Kemerdekaan, Kebebasan Berikhtiar Dalam Islam

Ketahuilah, bahwa kemerdekaan itu ialah kebebasan diri dari segala dorongan yang mengandung kecacatan serta peluang dalam harapan dan ketakutan. Ahli tasawuf dan para penempuh jalan Allah-lah yang mempunyai kebebasan diri dari setiap sifat yang membawa kepada (serba) belum sempurnanya atau penyimpangan dalam pandangan Allah. 

Marilah kita mengkaji dan menelusuri makna firman Allah SWT. :

"Sesungguhnya Kami sudah tawarkan amanat kepada langit, bumi dan pegunungan-pegunungan, maka tiruananya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya insan itu amat zalim dan sangat bodoh." (Al Ahzab.72) 


Sesungguhnya amanat yaitu "Kemerdekaan diberikhtiar" yang terbalas untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan. Persoalan (memikul) amanat spesialuntuk didiberikan (diberlakukan) bagi insan dan tidak kepada mahluk Allah yang lain. Adapun kemerdekaan diberikhtiar sekaligus dibebankan atas diri insan dengan penuh kesungguhan dan ialah tanggung balasan yang akan menerima akhir (pahala atau siksa). Atau dengan kata lain, bahwa setiap insan merdeka bertanggung balasan terhadap kemerdekaan (kebebasan) nya. 

Manusia yang tunduk, patuh terhadap perintah Allah SWT. di samping ia menyadari, bahwa sungguh tidak akan terjadi dalam kerjaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki oleh-Nya. Semua tuntutan ini spesialuntuk di berlakukan bagi manusia. 

melaluiataubersamaini demikian, ia akan senantiasa mengarah (cenderung) kepada perbuatan yang baik dan ialah tuntutan Allah atas dirinya. Ia pun akan menjauhi perbuatan ingkar, dimana Allah sudah melarang insan daripadanya (dengan penuh kesadaran), alasannya ia bebas untuk diberikhtiar dan bertanggung balasan atasnya. Untuk itu, Allah sudah menyediakan pahala atas apa yang ia perbuat dari kebaikan dan akan dibalas (siksa) atas apa yang dengan kebebasan itu ia berbuat kejahatan. 

Pada sisi Allah, bangun tegaknya manusia, alasannya ia ialah eksklusif yang maujud (ada) dan sifatnya terbatas serta mempunyai kebebasan yang terbatas pula. Sedang ia tiada mengetahui diam-diam takdir, yakni apa yang akan terjadi, walaupun sedetik (lebih kurang dari itu). Adapun ilmu yang mutlak (bebas, tidak terikat), spesialuntuklah bagi Allah sendiri. 

sepertiyang firman-Nya.: 

"Apa saja nikmat yang engkau peroleh, yaitu dari Allah dan apa saja peristiwa yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." (An-Nisa: 79) 

Dan dalam ayat yang lain, Allah SWT. berfirman : 

"Katakanlah: Semuanya itu (hadir) dari sisi Allah." (An Nisa 78) 

Seorang Muslim yang diberiman kepada takdir, maka ia akan berusaha, diberiktiar dan berserah diri kepada yang ditangan-Nya berada kunci segala urusan. Umar bin Khattab ra., pada ketika melewati suatu negeri yang ditimpa wabah penyakit menular, ia enggan memasuki negeri tersebut. Kemudian ia ditegur :

 أَفِرَارًا مِنْ قَدَرٍ اللهِ ، يَااَمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ؟ قَالَ : نَعَمْ فِرَارٌ مِنْ قَدَرٍ اللهِ اِلَى قَدَرٍ اللهِ 

"Apakah tuan hendak lari dari ketentuan Allah, wahai Amirul Mukminin? Beliau menjawaban: Ya, saya lari dari ketentuan Allah untuk menuju ketentuan Allah yang lain." 

Singkatnya, kemerdekaan insan di dalam diberikhtiar yaitu nisbi dan terbatas berdasarkan pertimbangan akal, walau ditunjang dengan pemahaman yang amat luas. Adapun kemutlakan yaitu milik Allah semata. 

Uraian diatas sangat enteng untuk dimengerti maksud dan tujuannya. Dalam perkara qadha dan qadar Allah, memang sedikit membutuhkan kejernihan berpikir, sampai tidak simpel terjebak pada masalah-masalah yang jauh dari kebenaran dan tuntunan Allah. 

Pendapat-pendapat yang tersaji ialah rangkaian kutipan dari Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw. Setiap muslim meyakini akan kebenarannya. 

Kekurangan (kejahilan) insan dari kebaikan akan terus tersusun dalam jajaran sifat negatif yang teraplikasi dalam amal perbuatan yang didiberi lebel (sebutan) "kriminalitas" dalam segala bidang. 

Sedang makrifat dan ilmu pengetahuan ialah suatu perkara yang konkret dan itulah yang dituntut oleh Allah bagi siapa (manusia) yang memikul amanat-Nya. Adapun sifat bahimiah (sifat kebinatangan) yang ada pada suatu jiwa ibarat egois (memntingkan diri sendiri), rakus dan mendewakan syahwat ialah sifat negatif terhadap apa yang seharusnya dijunjung tinggi. 

Segala sesuatu yang bersifat Alami (esensi) dan terdapat pada eksklusif masing-masing insan bukanlah ialah perbandingan antara baik dan buruk. Semua itu bergantung pada manusianya. Sebagian pernah diungkap dalam sederet syair :

 وَلَيْسَ فِى الْعَلَمِ شَرٌّ جارِئِ ٬ إِذْ كانَ ما يجْرِىْ بِأَمْرِ الْبَارِىْ 

"Di alam semesta ini Tiada terwujud suatu kejahatan Yang sanggup berlaku Karena apa yang berlaku padanya Ketiruananya itu dengan perintah Itulah perintah Al Bari (Allah). "
0 Komentar untuk "Kemerdekaan, Kebebasan Berikhtiar Dalam Islam"

Back To Top