan oleh Allah swt. untuk disembunyikan.

Dalam kitab Hiraasatul fadhiilah membuktikan bahwa oleh lantaran seringnya kaum perempuan keluar atau keluar rumah dengan menunjukkan kecantikan dan perhiasan, hal ini akan sanggup menjadi lantaran timbulnya fitnah dan kerusakan yang besar bagi diri kaum perempuan dan masyarakat.

Dari klarifikasi di atas, sanggup ditarik suatu kesimpulan bahwa pembagian terstruktur mengenai dari makna atau arti tabarruj terdiri dari dua hal pokok.

Pertama, Seringnya perempuan keluar dari rumah, hal ini yaitu ialah lantaran timbulnya kerusakan dan fitnah.

Dalam hadits sahih riwayat Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan at-Thabrani dalam al-Mu'jamul ausath, Nabi Muhammad saw. bersabda: Sesungguhnya perempuan yaitu aurat, maka kalau dia keluar (rumah) Syaithan akan mengikutinya (menghiasinya biar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaanya yang paling erat dengan Rabbnya (Allah swt) yaitu ketika dia berada di dalam rumahnya.

Dari seorang ulama berjulukan Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyampaikan bahwa Allah swt. memerintahkan kepada kaum perempuan untuk menetap di rumah-rumah mereka dan tidak keluar dari rumah mereka kecuali apabila ada keperluan atau kebutuhan yang diperbolehkan dalam Islam (mubah) dengan syarat memenuhi ketentuan atau adab-adab yang sudah disyariatkan dalam agama Islam.

Dalam buku kitab at-Tabarruju wa khatharuhu diterangkan: Sungguh Allah sudah menamakan (perbuatan) menetapnya seorang perempuan di dalam rumahnya dengan sebutan “qaraar” (stabil, tetap, tenang). Hal ini mengandung arti yang sangat mulia dan tinggi. Karena dengan tetap di dalam rumah, maka jiwa mereka akan tenang, hati mereka akan hening dan dada mereka pun juga akan lapang. Lain halnya apabila mereka keluar rumah, maka akan mengakibatkan keguncangan jiwa mereka, kegalauan dalam hati mereka dan kesempitan dalam dada mereka, serta sanggup membawa mereka kepada keadaan yang sanggup berakibat keburukan kepada diri mereka.

Dalam kitab yang lain Kitab Majmuu’ul fataawa syaikh Bin Baz, dia mengatakan: Allah swt sudah memerintahkan kepada para perempuan untuk menetapi rumah-rumahnya, hal ini dikarenakan keluarnya para perempuan dari rumah sering menjadi penyebab dari timbulnya fitnah. Dan mereka diperbolehkan keluar rumah apabila memiliki keperluan sesuai dengan syariat aliran Islam, dengan mengenakan hijab yang benar dan menghindari dari mengenakan atau menggunakan perhiasan. Namun demikian, bagi kaum wanita/perempuan menetap di dalam rumah yaitu ialah aturan asal. Dan yang demikian itu lebih baik bagi dan akan lebih menjauhkan diri perempuan dari fitnah.

Dari Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dia mengakatan bahwa Hukum asalnya kaum perempuan tidak boleh keluar dari rumah-rumah mereka kecuali apabila ada keperluan yang sesuai dengan syariat Islam. Hal ini berdasarkan dari hadits shahih riwayat al-Bukhari pada ketika turun firman Allah swt yang berbunyi:

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلۡأُولَىٰ

Artinya: dan hendaklah engkau (wahai istri-istri Nabi) tetap di rumahmu dan tidakbolehlah engkau bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) menyerupai orang-orang (wanita-wanita) Jahiliyah yang lampau. (QS al- Ahzaab:33).

Rasulullah Muhammad saw. bersabda: Sungguh Allah sudah mengizinkan kepada kalian (para wanita) untuk keluar (rumah) apabila (ada) keperluan kalian (yang dibolehkan dalam syariat). (Al-Fataawa al-imaaraatiyyah)

Diperbolehkannya perempuan keluar dari rumah-rumah mereka yaitu dikarenakan adanya keperluan tertentu atau dalam keadaan darurat yang disyariatkan dalam Islam. Tetap menetapnya perempuan di dalam rumah yaitu ialah aturan asal yang dikukuhkan dalam syariat Islam atau disebut aziimatun syar’iyyah. Maka dengan demikian diperbolehkannya perempuan keluar dari rumah-rumah mereka yaitu ialah keentengan atau rukhshah yang spesialuntuk diperbolehkan dalam keadaan tertentu (darurat) berdasar syariat Islam.

Firman Allah swt. dalam tiga ayat di dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Ahzab ayat 33 dan 34 serta surat at-Thalaaq ayat 1 membuktikan bahwa Allah swt sudah menggandengkan atau menisbatkan rumah-rumah mereka (para wanita) kepada mereka, padahal terang bahwa rumah yang mereka tempati tersebut yaitu rumah milik wali mereka atau suami mereka. Hal ini menawarkan bahwa senantiasa dan selalu berada di dalam rumah dan menetap yaitu keadaan yang pantas, sesuai dan sempurna bagi para perempuan. (kitab “Hiraasatul fadhiilah)


Kedua, Keluar rumah dengan menunjukkan suplemen dan kecantikan yang seharusnya disembunyikan dari pria yang bukan muhrimnya.

Dalam Kitab at-Tabarruju wa khatharuhu, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz mengatakan: Allah swt sudah memerintahkan kepada kaum perempuan untuk menetapi rumah-rumah mereka serta melarang kaum perempuan dari perbuatan tabarruj (ala) jahiliyyah. Tabarruj jahiliyyah yaitu menampakkan atau menunjukkan kecantian dan perhiasan, menyerupai dada, kepala, wajah, leher, lengan, betis serta suplemen (keindahan wanita) yang lainnya, lantaran hal yang demikian akan menjadikan kerusakan yang besar dan  fitnah. Hal yang demikian juga akan mengundang diri para kaum pria yang sanggup mengakibatkan timbulnya hasrat syahwat dan yang  membawa kepada dosa perbuatan zina dimana zina yaitu penyakit yang sangat berbahaya.

Allah swt. berfirman :

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ

Artinya: Katakanlah kepada perempuan yang diberiman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan tidakbolehlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan tidakbolehlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara pria mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan pria yang tidak memiliki harapan (terhadap wanita) atau belum dewasa yang belum mengerti wacana aurat wanita. Dan tidakbolehlah mereka memukulkan kakinya biar diketahui suplemen yang mereka sembunyikan. (QS an- Nuur: 31).

Dalam keterangan ayat di atas, membuktikan bahwa suplemen yang tidak boleh untuk ditampakkan atau dihentikan meliputi tiruana jenis perhiasan, baik suplemen yang berupa anggota tubuh perempuan ataupun suplemen tambahan lainnya yang menghiasi tubuh atau fisik dari wanita.

Dalam Kitab Kitab Majmuu’ul fataawa, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz juga menyampaikan bahwa suplemen dari seorang perempuan yang dihentikan tidak boleh ditampakkan yaitu tiruana hal atau segala sesuatu yang disukai atau disenangi oleh kaum pria dari seorang perempuan dan dan sanggup mengundang kaum pria untuk melihat kepada kaum wanita, baik itu suplemen atau keindahan yang berasal dari anggota tubuh mereka ataupun suplemen atau keindahan yang sanggup diusahakan mereka sendiri (seperti suplemen tambahan yang menghiasi tubuh mereka kaum wanita),  yaitu  segala  hal yang  dimenambahkan  pada fisik atau tubuh perempuan untuk menghiasai diri dan mempercantik diri wanita.

Demikianlah pembagian terstruktur mengenai wacana tabarruj atau menunjukkan kecantikan diri perempuan yang aturan asalnya yaitu dihentikan untuk diperlihatkan berdasarkan aneka macam Kitab, imam, Hadits dan Kitab suci Al-Qur’an. Semoga kita sanggup memaknainya dan menyebarkannya serta mengimplementasikannya dalam kehidupan.

Karena asal mula aturan syariat larangan tabarruj atau memperlihatkan kecantikan yaitu untuk menjaga diri perempuan dari keburukan sebagaimana yang dijelaskan di atas dan juga untuk kebaikan, keselamatan dan kehormatan diri wanita. Telah juga dijelaskan dalam hadits wacana menutup aurat bagi perempuan muslimah.
0 Komentar untuk "Larangan Tabarruj Mengatakan Kecantikan Dari Qur'an, Kitab Dan Imam"

Back To Top