Imam Abu Hanifah ialah orang yang bentuk tubuh badannya sederhana, tidak terlalu tinggi dan tidak pula rendah. Warna kulitnya hitam kemerahan. Beliau ialah sebaik-baik insan dalam tutur katanya, bentuk badannya cantik dan pakaiannya selalu berbau harum sehingga dia dikenal dengan wanginya di kala dia keluar dari rumahnya. Beliau sangat gemar kepada wangi-wangian yang harum dan pemurah. Sehingga ada di antara pakaiannya yang berharga tiga puluh dinar. Ia sangat senang menjaga pakaiannya sehingga Abu Yusuf pernah menceritakannya : ia sangat menjaga kemembersihkanan pakaianya sehingga tidak nampak sedikit pun kusut dan kotor.
Oleh karena itu Abu Hanifah sangat menyukai serta menjaga kedudukan dan pakaian. Beliau juga mempersembahkan rangsangan kepada orang-orang lain supaya mengikutinya.
Pada suatu hari di satu majlis perkumpulan, ada di antara para hadirin yang berpakaian tidak senonoh kemudian dia meminta orang itu menemuinya di luar majlis dan dia menghadiahkan kepadanya sebanyak seribu dirham untuk membeli pakaian. Orang itu berkata kepadanya : Aku ialah seorang kaya dan saya tidak memiliki impian dari barang pemdiberian.
Abu Hanifah menjawaban : Apakah engkau tidak pernah mendengar hadits Rasulullah yang berbunyi :
إنّ الله يحبّ أن يرى أثرنعمته على عبده
Artinya : Bahwa Allah suka melihat kesan, nikmat yang didiberikan kepada hmba-hambanya oleh karena itu hendaklah engkau mengubah kedudukanmu supaya orang lain tidak akan jemu kepadamu.
Ini ialah di antara sifat-sifat lahir, wacana eksklusif dan jiwa Abu Hanifah ialah seorang bijkasana dan pandai. melaluiataubersamaini kebijakan logika pikiran dia sanggup menciptakankan kesimpulan-kesimpulan aturan dan bermusyawarah dengan baik yang sanggup menghilangkan kekeliruan.
misal kecerdasan logika pikiran Abu Hanifah : Pada suatu dikala ada beberapa orang yang mengingkari adanya pencipta alam ini hadir bertanya kepadanya. Beliau mengalihkan pandangan mereka itu kepada satu peristiwa, katanya : Apakah pendapat engkau wacana seorang yang menceritakan bahwa ia melihat sebuah kapal besar penuh dengan barang-barang dengannya dan kapal itu berlayar di tengah-tengah lautan yang bergelombang dan angin yang besar lengan berkuasa bertiup tidak tentu arah walaupun demikian kapal itu sanggup berjalan dengan tenang tanpa bernahkoda atau tidak juga ditarik oleh kapal-kapal yang lain; apakah hal ini masuk logika ?
Terus mereka menjawaban : Tidak, ini tidak benar dan tidak masuk logika dan tidak juga terbayang oleh akal.
Abu Hanifah dengan tegas berkata : Maha Suci Tuhan pencipta seluruh alam, bila tidak masuk logika bahwa sebuah kapal yang sanggup berlayar di tengah lautan bergelombang tanpa nahkoda, jadi bagaimana pula dengan dunia ini yang penuh dengan bermacam-macam keadaan, yang selalu berubah, yang luasnya berbilion-bilion batu, yang menyebar ke pelosok tanpa pencipta atau pengatur !
Abu Hanifah dianugerahi dengan kecerdasan akalnya, cakap dalam perdebatan. misal kecerdasan akalnya sanggup diketahui dari perbuatannya dengan satu perkumpulan orang Khawarij yang menyifakan bahwa melaksanakan perbuatan yang berdosa atau dihentikan oleh syara’ ialah kafir, pembicaraannya ialah sebagai diberikut :
Pada suatu dikala ada beberapa orang Khawarij memdiberitahukan kepada Abu Hanifah, mereka berkata : Di depan masjid ada dua jenazah, salah satunya ialah mayit seorang lelaki yang minum arak dengan banyak sehingga ia mati dengan alasannya ialah minuman itu. Sementara yang satu lagi ialah seorang perempuan yang berzina kemudian ia bunuh diri setelah ia yakin ia mengandung. Mereka minta kepada Abu Hanifah supaya mempersembahkan pendapatnya wacana aturan kedua mayit itu.
Sebelum Abu Hanifah menjawaban terhadap mereka, dia bertanya : Apakah keduanya beragama Yahudi? Mereka menjawaban : Tidak, beragama Nasrani? Mereka menjawaban : Tidak, beragama Majusi (penyembah api)? Mereka menjawaban : Tidak, kalau begitu apakah agama mereka berdua? Mereka menjawaban : mereka berdua beragama yang mengaku bahwa tidak ada Tuhan yang lain yang disembah dengan sebenar-benarnya melainkan Allah dan Muhammad itu Nabi dan pesuruh-Nya.
Abu Hanifah meminta orang Khawarij menerangkan apakah arti syahadat (penyaksian) apakah ratifikasi itu separuh dari iman, sepertiga, seperempat ataupun seperlima? Mereka menjawaban : Iman bukan separuh, bukan sepertiga, seperempat atau seperlima, kalau begitu berapakah kadar kepercayaan mereka ? Mereka menjawaban : Iman mereka keseluruhannya :
Abu Hanifah terus berkata : Kalau demikian apakah faedah engkau bertanya kepadaku aturan satu golongan insan yang engkau percayai mereka itu orang yang diberiman.
Mereka lagi : Baiklah, apakah mereka dari mahir nirwana atau neraka?
Abu Hanifah menjawaban : Apakah engkau terima bila saya katakan kepada mereka berdua ibarat Nabi Ibrahim berkata kepada satu kaum yang berdosa lebih dari mereka berdua.
فمن تبعنى فإنّه منّى ومن عصان فإنّك غفوررحيم
Artinya : Barangsiapa yang mengikuti agamaku mereka dari golongan-Ku dan Barangsiapa tidak taat kepadaKu bahwa Allah maha pengampun lagi maha pengasih. Begitu jugaKu katakan kepada mereka berdua.
Seperti perkataan Nabi Isa as. Kepada satu golongan yang membuat dosa lebih besar dari mereka berdua.
إن تعذّبهم فإنّهم عبادك وإن تغفرلهم فإنّك أنت العزيز الحكيم
Artinya : Sekiranya Engkau mengazab mereka, mereka dari hamba-hambaMu dan sekira Engkau memaafkan mereka, bahwa Engkau amat berkuasa dan bijaksana.
Juga perkataan nabi Nuh kepada kaumnya :
Artinya : Mereka berkata: "Apakah Kami akan diberiman kepadamu, Padahal yang mengikuti engkau ialah orang-orang yang hina?". Nuh menjawaban: "Bagaimana saya mengetahui apa yang sudah mereka kerjakan? Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain spesialuntuklah kepada Tuhanku, kalau engkau menyadari. Dan saya sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang diberiman. (QS. Asy-Syu’ara : 111 – 114).
Perkataan Nuh juga kepada kaumnya :
Artinya : Dan saya tidak menyampaikan kepada engkau (bahwa): "Aku memiliki gudang-gudang rezki dan kekayaan dari Allah, dan saya tiada mengetahui yang ghaib", dan tidak (pula) saya mengatakan: "Bahwa Sesungguhnya saya ialah malaikat", dan tidak juga saya menyampaikan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: "Sekali-kali Allah tidak akan menhadirkan kebaikan kepada mereka". Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; Sesungguhnya Aku, kalau begitu benar-benar Termasuk orang-orang yang zalim. (QS. Hud : 31).
Sesudah orang Khawarij itu mendengar kata-kata Abu Hanifah mereka pun tunduk dan berdamai.
misal kecerdikan Abu Hanifah di tempat yang lain pula : seorang perempuan kurang logika hampir dipukul oleh seorang lelaki disebabkan perempuan itu memakinya dengan kata : Hai anak zina, lelaki itu menuduh perempuan itu kepada kadli kota Kufah, yaitu Muhammad bin Abdul Rahman bin Abi Laila. Perempuan tersebut mengaku atas tuduhan itu. Tuan kadli Abdul Rahman menghukum perempuan itu sebanyak dua rotan.
Ketika Abu Hanifah mendengar diberita tersebut dia terus berkata : Abdul Rahman sudah melaksanakan kekeliruan dalam tujuh kasus :
- Hukuman yang berdasarkan kepada ratifikasi orang kurang akal, ratifikasi itu tidak sah.
- Ia kenakan eksekusi sebanyak dua pukulan rotan, sedangkan orang yang kurang logika tidak boleh dihukum.
- Ia kenakan eksekusi dengan dua pukulan, sedangkan eksekusi orang yang menuduh satu rotan saja.
- Ia menghukum dua pukulan di satu tempat, sedangkan aturan orang yang dikenakan eksekusi dua rotan hendak dipukul satu lepas satu, artinya dipukul satu rotan kemudian ditinggalkan sehingga kesan pukulan itu menjadi baik, barulah dipukul satu lagi.
- Ia mengerjakan pukulan di dalam masjid pada hal tidak harus bagi imam atau kadli menjalankan pukulan dalam masjid.
- Ia memukul perempuan itu bangkit sebetulnya perempuan dipukul dalam keadaan duduk.
- Ia memukul perempuan dengan disaksikan oleh wali sedangkan syarat untuk menjalankan pukulan atasnya seharusnya dihadapan wali atau menjaga karena bila aurat perempuan itu terbuka disebabkan kesakitan, wali hendaknya menutupnya.
Oleh karena kecerdikan logika pikiran Abu Hanifah dengan senang sanggup menuntaskan permasalahan yang susah-susah yang sukar bagi orang lain untuk menyelesaikannya. contohnya pada suatu dikala hadir seorang Khawarij menemui Abu Hanifah dan berkata kepadanya : Hendaklah engkau bertaubat, ujar Abu Hanifah ; Kenapa? Orang itu menjawaban : Karena pendapat engkau yang mengharuskan dua eksekusi (maksudnya : dua aturan yang didiberikan kepada perselisihan antara Ali dan Muawiyah).
Abu Hanifah berkata kepada orang-orang Khawarij : Apakah engkau mau berbicara dengan ku dalam problem ini orang itu menerima. Abu Hanifah terus berkata : Jika keputusan kita tidak sama siapakah yang akan menjadi hakim? Orang itu menjawaban : Pilih saja siapa yang engkau sukai.
Bersama mereka ada seorang mitra orang Khawarij tersebut, kemudian Abu Hanifah berpaling kepadanya seraya berkata : maukah engkau menjadi hakim dalam pembahasan kami berdua bila kami beropini tidak sama? Orang Khawarij bergembira dengan proposal ini.
Abu Hanifah menambahkan lagi katanya : Apakah engkau mendapatkan dengan proposal kami? Orang Khawarij itu menjawaban : Ya, Abu Hnifah terus berkata : Engkau sendiri sudah terima pembicaraan.
Orang Khawarij itu lenyap dan tidak bercakap-cakap apa-apa lagi.
misal yang lain wacana kepandaian Abu Hanifah : Pada suatu hari Abu Hanifah berjalan-jalan bersama kadli Kufah yaitu Muhammad bin Abdul Rahman bin Abi Laila mereka melalui sebuah kebun bunga, tiba-tiba dalam kebun itu terdapat beberapa wanita-wanita penyanyi sedang bernyanyi-nyanyi. Ketika Abu Hanifah dan tuan kadli itu hampir erat kepada penyanyi-penyanyi tadi mereka berhenti dari menyanyi. Abu Hanifah berkata kepada mereka : Sungguh baik.
Selang beberapa hari kemudian Abu Hanifah dipanggil untuk menjadi saksi, dalam satu pembicaraan. Tuan kadli itu memdiberitahu Abu Hanifah bahwa saksi enkau tidak diterima. Abu Hanifah bertanya kenapa? Tuan kadli itu menjawaban : Karena perkataan engkau kepada penyanyi di taman bunga tempo hari “Alangkah baik” dan ini ialah keridhaan kepada perbuatan maksiat terhadap Allah.
Abu Hanifah bertanya : Kapankah saya memuji mereka? Dan apakah setelah mereka sedang menyanyi atau pun setelah mereka berhenti? Tuan kadli itu berkata : Sesudah mereka berhenti? Lalu Abu Hanifah berkata : Tuhan maha besar, bahwa maksud kebanggaan ku itu ialah karena mereka berhenti dari menyanyi bukan karena lagu yang dinyanyikan. melaluiataubersamaini itu tuan kadli pun mendapatkan Abu Hanifah menjadi saksi.
Abu Hanifah terus membaca ayat :
ولا يحيق المكر السيئ الا بأهله
Rancangan-rancangan yang tidak baik itu tidak akan menimpa orang selain yang merancang itu sendiri.
Dari semenjak insiden itu kadli Abi Laila berhati-hati dalam bercakap-cakap dengan Abu Hanifah.
Antara lain lagi pola yang menunjukkan kepandaian Abu Hanifah : Pada suatu hari Abu Hanifah masuk menemui seorang khalifah pada masa pemerintahan Abbasiyyah yang berjulukan Abu Ja’far Al-Mansur. melaluiataubersamaini secara kebetulan Ar-Rabi’ berada bersamanya, Abu Hanifah pernah bertengkar dengannya.
Ar-Rabi’ berkata pada khalifah dengan tujuan hendak menjatuhkan nama Abu Hanifah, katanya : Bahwa Abu Hanifah berselisih paham dengan seorang nenek tuan Abdullah bin Abbas dalam problem aturan seorang yang bersumpah tiba-tiba pada keesokan harinya atau dua hari kemudian ia menerangkan pengecualian sumpahnya, perkecualian orang itu diterima. Tetapi Abu Hanifah beropini perkecualian dalam sumpah tidak diterima melainkan ia meneruskan dengan sumnpahnya itu.
Abu Hanifah berkata kepada khalifah : Bahwa Ar-Rabi’ menganggap engkau tidak paham wacana sumpah, dengan heran Al-Mansur bertanya : Bagaimana? Abu Hanifah menjawaban : yaitu insan membuat sumpah dalam suatu perjanjian setelah itu mereka mengecualikan maka sumpah mereka menjadi batal.
Khalidah Al-Mansur ketawa dan berkata kepada Ar-Rabi’ : Janganlah engkau berselisih dengan Abu Hanifah. Dalam insiden lain pula : Pada suatu dikala Abu Hanifah masuk menghadap Imam Malik. Lalu Imam Malik memuliakannya. Sesudah Abu Hanifah keluar dia bertanya : Apakah engkau kenal siapakah orang itu. Mereka menjawaban : Tidak, Imam malik berkata : Itulah “Al-Nu’man” bila ia menyampaikan bahwa tiang ini dari emas maka tiang ini akan menjadi emas.
Setengah dari susila atau eksklusif Abu Hanifah yang tinggi, ialah dia kuasa menahan hawa nafsu serta banyak bertakwa kepada Allah dan sabar. Beliau pernah berkata : Wahai Tuhanku, barangsiapa yang merasa benci terhadap Kami tetapi hati kami lapang terhadap mereka.
Pada suatu hari ia pernah dimaki-maki, katanya : Hai pengacau. Beliau menjawaban : Allah akan mengampuni dosa engkau karena Allah mengetahui bahwa saya jauh dari tuduhanmu. Aku tidak pernah menyamaianya dengan yang lain. Aku tidak berharap melainkan pengampunanNya dan saya tidak takut kepada sesuatu melainkan azab-Nya.
An-Nawawi, pernah menceritakan atas ratifikasi Ibnu Mubaraq terhadap Abu Hanifah, katanya : “Tidak ada majlis yang lebih membersihkan dan baik selain dari majlis Abu Hanifah”.
Diceritakan bahwa pada suatu hari seujung ular jatuh di erat Abu Hanifah di waktu mengadakan pertemuan di sebuah masjid. Orang banyak yang melarikan diri karena takur kepada ular itu, tetapi Abu Hanifah tidak bergerak dari tempatnya dan terus dia memmembuang ular itu serta duduk di tempat ular itu jatuh.
Sungguhpun Abu Hanifah seorang yang bijaksana dia tidak terpengaruh dengan pendapat-pendapatnya dan dia juga tidak sombong dan tidak angkuh dia pernah berkata, apabila memdiberi suatu kesimpulan. Pendapat kami ini ialah salah satu dari pendapat-pendapat yang kami dapat, sekiranya ada orang yang sanggup memdiberi pendapat yang lebih sempurna maka pendapatnya yang benar.
Pernah orang berkata kepadanya bahwa fatwa yang engkau katakan ialah benar dan tidak diragukan lagi dia berkata : Demi Allah saya tidak tahu, boleh jadi ini ialah suatu kesalahan yang tidak diragukan lagi.
Abu Hanifah mengajar anakdidiknya yang berjulukan Abu Yusuf supaya tegas dan tidak pasrah atau mengikuti sesuatu tanpa mereviewnya lebih lampau dan dia memdiberi pesan tersirat kepada Abu Yusuf supaya tidakboleh menulis tiruana yang engkau yakini tidakboleh cepat mendapatkan karena adakala pendapatku pada hari ini berlainan dengan keesokannya, dan pendapatku pada keesokan hari boleh jadi ia akan berubah pada hari yang ketiga.
Abu Hanifah ialah seorang pemurah, baik budi pekerti dan menghormati kawan. Ia suka membelikan sesuatu untuk didiberikan sebagai hadiah-hadiah dan dia berbuat baik terhadap siapa saja sekadar dengan kemampuannya. Beliau berperilaku sedemikian disebabkan ia seorang ynag kaya. Jika dia membelanjakan uangnya untuk anak-anaknya dia juga mempersembahkan sedekah pula berdasarkan banyaknya itu juga, begitu juga apabila dia menggunakan pakaian gres juga memdiberi hadiah pakaian kepada orang lain yang sama harganya. Beliau bersedekah lebih dari separuh perbelanjaannya untuk makanan.
Abu Hanifah tidak pernah menyimpan lebih dari empat ribu dirham.
Salah seorang dari teman erat Abu Hanifah berkata : Abu Hanifah pernah menceritakan kepadanya bahwa ia tidak pernah menyimpan uang lebih dari empat ribu dirham semenjak empat puluh tahun yang lampau dan dia membelanjakan kelebihannya. Beliau berkata lagi : Bahwa ia menyimpan empat ribu dirham berdasarkan dengan ucapannya Sayyidina Ali : Empat ribu dirham boleh disimpan tetapi yang lebih hendaklah dibelanjakan.
Abu Hanifah berkata : Sekiranya saya tidak memikirkan terhadap perbelanjaan kepada mereka (keluarganya) saya tidak akan menyimpan walau satu dirham pun.
Menurut pendapat mahir sejarah kota Baghdad, bahwa Abu Hanifah menyimpan laba perniagaannya setahun habis, dia juga membeli barang-barang keperluan para guru dan bawah umur didiknya ibarat pakaian dan makanan, uang hasil dari laba perbelanjaan tersebut didiberikan kepada mereka-mereka dengan katanya : Belanjalah untuk keperluan diri engkau dan ingat tidakboleh engkau memuji selain dari Allah karena apa yang kamu diberikan kepada engkau itu bukan harta ku bahkan tiruananya ialah nikmat dari Allah.
Abu Hanifah ialah seorang yang amanah dan sangat cakap benar dalam urusan perniagaan, dia tidak menipu dan makan laba yang banyak, ia spesialuntuk mencari peluang jual-beli untuk menolong terhadap orang yang membutuhkan pertolongan. sepertiyang pola pada suatu hari ada seorang perempuan bau tanah hadir membeli pakaian di kedainya. Perempuan itu berkata kepada Abu Hanifah : Aku ialah seorang yang sudah bau tanah dan minta dia menjual pakaiannya dengan harga ibarat asalnya Abu Hanifah pun berkata : Harga kain tersebut kalau mengikuti pamasukan lebih dari empat dirham. Kata perempuan bau tanah itu kepada Abu Hanifah, engkau bersenda gurau. Dan orang bau tanah itu menambah kata : Janganlah engkau bersenda gurau, karena ku seorang tua. Abu Hanifah menegaskan : Percayailah, saya tidak bersenda gurau dengan engkau, dan menerangkan kepadanya : Sebenarnya saya beli dua helai kain saya sudah jual satu daripadanya dengan harga kurang sedikit dari harga asalnya maka harga baju ini spesialuntuk empat dirham.
Abu Hanifah seorang yang jujur dan tegas dengan kebenaran. Oleh karena sifatnya yang tegas dia sudah menolak dilantik menjadi kadli yang mana mengakibatkan dia dipenjara. Sikapnya yang demikian menjadi bukti ketegasan pendiriannya.
Waki’ mencontohkan Abu Hanifah sebagai diberikut : Abu Hanifah seorang yang sangat amanah, hatinya selalu mengingatkan Allah yang maha tinggi dan yang maha besar. Ia menlampaukan keridhaan Allah dari keridhaan insan sekalipun nyawanya (sebagai taruhan) di ujung pedang.
Abu Hanifah ialah seorang yang sangat menjaga marwah dalam tiruana aspek hidupnya. Seperti menjaga hak-hak tetangga, umpamanya ingin tahu hal ihwal mereka serta mempersembahkan dukungan bila diharapkan sekalipun tetangga itu berlainan sumber mata pencarian atau susila dan budi pekerti.
Diceritakan bahwa Abu Hanifah tinggal berdampingan dengan sebuah bilik seorang buruh. Buruh itu pulang ke rumahnya pada waktu malam dan sudah menjadi kebiasaan baginya membawa pulang ikan atau daging dan memasaknya untuk makan malam. Kemudian ia minum dan bila terlalu banyak minum ia pun menyanyi dengan keras yang maksudnya :
Aku ditinggal-tinggal siapakah perjaka yang ditinggalkan, Untuk hari kesusahan, mencari kehidupan.
Abu Hanifah mendengar bunyi perjaka itu pada tiap-tiap malam. Sudah menjadi kebiasaan kepadanya penuh dengan diberibadat kepada Allah swt. yaitu shalat tahajud dan lain-lain. Sesudah selesai tak berapa usang kemudian bunyi perjaka itu tidak lagi kedengaran. Beliau bertanya kabar wacana perjaka itu. Pemuda itu sudah ditangkap dan ditahan. Mendengar diberita itu Abu Hanifah pun terus shalat subuh, kemudian setelah selesai dari shalat ia pun menaiki kudanya terus menuju kepada seorang gubernur tempat itu.
Gubernur itu bertanya : Apakah tujuan kehadiran beliau. Abu Hanifah menjawaban : Aku memiliki seorang tetangga buruh. Ia sudah ditahan oleh polisi. Aku minta supaya ia dibebaskan. Gubernur itu pun membuat kebijakan. Akhirnya perjaka itu dibebaskan. Abu Hanifah membawa pulang perjaka itu bersama-samanya. Ia berkata kepada perjaka itu : Apakah saya meninggalkan engkau. Pemuda itu paham dengan maksud pertanyaan Abu Hanifah, ujar perjaka itu : Tidak, bahkan engkaulah orang yang menjaga saya dan saya berdoa agar Allah membalas jasa baik engkau terhadapku, karena engkau sangat menjaga kehormatan hak tetangga dan kebenaran. Pemuda itu pun bertaubat serta meninggalkan perangainya yang kurang bagus.
Abu Hanifah ialah seorang yang sangat wira’i dan sangat bertakwa kepada Allah serta jujur, dia tidak mencari rizki dengan menyampingkan agama.
Pada suatu dikala khalifah Al-Mansur sudah berselisih paham dengan istrinya mereka berdua hadir mengadu kepada Abu Hanifah dan kebenaran di pihak istrinya. Istri Al-Mansur mengantarkan hadiah kepada Abu Hanifah, dia menolak hadiah itu dan berkata kepada utusan istri Al-Mansur : Sampaikan salam ku kepada mereka berdua dan katakan kepada mereka saya berjuang karena Allah. Aku mengikuti apa yang diridhai oleh Allah, saya tidak sekali-kali berniat hendak berpihak kepada siapapun dan saya tidak berharap kepada siapa pun dalam hal agama.
Abu Hanifah beropini tidak wajib seorang menjadi kadli bila ia makan-suap atau lain-lain dalam hukumannya dan hendaklah ia tinggalkan pekerjaan itu dan dia berkata : Siapa yang makan-suap dia tidak lagi menjadi kadli walaupun imam atau ketua negara tidak lagi memecat dari jabatannya.
Abu Hanifah sangat alim dalam tiruana lapangan kehidupan tiruana perbuatannya menjadi pola kepada orang lain, pola kewira’annya : Pada satu hari Abu Hanifah duduk di tengah terik gerah cahaya matahari yang berdekatan dengan sebuah rumah.
Yazid bin Harun bertanya kepada Abu Hanifah : Mengapa tuan tidak duduk di bawah bayangan rumah itu?
Abu Hanifah menjawaban : Tuan rumah itu memiliki utang kepadaku sekian banyak . . . oleh alasannya ialah itu saya tidak suka duduk di bawah bayangan rumahnya. Menurut keterangan Abu Hanifah katanya : Orang itu memiliki utang padaku, jadi saya tidak mau berteduh di bawah bayangan rumahnya karena dengan cara itu sudah mendapatkan pesan yang tersirat daripadanya.
Abu Hanifah memdiberi peringatan katanya : Perbuatan semacam ini tidaklah menjadi wajib terhadap orang-orang awam tetapi bagiku sebagai seorang alim pastilah membuat sesuatu kasus lebih dari orang-orang lain.
Yazid mempersembahkan komentarnya : Aku tidak pernah menemui orang yang lebih alim daripada Abu Hanifah.
Di antara pola kewira’an Abu Hanifah ialah kisah yang dibawakan oleh Abdullah bin Al-Mubaraq katanya : Pada suatu dikala Abu Hanifah hendak membeli seorang hamba (jariah) dia sudah menyidik dan mencari untuk mendapatkan seorang hamba selama dua puluh tahun.
Kisah yang lain pula, Abu Hanifah tidak memakan daging kambing selama tujuh puluh tahun, setelah dia mendapat tahu bahwa pada seujung kambing dari kota Kufah sudah hilang, karena sudah menjadi kebiasaan beliau, dia tidak membeli sesuatu untuk dimakan melainkan setelah ditanya wacana hal itu. Beliau berhati-hati dan bimbang bahwa kambing yang haram itu masih hidup dan ia memakan daging tersebut, walaupun tidak dosa bila memakan barang-barang yang tidak diketahui barang itu tetap dari barang-barang yang haram.
Seorang penyair pernah berkata, maksudnya :
Alangkah baiknya bila agama dan dunia disatukan.
Artinya :
Jika pekerjaan di dunia disamakan dengan ibadat untuk akhirat. Sebenarnya Abu Hanifah bukan menyamakan agama dan dunia saja tetapi dia samakan juga antara tida perkara. Justru itu seorang itu lebih mulia dan besar, menyamakan (kombinasi) antara mencari kekayaan dan kesenangan, menyamakan antara menuntut ilmu dan fiqih dan menyamakan antara ibadat dan takwa kepada Allah.
Alangkah baiknya bila orang yang bersedekah sebelum dari orang lain dan orang yang alim ilmu fiqih bersedekah untuk dirinya sendiri lebih lampau dari orang lain, imam atau orang yang diberilmu ialah mempersembahkan pola ketinggian eksklusif terhadap orang-orang awam.
Abu Hanifah orang yang benar-benar mengamalkan apa yang dia ketahui. Ia menyuruh daripada melaksanakan maksiat gunakanlah logika pikiran dan kepercayaan dan dia pernah berkata, “Aku lihat maksiat itu hina karena itu saya meninggalkannya karena menjaga maruah, risikonya menjadi kasus agama”.
Abu Hanifah terus menjauhkan kasus maksiat dengan melaksanakan beberapa kebaikan dan taat kepada Allah. Abu Hanifah sangat taat diberibadat kepada Allah, dia sering diberibadat lebih-lebih lagi di waktu malam sehingga dia mendapatkan gelar Al-Watd karena terlalu banyak melaksanakan shalat pada waktu malam. Beliau pernah menangis terisak-isak di kala bertahajud di larut malam sehingga tetangganya mendengar tangisannya dan mereka hadir mengasihinya karena dia terlalu sedih dan sesak dada.
Di waktu malam hari pada keseluruhannya Abu Hanifah membaca Al-Quran. Satu kasus yang agak susah dipecahkan pada hari ini, yaitu dia shalat subuh dengan wudhu, shalat isya’ selama empat puluh tahun. berdasarkan dongeng yang lain pula bahwa dia tamat (khatam) membaca Alquran di tempat dia mengehembuskan nafasnya yang terakhir sebanyak tujuh ribu kali, dan dia pernah shalat fardhu dengan satu wudhu selama empat puluh tahun.
Walau bagaimanapun juga setengah dari cerita-cerita itu ialah terlalu melampaui batas, mengagung-agungkan Abu Hanifah tetapi pada kesimpulannya ialah menunjukkan bahwa Abu Hanifah seorang yang sangat gemar diberibadat kepada Allah, dan dia ialah seorang yang diberilmu pengetahuan tinggi serta fakih (pakar) dalam bidang ilmu fiqih.
Sudah menjadi susila kebiasaan Abu Hanifah diberibadat di waktu malam, dia suka mengulangi membaca Al-Quran sebanyak sepuluh kali. Beliau membacanya dengan khusyu’ dan lapang dada. Di samping mengulangi ayat-ayat dia meresapi kepada makna-makna ayat serta bersungguh-sunguh bahagia, tiap kali ia mengulangi maka perasaannya lebih tenteram dan terkesan di hati. Diceritakan : Pada suatu malam dia mengulangi membaca :
Artinya : Maka Allah mempersembahkan karunia kepada Kami dan memelihara Kami dari azab neraka.(QS. Ath-Thur : 27).
Sewaktu dia shalat tahajud, dia mengulangi ayat tersebut sehingga pagi. Di malam yang lain pula dia shalat tahajud dengan mengulangi membaca ayat :
Artinya : Sebenarnya hari simpulan zaman Itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan simpulan zaman itu lebih dahsyat dan lebih pahit. (QS. Al-Qamar : 46).
Beliau menangis dan merasa takut setiap kali diulangi ayat tersebut.
Seluruh hidupnya Abu Hanifah pertanda bahwa dia sangat menghormati Al-Quran. Dalam hidupnya dia senantiasa membaca Al-Quran dan mengulanginya di kala shalat. Beliau merasa tenteram serta terkesan pada dirinya apabila membaca Al-Quran dan dia mengakibatkan Al-Quran sebagai sumber utama dan sebagai petunjuk dalam memdiberi kesimpulan hukum-hukum dan Al-Quran ialah sebagai dalil dan bukti dalam pembicaraan bertukar pikiran.
Beliau sangat menjaga dan berhati-hati di waktu mempersembahkan klarifikasi dan mengajar.
Diriwayatkan : Bahwa Abu Hanifah sudah menghadiahkan pada guru menpenghasilan anaknya yang berjulukan “Hamad” setelah guru itu sanggup mengajar anaknya menghafal surat Al-Fatihah. Guru menpenghasilan tersebut heran dengan hadiah yang didiberikan kemudian bertanya : Apakah sebabnya tuan memdiberi hadiah kepada aku? Mendengar pertanyaan itu Abu Hanifah terus hadir menemui guru itu. Beliau berkata kepada guru itu : Saya harap engkau tidakboleh menghina atau mengecil-ngecilkan dengan pelajaran yang sudah engkau diberikan kepada anakku dan saya bersumpah kalau saya memiliki uang lebih dari itu saya akan hadiahkan kepada engkau karena mengagungkan dan memuliakan Al-Quran.
Tag :
Mazhab Imam Besar
0 Komentar untuk "Sifat Dan Langsung Imam Bubuk Hanifah"