Mengimani iman qadha dan qadar yaitu termasuk hal-hal yang diwajibkan dan ialah penggalan dari rukun iman. Rasulullah saw bersabda :
أَنْ تُؤْمِنَ بِالقَضَآءِ وَالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
"Agar anda diberiman dengan qadha (ketentuan) dan qadar (takdir) yang baik maupun yang buruk."
Qadha adalah apa yang bergantungan pada iradat (kehendak) Allah terhadap segala yang azali (lampau, tidak berpertama), atas apa yang ada padanya (saat ini) dan segala urusan yang akan kita hadapi. Hal ini termasuk dalam katagori sifat dan Dzat Allah SWT.
Adapun takdir atau qadar yaitu apa yang dijadikan oleh Allah sesuai dengan kadar (ketentuan) khusus yang sudah dikehendaki dalam ilmu-Nya sesuai dengan qadha atau ketentuan-Nya. melaluiataubersamaini demikian, adanya qadha bersifat qadim. Akan tetapi, takdir Allah yaitu baru.
Tidak ada perperihalan di antara para andal terkena qadha dan takdir Allah yang tergolong akidah, yang kita diwajibkan mengimaninya. Tidak ada kebaikan atau kejahatan melainkan hadirnya dari sisi Allah SWT. dan berdasar atas kudrat iradat-Nya. Dari Jabir ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda :
لاَيُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ مِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ وَ حَتَّى يَعْلَمَ اَنَّ مَااَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئِهِ وَمَا اَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبِهِ٠
"Seorang hamba belum sanggup dikatakan diberiman hingga ia percaya kepada takdir yang baik maupun buruk. Sehingga ia sanggup menyadari, bahwa apa yang menimpa dirinya sekali-kali takkan luput daripadanya dan apa yang terluput daripada dirinya sekali- kali takkan terkenanya." (HR. Tirmidzi)
Imam Ali ra. meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda :
لاَيُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعَةِ اُمُوْرٍ ׃ يَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اَنِّى رَسُولُ اللهِ بَعَثَنِىْ بِالْحَقِّ وَ يُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ المَوْتِ ، وَ يُؤْمِنَ بِالْقَدْرِهِ وَشَرِّهِ وَحُلْوِهِ وَمُرِّهِ
“Belum diberiman seorang hamba, sehingga ia mengimani empat perkara:nmenyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sebetulnya saya yaitu Rasulullah, Dia sudah mengutus saya dengan haq (kebenaran) dan semoga ia (sang hamba) mengimani pula dengan takdir baik dan jahatnya serta elok dan pahitnya."
Allah SWT. membuat kebaikan dan kejahatan (yang keduanya sudah ditakdirkan) sebagai perintah semoga kita berbuat kebaikan dan meninggalkan tingkah laris buruk. Allah memdiberi kita alternatif berupa perjuangan (ikhtiar) di dalam mengerjakan apa yang sudah diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang dihentikan oleh-Nya.
Akan tetapi, diam-diam takdir spesialuntuk kepunyaan Allah SWT. Apabila muncul rasa risih dan selalu bertanya-tanya, mengapa, bagaimana, haruskah, ketiruananya itu ialah bisikan setan (was-was) yang menyelinap ke dalam hati insan yang dinisbatkan (dikaitkan) kepada perbuatan Allah SWT. Akibatnya, kita akan terjebak untuk mengikuti perasaan yang nantinya masuk (tergelincir) kedalam masalah (yang) syirik
sepertiyang firman Allah :
"Adapun orang yang mempersembahkan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa, seraya membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang gampang. Namun, orang-orang yang bakhil (kikir) dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar." (Al Lail 5-7)
Allah SWT. sudah memdiberi penggalan yang bersifat ikhtiari untuk dianugerahkan kepada manusia.
Imam Muslim sudah meriwayatkan bersumber dari Jabir ra., pada ketika ia menanyakan kepada Rasulullah saw. :
يَارَسُوْلَ اللهِ بَيِّنْ لَنَادِيْنَنَا كَأَنَّنَا خُلِقْنَا الأَنَ ٠ فَفِيْمَا الْعَمَلُ أَفِيْمَا جَفَّتْ بِهِ الاَقْلاَمُ وَجَرَّتْ بِهِ الْمَقَادِرِ اَمْ فِيْمَا يَسْتَقْبَلُ ؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ׃ اِعْمَلُوْا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ وَكُلٌّ عَامِلٌ بِعَمَلِهِ مُكَلَّفٌ٠
"Ya Rasulullah, terangkanlah kepada kami tentang Agama Islam, seakan-akan kami (baru saja) diciptakan pada ketika ini, untuk apakah amalan itu? Apakah untuk pena-pena yang sudah mengering dan sudah diberlakukan oleh takdir ataukah terhadap apa yang kami akan dapati kelak? Nabi saw. menjawaban: Hendaklah kalian bekerja, maka setiap insan digampangkan baginya terhadap apa yang diciptakan untuk dirinya dan setiap pekerja masing-masing dengan pekerjaannya terbebani." (HR. Muslim)
Pernah Abdullah bin Thahir menanyakan kepada Al Husain bin Al Fadhel, katanya: "Telah menjadi suatu kemusykilan pada diriku tentang firman Allah SWT.:
"Setiap hari Dia (Allah) dalam urusan." (Ar Rahman 29)
melaluiataubersamaini apa yang sudah dijelaskan, bahwa pena-pena sudah mengering terhadap apa yang sudah terjadi hingga hari kiamat. Al Husain menjawaban: "Itu ialah urusan yang ditetapkan (dengan jelas) atas kesesuaian qadha bagi Allah SWT dan bukan persoalan-persoalan yang akan dimulai (penciptaannya)."
Meyakini (mengimani) akan qadha dan takdir Allah yaitu sesuatu yang dijelaskan (qath'i) oleh aneka macam dalil, bahkan fitrah insan sendiri mengisyaratkan padanya. Sangatlah simpel bagi insan untuk menyandang nalar budi guna melihat sejenak pada setiap insiden (sebab akibat) yang selalu mendampinginya sepanjang masa. Seorang yang memakai akalnya akan sanggup melihat sisi dari alasannya yaitu akhir yang terjadi di depannya ketimbang apa yang mengikutinya. Dan tiada yang lebih mengetahui peristiwa-peristiwa yang akan hadir kecuali Yang Maha Pencipta, Allah SWT. Setiap alasannya yaitu akibat, baik yang sudah kemudian maupun yang akan hadir ialah kesinambungan (rentetan) dari takdir yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Tag :
Ilmu Iman dan Taqwa
0 Komentar untuk "Mengimani Qadha Dan Qadar Allah"