Tiga Fase Menuju Kemutlakan Kepada Allah

Sebelum ini, sudah kami katakan bahwa untuk hingga pada keyakinan kepada Allah SWT dan ke batin dan rahasia-rahasia syariat tidak sanggup dilakukan kecuali dengan perintah-perintah Allah dan beradab dengan adab-adab syariat dan mengamalkan lahiriahnya; bahwa pekerjaan ini mempunyai beberapa tingkatan; dan bahwa dalam hal itu seseorang sanggup mengukur dirinya dan ia lebih mengetahui tingkatannya sendiri. 

Jika ingin berjalan menuju Kemutlakan, seseorang harus menentu­kan posisi dan tingkatannya dan meneguhkan hati dan tekad untuk naik ke tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi. Kemudian, ia harus mele­wati sejumlah fase dalam perjalanan ini. Lalu, bagaimana ia memulai pekerjaannya dan apakah fase-fase itu? 

Untuk megampangkan jawabanannya, kami katakan: apabila Anda ingin bergabung dengan seorang kawan dalam suatu perbuatan dan perha­tiannya yaitu mendapat keuntungan, kita asumsikan bahwa kawan Anda dan segala keadaannya yaitu musuh Anda. Musuh tidak menginginkan laba bagi saingannya. Lalu, bagaimana Anda menjalin transaksi pekerjaan bersama ini dengannya? 

Tampaklah bahwa transaksi ini harus dilakukan melalui sejumlah fase. 

Pertama, Anda mempersembahkan syarat-syarat tertentu kepadanya yang menjamin keberhasilan transaksi tersebut, memilih persentase keuntungan, dan sebagainya. 

Kedua, Anda harus mengawasi proses pelaksanaan syarat-syarat ter­sebut dari waktu ke waktu, terutama jikalau kawan Anda yaitu tentangan Anda sendiri. Jika tidak, kadang kala ia menyimpang dari syarat-syarat tersebut, mencuri, atau mengkhianat Anda dan menjerumuskan Anda ke dalam kerugian besar sehingga tiruana kelelahan, harta, dan modal Anda hilang dengan sia-sia. 

Ketiga, fase penilaian (muhasabah) untuk mengevaluasi kawan Anda setelah jangka waktu tertentu untuk mengetahui apakah Anda berdua sudah mencapai tujuan yang diinginkan dan memperoleh laba yang diharapkan? 

Keempat, kalau ternyata transaksi itu merugi dan Anda dalam posi­si yang memungkinkan mencela kawan Anda, maka niscaya Anda mence­lanya. 

Kelima, kalau Anda mempunyai kekuatan yang lebih besar, di mana Anda bisa menghukumnya, maka Anda akan menghukumnya ka­lau ternyata dialah penyebab kerugian itu. 

Demikian juga di dalam perkara yang sedang kita bahas, alasannya insan dalam kehidupannya di dunia yaitu berdagang dengan Allah SWT. Hai orang-orang yang diberiman, maukah Aku tunjukkan kalian pada sebuah perniagaan yang sanggup menyelamatkan kalian dari siksaan yang pe­dih? [QS ash-Shaff [61]: 10] 

Pihak pertama dalam perniagaan itu yaitu "akal" yang ingin meraih laba di negeri akhirat, kenikmatan infinit di sana, dan keselamatan dari api neraka Jahanam dan siksaannya yang pedih. 

Pihak ini—yaitu akal—ingin berniaga dengan kekuatan-kekuatan jiwa yang dimilikinya dengan pihak lain, yaitu nafs, yang ada di dalam diri insan dan yang dipandang sebagai musuhnya yang paling besar. 

Berdasarkan perumpamaan yang kami kemukakan di atas, insan harus melaksanakan hal hal diberikut. 

Pertama, mensyaratkan bagi dirinya (nafs) atas apa yang dilakukan dan apa yang ditinggalkannya. 

Kedua, ia selalu mengawasinya setiap dikala dan dalam segala keadaan untuk mengetahui sejauh mana konsistensinya dalam menjalankan syarat-syarat tersebut. 

Ketiga, jikalau jangka waktu yang disyaratkan sudah habis, maka ia harus mengevaluasi dirinya untuk mengetahui apa yang dilakukannya dan apa yang ditinggalkannya. 

Keempat dan kelima, apabila diketahui bahwa ia tidak konsisten dalam menjalankan syarat-syarat itu, maka ia harus dicela dan bahkan di aturan dengan dicegah dari syahwat dan kelezatannya, terutama pada saat-saat kelalaiannya. 

Perbuatan yang sesuai dengan perumpamaan ini ialah per­kara yang sanggup dilakukan setiap orang dan tidak membutuhkan ke­kuatan besar untuk melaksanakannya jikalau seseorang menempuhnya dengan cara yang sebaik-baiknya seraya memperhatikan kekuatan dan kemampuannya

Imam Khomeini r.a. sudah mengemukakan pembahasan mudah ini ketika memilih tiga fase ini. Ia berkata: "di antara hal-hal yang sangat krusial bagi mujahid yaitu musyarathah, muraqabah, dan mu­hasabah."
0 Komentar untuk "Tiga Fase Menuju Kemutlakan Kepada Allah"

Back To Top