Risalah Imam Malik

Dari Malik kepada Al-Laith bin Saad : Selamat sejahtera atas engkau, saya memuji Tuhan dan tidak ada Tuhan selain Dia (Allah) biar Allah memelihara saya dan engkau dengan taat padanya lahir dan batin dan biar ia melepaskan saya engkau dari dan tiruana masalah yang tidak disenanginya.

Ketahuilah, biar Allah memdiberi rahmat pada engkau, dan saya tahu bahwa engkau memdiberi fatwa kepada insan wacana hal-hal yang berlawanan dengan kebanyakan orang-orang di sekitarku. Begitu juga dengan negeri kita sekarang. Engkau bertanggung jawaban secara keseluruhannya terhadap penduduk engkau, dan engkau diperlukan oleh mereka sebelum engkau, dan mereka berpegang kepada apa-apa yang hadir dari engkau, hendaklah benar-benar engkau menjaga diri, dan hendaklah engkau menuruti masalah yang melepaskan diri engkau karena Allah berfirman dalam kitab suci Al-Quran :

Artinya : Orang-orang yang terlampau lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka infinit di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. At-Taubah : 100).

Artinya : Sampaikanlah diberita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan Perkataan kemudian mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang sudah didiberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.(QS. Az-Zumar : 17 dan 18)

Manusia ialah pengikut kepada orang-orang Madinah, padanya berlaku Hijrah di sana diturunkan Al-Quran dan dihalalkan perkara-perkara yang halal dan diharamkan masalah yang haram karena Rasulullah berada bersama mereka dan wahyu masih diturunkan kepadaNya. Beliau memerintahkan mereka, mereka mematuhiNya, Rasul memerintahkan suatu kepada mereka, mereka mengikuti sehingga junjungan kembali ke rahmatullah. Beliau menentukan untuk mereka menuruti apa yang terdapat di sisi Rasulullah shalawat dan salam atas mereka, juga rahmat dan berkat.

Kemudian orang-orang yang terakhir menuruti ajaran-ajarannya, orang banyak pun mengikuti mereka dan siapa yang menjalankan perkara-perkara berdasarkan aturan yang diturunkan, apa-apa yang mereka lakukan mereka jalankan dan apa yang tidak diketahui ditanyakan. Kemudian mereka mengambil pendapat yang lebih berpengaruh mengikuti ijtihad dan apa yang berlaku di zaman itu, dan apabila ada perperihalan dari orang lain atau pun ada pendapat yang lebih berpengaruh dan baik mereka meninggalkan pendapat mereka, terus berpegang dengan yang lain.

Orang yang terkemudian (At-Tabi’in) mengikuti jalan-jalan ini juga. Apabila suatu masalah yang sudah dijalankan oleh orang banyak maka saya tidak berpikir ada seorang pun yang meninggalkan apa yang terdapat di kalangan mereka yang sudah menjadi warisan dan tidak harus mereka nafikan dan tidak pula harus mereka tonjol-tonjolkan.

Sekiranya penduduk negeri lain beropini : Bahwa pekerjaan ini ialah pendapat di negeri kami dan ini ialah pekerjaan mereka, yang terlampau dari kami, mereka itu dihentikan dipercayai dan tidak pula masalah ini diharuskan bagi mereka.

Hendaklah engkau pikirkan biar engkau didiberi rahmat – apa yang saya tuliskan kepada engkau, dan ingatlah bahwa saya berharap masalah yang mendorong ku untuk menulis surat ini ialah dengan niat yang lapang dada karena Allah saja penyudahan ialah dari engkau dan begitu juga pilihan. Sekiranya engkau mengikuti harus ingat bahwa saya tidak memaksakan engkau dengan pesan yang tersirat itu.

Semoga Allah memdiberi taufik kepada ku dan engkau untuk taat terhadapNya dan terhadap RasulNya dalam tiruana masalah di setiap masa . . . wassalamu alaikum warahmatullah. 
Di antara permasalahan yang disebutkan oleh Imam Malik dalam suratnya dan Al-Laith menjawaban serta tetapkan adanya perselisihan, yaitu : 
  • Shalat jama’ antara dua shalat yaitu menunaikan dua shalat dalam satu waktu, yang disebut jama’ taqdim dan jama’ ta’khir. Tidak ada perselisihan wacana antara Dhuhur dan Ashar di “Arfah” ialah jama’ taqdim dan shalat jama’ antara Maghrib dengan Isya’ di Muzdalifah ialah jama’ ta’khir. Keduanya ialah sunat. Tetapi yang menjadi perselisihan ialah wacana dikumpulkan di kawasan yang lain dari dua kawasan yang tersebut. Jumhur ulama mengharuskan jikalau terdapat karena yang mengharuskan, jikalau Imam Abu Hanifah tidak membenarkan. Mereka berselisih pula wacana shalat jama’ dengan karena hujan di kawasan kediaman sendiri. Imam Syafii mengharuskan pada shalat malam saja (Magrib dan Isya’) Al-Laith tidak membenarkan sama sekali. 
  • Penghukuman dengan seorang saksi dan sumpah orang yang mendakwa. Imam Malik, Syafi’i, Ahmad Daud, Abu Tsaur dan para fuqaha Madinah yang tujuh mendapatkan (mengharuskan) dalam duduk masalah harta benda sementara Abu Hanifah, Al-Laith, At-Tsaur dan Al-Auz’i tidak mengharuskan, Jumhur orang-orang Irak mengharuskan tiruana benda. 
  • Masalah kapankah diwajibkan bagi istri menuntut mas-kawin yang ditangguhkan? Sahabat-teman akrab Rasulullah shalawat dan salam atas mereka tiruananya beropini bahwa tidak harus bagi istri menuntut mas-kawin yang ditangguhkan kecuali dengan karena berlaku talak dan mati. Dan ada pula mereka yang menyampaikan jikalau istri mensyaratkan menlampaukan tiruana mas-kawin maka wajib dilampaukan dan jikalau suami mensyaratkan tangguh tiruananya maka baginya harus berbuat demikian.
  • Sumpah, suami yang bersumpah tidak mau mendekati istrinya selama empat bulan atau lebih atau tidak ditentukan waktunya. Al-Quran menunjukan masalah ini :           •        •     Artinya : Kepada orang-orang yang bersumpah (meng-ilaa') isterinya didiberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jikalau mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jikalau mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 226 dan 227) Para fuqaha bersepakat bahwa apabila masa tersebut sudah genap, tetapi ia belum mendekatinya maka berlakuklah perceraian di antara keduanya. Sementara Abu Hanifah dan rekan-rekannya juga At-Tsaur beropini talak berlaku dengan berakhirnya masa,. Malik, Al-Laith, Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan Daud berkata : Bagi suami menyempurnakan dan kembali kepada istrinya dan baginya harus mentalak istrinya. 
  • Apabila seorang istri didiberi hak mentalak dirinya atau suaminya mengalah kepadanya, Imam Malik beropini begitu juga Abu Hanifah, Syafi’i, Al-Auz’i dan sebagain dari ulama bagi istri ada pilihan : Jika ia menentukan hendak infinit dengan suaminya ia tetap abadi. Dan jikalau istri menentukan mentalak ia tertalak. Ibnu Hazim berkata : Istri tidak mempunyai sesuatu karena apa yang didiberikan oleh syara’ kepada lelaki maka tidak harus kita memdiberi kepada perempuan. 
  • Masalah seorang lelaki yang kawin dengan hamba (amah) orang lain kemudian ia membelinya. Atau seorang wanita merdeka yang kawin dengan seorang hamba kemudian ia membelinya. Para fuqaha bersepakat bahwa terpaksa nikah di dua situasi. 
  • Masalah shalat dan khutbah karena shalat minta hujan, dan yang manakah yang patut dilampaukan khutbah atau sembahyang? Imam Malik dan juga Imam Syafi’i beropini harus dilampaukan shalat dan Al-Laith dan Daud beropini hendaklah dilampaukan khutbah. 
  • Masalah zakat perkongsian, Malik bependapat tidak wajib melainkan setelah tiap-tiap potongan sudah cukup nisabnya. Al-Laith beropini bahwa harta perkongsian ialah sama dengan harta seorang saja. 
  • Masalah seorang yang dihukumkan muflis (bengkerap) apakah hukumnya jikalau ia membeli suatu barang dan si penjual belum mendapatkan uang bayaran dengan cukup? Malik beropini harus bagi penjual membayar kembali uang yang diterima kemudian haruslah baginya menarikdanunik barang yang dijual atau bagi penjual harus memaksa supaya ia membayarnya. Al-Laith juga beropini harus dipaksa si pembeli yang muflis itu membayar harga yang tinggalkan jikalau ia sudah terima setengah dari harga barang itu. 
  • Saham atau potongan bagi tentara penunggang harta ghanimah (harta yang didapat dengan kemenangan perang), Abu Hanifah mengharuskan bagi penunggang kuda mengambil dua bagian, satu untuk dirinya dan satu potongan lagi untuk kudanya. Malik, Al-Laith, Al-Auz’i dan lain-lain mengharuskan tentara kuda mengambil tiga bagian. Satu potongan untuk dirinya dan dua potongan untuk kudanya. 

Abu Hanifah berkata : Aku tidak memdiberi potongan kepada hewan lebih banyak daripada manusia. 

INI di antara masalah-masalah yang diperselisihkan yang disebut oleh Imam Malik dalam risalahnya kepada Al-Laith. Untuk lebih lanjutnya Al-Laith sudah menjawaban risalah Malik. Al-Laith sudah sebut dalam surat jawabanannya berdasarkan apa yang sanggup kita pahami bahwa dia sudah menulis kepada Malik untuk mendapatkan tanggapan dan pengakuan. Kita tidak sebutkan dalam surat tersebut karena Malik tidak sebut dalam suratnya. 

Al-Laith menyampaikan kesenangan hatinya karena Malik tidak menyampaikan perhatian kepada suratnya. Al-Laith sangat baiklah dengan pendapat Malik wacana taraf kedudukan orang-orang Madinah tetapi dia mengingatkan bahwa ‘Al-Ijtihad’ ialah juga dari amalan orang-orang terlampau, dari golongan Muhajirin dan Anshar dan juga jalan bagi mereka yang mengikuti perkara-perkara yang baik apabila tidak terputus dalam nas dia mengingatkan juga bahwa sobat dekat-teman akrab Rasulullah saw. pernah berselisih paham di dalam beberapa duduk masalah dan demikian juga ‘At-tabi’in. 

Al-Laith pada kesudahannya membeberkan masalah-masalah yang diperselisihkan dengan Malik dan dia mempertahankan pendapat-pendapatnya. Menurut apa yang kita ketahui dengan ringkas wacana permasalahan, kita kemukakan di sini jawabanan Al-Laith : Selamat sejahtera atas engkau. Aku memuji Allah dan mendapatkan kasih kepadaNya, tidak ada Tuhan selain Allah yang disembah dengan sebenar-benarnya melainkan Dia (Allah) dan seterusnya. cepatdangampang-gampangan Allah mempersembahkan kesehatan kepada kami dan engkau dan gampang-gampangan dianugerahkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. 

Surat engkau sudah ku terima, engkau sudah sebut wacana kebaikan dirimu yang sangat sangat senang hatiku. Aku berdoa biar Allah abadikan engkau dalam keadaan yang demikian. Dan disempurnakan lagi apabila engkau bersyukur dan didiberi perhiasan dengan rahmatNya. Engkau sudah sebut juga wacana surat yang saya tujukan kepada engkau dan engkau sudah sebut juga wacana pendirian engkau terhadap surat itu dan engkau sudah akhiri dengan tanda mohon engkau dan surat itu sudah kami terima. Semoga Allah memdiberi jawaban yang baik atas engkau. Bahwa surat itu ialah surat dari engkau untuk kami. Aku ingin menunjukan hakikat surat itu dengan pandangan dari kami. 

Engkau sudah sebut bahwa suratku sangat menggembirakan disebabkan pernghargaan ku terhadap engkau sehingga dalam permulaan suratku dan nasihatmu mengharapkan supaya surat itu menjadi kawasan perhatian dan ia tidak mencegahmu dari masalah yang engkau percayakan selain sangat baik tanggapan terhadap kami. Kalau sudah tidak tentu saya tidak akan memperingatkan engkau dengan cara ini. 

Sesungguhnya engkau sanggup mengetahui bahwa saya mempersembahkan fatwa-fatwa dengan fatwa yang berlawanan dengan pendapatnya sebagian insan di negeri engkau. Dan bahwa hendaklah saya menjaga diriku karena pegangan orang-orang sebelumnya saya dengan apa yang sudah kudiberikan fatwa kepada mereka. Dan sesungguhnya tiruana insan menjadi pengikutnya orang-orang Madinah yang menjadi kawasan hijrah dan di sana juga Al-Quran diturunkan. 

Sebenarnya tuduhan engkau itu ialah benar Insya Allah. Dan saya termasuk di bawah orang yang engkau kehendaki. Aku tidak pernah menjumpai seorang pun yang diberilmu saya benci kepdanya karena fatwa-fatwanya yang luar biasa, dan saya pula sangat membela ulama Madinah yang sudah lampau. Aku tidak mengambil yang salah terhadap fatwa yang mereka bersepakat terhadap aku. Segala kebanggaan spesialuntuk kepada Allah yang tidak ada yang lain selain bagiNya. 

Berkenaan dengan apa yang sudah engkau sebutkan wacana makam Rasulullah di Madinah, dan juga di sana diturunkannya Al-Quran dan di sana juga terdapat sobat dekat-teman akrab Rasulullah, tiruana insan ialah pengikutnya sebagaimana sudah engkau ketahui. 

Berkenaan dengan ayat :

Artinya : Bahwa banyak dari orang yang terlampau keluar berjihad karena mengharapkan keridhan Allah, mereka menyatukan negeri-negeri Islam dan banyak insan yang menuruti mereka. Mereka berpegang kepada ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah, dan mereka berjihad mengikuti pendapat mereka wacana perkara-perkara yang tidak dierngkan oleh Al-Quran dan hadits Rasulullah saw. (QS. A-Taubah : 100). 

Orang yang menggantikan mereka ialah Abu Bakar, Umar dan Utsman mereka dipilih oleh orang Islam, dan mereka bertiga tidak sekali-kali mengurangi persediaan untuk melatih tentara-tentara Islam, dan tidak pula mereka mengabaikannya. Bahkan mereka tetap menegakkan agama Islam, dan mereka memdiberi perintah supaya tidakboleh berselisih dengan ajaran-ajaran Al-Quran dan Nabinya. Mereka tidak sedikit pun meninggalkan perkara-perkara yang diterangkan oleh Al-Quran, atau pun yang diamalkan oleh Rasulullah saw. atau perintah-perintah yang ditunjukkan untuk mereka yang sesudahnya, mereka sampaikan kepada mereka tiruananya. 

Apabila hadir sesuatu masalah yang dibentuk oleh sobat dekat-teman akrab Rasulullah saw. di Mesir, Syam dan Irak yaitu semasa Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka tetap berpegang dengan ajaran-ajaran itu sepanjang hidup mereka. Mereka tidak menyuruh kepada ajaran-ajaran yang lain. Kita tidak mendapatkan bahwa Nabi mengharuskan negeri Islam mengadakan sesuatu masalah yang tidak dibentuk oleh orang yang terlampau dari sobat akrab Rasulullah saw, begitu juga At-Tabi’in. 

Sahabat-teman akrab Rasulullah berselisih juga dalam mempersembahkan fatwa-fatwanya. Sebenarnya kalau tidak disebabkan saya sudah mengetahui bahwa engkau sudah paham wacana duduk masalah itu sudah tentu saya tidak menulis kepada engkau. Para At-tabi’in juga pernah berselisih dalam beberapa perkara, seumpamanya Said bin Al-Musayyab dan mereka yang lainnya, orang yang setelah mereka juga berselisih. Sebagian dari mereka berada di Madinah dan juga di lain-lain tempat. 

Orang yang menjadi pemimpin mereka pada masa itu ialah Ibnu Syuhaib dan Rabi’ah bin Abi Abdur-Rahman. 

Ada pun perselisihan antara Rabi’ah dengan orang-orang terlampau, sebetulnya engkau sudah mengetahui dan engkau berada bersamanya. Aku mendengar pendapatmu dalam hal ini, dan juga pendapat orang-orang yang bijaksana pintar dari Madinah, menyerupai : Yahya bin Said, ‘Ubaidillah bin Umar dan lain-lain dari golongan orang yang lebih muda darimu dan tidak kurang juga dari orang-orang yang lebih renta darinya, sehingga engkau terpaksa meninggalkan majlis tersebut karena engkau tidak baiklah dengannya. 

Pandanganmu dan Abdul; Aziz bin Abdullah wacana merendah-rendahkan Rabi’ah dalam masalah tersebut di atas yang mana engkau berdua menyetujui atas penolakan itu, memang engkau membenci terhadap masalah yang saya benci sungguhpun demikian kebaikan Rabi’ah ialah juga sangat banyak, dan pikirannya juga cerdas lidahnya tajam, kelebihan-kelebihannya sangat faktual tiruana perjalanan hidupnya dicurahkan untuk agama Islam. Jika bergaul dengan sobat dekat-teman dekatnya pada ‘am dan dengan kita khasnya ialah baik. cepatdangampang-gampangan Allah memdiberi rahmat kepadanya serta diampuni dosanya, serta didiberi ganjaran yang lebih sesuai dengan amalannya. 

sepertiyang yang kita ketahui bahwa perselisihan Ibnu Syihab ialah sangat banyak. Apabila dia ditanya dalam suatu masalah, dengan kecerdasan akalnya sanggup diselesaikan (dipecahkan) tiga perkara, mereka mengKoreksi antara yang satu dengan yang lain sehingga tidak disadari sehingga apa yang dipikirkan dalam masalah itu. INI yang menyebabkan saya meninggalkan masalah yang tidak engkau setujui saya tinggalkan. 

Kamu sudah mengetahui juga karena yang kuingkari keharusan shalat jama’ di negeri-negeri Islam saat malam hujan, sebetulnya hujan di negeri Syam lebih banyak dari hujan di Madinah, dan ini tidak ada yang mengetahui sebabnya melainkan spesialuntuk Allah, pada hal ini tidak seorangpun yang diberiman mengharuskan shalat jama’ saat malam hujan, antara mereka itu : Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah, Khalid bin Al-Walid, Yazid bin Abi Sufyan, Umar bin Al-‘As dan Mu’az bin Jabal. 

Mengikuti apa yang kami ketahui bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda :

 اعلمكم بالحلال والحرم معاذابن جبل. 

Artinya : Orang yang lebih mengetahui wacana halal dan haram ialah Mu’az bin Jabal. 

Dan juga dikatakan bahwa pada hari final zaman Mu’az menlampaui ulama-ulama dengan kelebihannya, dan begitu juga Syurahbil bin Hasanah, Abu Darda dan Bilal bin Rabah. 

Di antara mereka itu juga : Di Mesir, Abu Zar, Az-Zubir bin Al-‘Awwam dan Sa’d bin Wakkas, di Hims pula tujuh orang dari Ahli Badr, dan seluruh negeri-negeri Islam, di Irak ialah Ibnu Mas’ud Huzaifah bin Al-Yaman, Imran bin Al-Husain, Amirul-Mu’minin, Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang lagi dari sobat dekat-teman akrab Rasulullah, mereka beberapa tahun tidak menggabungkan shalat antara Maghrib dan Isya’ 

Di antara duduk masalah yang lain pula ialah berkaitan dengan eksekusi yang berdasarkan kepada seorang saksi dan sumpahnya orang yang menuduh . . .engkau sudah mengetahui bahwa aturan ini masih berjalan di Madinah sedangkan tidak seorang pun dari para sobat akrab Rasulullah saw. yang menghukum sedemikian menyerupai di Syam, Hims, Mesir dan Irak, dan tidak seorang pun dari Khalifah Ar-Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali yang menulis kepada mereka. 

sepertiyang sudah engkau ketahui dari sejarah, apabila Umar bin Abdul Aziz memegang jabatan Khalifah, dia seorang yang sangat tegas dan bekerja keras untuk menegakkan agama, dia seorang yang sangat bijaksana serta sangat mengetahui perkara-perkara yang berlaku di kalangan manusia. Pada suatu masa Zuraik bin Al-Hakam menulis surat kepadanya katanya : Tuan menghukum di Madinah berdasarkan kepada seorang saksi atau dengan sumpah orang menuduhi. Khalifah menjawaban kepadanya dengan kata-katanya : Bahwa kami menghukum dengan cara yang demikian di Madinah, tetapi kami mengetahui orang-orang Syam menghukum dengan cara yang lain. Maka tidakbolehlah engkau menghukum kecuali dengan seorang saksi yang adil atau dengan dua orang saksi perempuan. 

Khalifah tidak pernah menggabungkan shalat Maghrib dengan Isya’ di waktu malam saat hujan, sedangkan hujan turun dengan lebat saat dia berada di rumahnya di Khanasirah. 

Di antara duduk masalah yang diperselisihkan juga ialah, bahwa orang-orang Madinah mengharuskan pembayaran mas-kawin (sadak) yang ditangguhkan apabila istri memintanya. Para ulama Irak dan Syam bersepakat dengan orang-orang Madinah dalam duduk masalah ini dan begitu juga pendapat orang-orang Mesir, sedangkan tidak seorang pun dari sobat akrab Rasulullah dan mereka selepasnya menghukum sebagaimana orang-orang Irak, Syam dan Mesir kecuali perceraian yang berlaku dengan karena mati atau pun talak, dengan keadaan yang menyerupai ini barulah wanita berhak menuntut mas-kawin yang ditangguhkan. 

Masalah yang lain pula ialah wacana sumpah yaitu apabila seorang suami bersumpah tidak mau mengumpuli (jima’) istrinya dalam masa empat bulan, maka istrinya tidak tercerai melainkan setelah disempurnakan (yukaf) sekalipun sudah genap empat bulan. Sedangkan Nafi’ menceritakan kepadaku mengikuti apa yang diterima dari Abdullah bin Umar, dia ialah seorang yang menceritakan wacana (taukif) yang tersebut selepas beberapa bulan, dia menyampaikan atau menunjukan wacana jumlah (Ila) sebagaimana yang tersebut di dalam kitab suci Al-Quran katanya : 

Tidak diharuskan bagi orang yang bersumpah mendekati istrinya apabila hingga waktunya melainkan setelah disempurnakan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah ataupun ia menceraikan istrinya. 

Kamu beropini sekiranya ia tidak membuat sesuatu pada hal waktu empat bulan sudah cukup sedangkan suami belum bertindak sesuatu maka talak tidak jatuh. 

Manurut apa yang saya ketahui bahwa Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Kubaisah bin Duaib dan Abu Salamah bin U’uf berkata : apabila genap empat bulan maka jatuhlah talak ba’in, sementara Said bin Al-Musayyah beropini : apabila genap empat bulan maka jatuh satu talak, dan diharuskan suami kembali (ruju’) saat dalam masa iddah. 

Antara lain pula bahwa Zaid bin Tsabit pernah berkata : Apabila suami, memdiberi kuasa talak kepada istri, si istri baiklah hidup dengan suaminya, hukumnya jatuh satu talak, dan jjika istri mentalak dirinya sendiri dengan tiga talak gugur satu talak juga, pendapat ini sama dengan pendapat Abdullah bin Marwan. 

Rabi’ah bin Abdur-Rahman berkata : hampir keseluruhan insan bersepakat bahwa jiwa istri menentukan hidup bersama suaminya hukumnya tidak jatuh talak, dan jikalau istri mencerai dirinya sama dengan satu talak atau dua harus baginya kembali (ruju’) kepada istrinya, tetapi jikalau istri mencerai dengan tiga talak hukumnya ialah talak ba’in, dan dihentikan bagi suaminya mengawini lagi dengan istri yang dicerai dengan talak ba’in melainkan setelah si istri berkawin dengan seorang pria yang lain, dan suami yang gres itu menceraikannya setelah melaksanakan persetubuhan yang sah, atau pun dengan karena suami yang gres itu meninggal dunia, kecuali jikalau si suami yang terlampau berkata : Aku memdiberi kuasa satu talak saja, si suami hendaklah bersumpah membenarkan percakapan kemudian di asingkan di antara keduanya. 

Di antara duduk masalah yang lain pula bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata : Siapa saja dari kaum lelaki kawin dengan hamba (amah) kemudian mereka membelinya, dengan pembelian itu suaminya sudah menjatuhkan tiga talak, begitu juga pendapat Rabi’ah. Hukumnya ialah sama jikalau seorang wanita merdeka kawin dengan seorang hamba lelaki kemudian ia membelinya. 

Sebenarnya kami mengetahui dari engkau juga wacana fatwa bagi orang yang dipaksa. Aku sudah menulis kepada engkau dalam setengah dari duduk masalah tersebut, tetapi engkau tidak memdiberi keterangan dalam duduk masalah yang saya sebutkan itu. Aku ragu masalah ini menyusahkanmu karena itu saya tidak menyebutnya, begitu juga masalah yang engkau sebutkan berdasarkan pendapatmu. 

Antara lain pula, saya mengetahui bahwa engkau meminta Zufar menlampaukan shalat dari khutbah semasa melaksanakan istisqa’ (minta hujan), dalam hal ini engkau sudah membuat suatu pekara yang luar biasa karena khutbah dan shalat minta hujan ialah sama dengan shalat jumat kecuali imam hendaklah berdoa minta hujan setelah selesai dari khutbah, kemudian barulah dilakukan shalat. Sedangkan Umar bin Abdul Aziz, Abu Bakar bin Muhammad, Ibnu Hazm dan lain-lain membaca khutbah dan berdoa minta hujan sebelum melaksanakan shalat, jadi perbuatan Zufar ialah menyasarkan seluruh insan pada masa itu, karena itu mereka ingkari. 

Antara lain pula, ialah engkau beropini bahwa harta yang bercampur dengan perkongsian tidak diwajibkan zakat kecuali tiap-tiap potongan sudah cukup nisabnya, tetapi berdasarkan Umar bin Al-Khattab bahwa diwajibkan zakat walaupun tidak sama bagiannya dan aturan ini pernah berlaku semasa Umar in Abdul Aziz dan lain-lain, sedangkan berdasarkan wilayah yang diceritakan oleh Yahya bin Said bahwa hal ini pernah dilakukan oleh selain dari para ulama yang terkemuka pada masa itu. Semoga Allah memdiberi rahmat dan kasih akung kepadanya serta diampuni dosanya juga dimasukkannya ke dalam surga. 

Di antara lain pula bahwa engkau beropini : apabila seorang menjual barang miliknya kepada seorang tiba-tiba orang itu (pembeli) tersebut jatuh miskin (bangkrut) dan sebagian dari barang tersebut sudah dibawa bicara di muka hakim atau pun pembeli sudah membelanjakan sebagian daripadanya, maka hendaklah penjual mengambil barang yang masih tinggal sedangkan orang banyak beropini bahwa apabila sudah dibawa bicara di muka hakim atau pembeli sudah membelanjakan sebagian dari barang itu, maka barang itu tidak dikira sebagian dari barang tersebut. 

Antara lain lagi, bahwa Nabi saw. pernah mempersembahkan kepada Zubir bin Al-‘Awwam satu potongan saja selaku tentara berkuda, pda hal seluruh insan pada waktu itu menceritakan bahwa Rasulullah memdiberi empat potongan untuk dua orang tentara berkuda dan menahan orang yang ketiga, sedangkan orang banyak beropini sebagai diberikut : 

Orang-orang Syam, Mesir, Irak dan juga Afrika tidak berselisih dengan pendapat orang berbagai pun diberita itu engkau mendengarnya dari orang yang tidak sehat akalnya. 

Aku tinggalkan banyak lagi masalah yang hampir sama dengan masalah-masalah tersebut di atas. Aku berharap biar engkau mendapat taufik dan hidayah dari Allah dan didiberi umur panjang dan gampang-gampangan orang banyak sanggup mengambil faedah dari engkau, dan saya bimbang kalau orang yang semacam engkau akan hilang, saya tetap memuliakan sekalipun kita berada berjauhan tempat. 

INI taraf engkau pada pandanganku maka hendaklah engkau yakin dan percaya hal ini. Aku berharap engkau selalu menulis surat kepadaku biar saya sanggup mengetahui diberitamu dan juga keluargamu. 

Syukur kepada Allah, sewaktu menulis surat ini engkau tiruana dalam keadaan sehat dan baik. Kami berharap biar Allah mengaruniakan kepada kami dan tuan tiruana kesyukuran atas nikmat yang sudah didiberikan kepada kita dan disempurnakannya. Akhirnya salam sejahtera dan rahmat atas engkau. 

Risalah yang tersebut di atas ialah dianggap suatu teladan yang baik dalam perdebatan ilmiah antara dua orang sarjana dalam bidang ilmu fiqih dan ilmu-ilmumu yang lain di kalangan umat Islam. 

Risalah tersebut menyampaikan kepada kita suatu teladan yang baik wacana adat perdebatan, yaitu hendaklah dengan tuan untuk mencari kebenaran (hak) serta hendaklah terlebih lampau dikaji dengan teliti wacana duduk masalah yang diperbincangkan dan hendaklah dengan jalan yang baik dan jujur. 

Kita sudah melihat bagaimana Imam Malik memulai percakapannya, yaitu dengan bahasa yang halus, lemah lembut dan mulia, kemudian dengan doa restu dan dengan halus pula dia menyebut pendapatnya wacana apa yang didapati dari surat rekannya, kemudian dia sertakan pula kata-katanya yang berupa penghormatan bagi Al-Laith katanya : Oleh karena amanah engkau, kemuliaan engkau dan juga taraf engkau di antara penduduk negeri engkau maka sudah sewajarnya engkau menjaga diri dan mengikuti perkara-perkara yang menyelamatkan pengikut-pengikutmu. 

Kemudian Imam Malik menyebut pula dalil-dalil dari Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah juga amalan-amalan yang dilakukan oleh sobat dekat-teman akrab dan pengikut-pengikut (At-Tabi’in) di samping dia berharap pula supaya rekannya memahami isi surat yang ditulis. Tidak ketinggalan pula Malik sebut lain melainkan karena Allah saja. Lantaran itu dia tidak panjang lebarkan percakapannya, karena ini ialah berupa nasihat, dan peringatan, apa yang diperlukan dari surat tersebut ialah supaya rekannya (Al-Laith) menyimak kembali pendapat-pendapat dan pikiran yang dituliskan dalam suratnya. 

Sudah menjadi kebiasaan Al-Laith pula akan menjawaban dengan lebih panjang untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya dan disertakan pula dengan dalil-dalil bagi pendapatnya, juga untuk memuaskan hati rekannya. Sikap dan pendapatnya ialah benar dan lurus. 

Sungguhpun Al-Laith terpaksa bercakap panjang lebar tetapi dia tidak keluar dari adab-adab pembahasan serta menjaga kehormatan rekannya. 

Al-Laith memakai bahasa yang lemah lembut dan halus di samping itu mendapatkan teguran rekannya dengan dada yang lapang. Al-laith tidak ketinggalan menyebut kejadian yang berlaku yang dihadiri oleh Malik sendiri atau Malik menyaksikan atau sebagai saksi dalam kejadian itu. 

Kebijakan Al-Laith ternyata apabila ia mencoba membawakan alasan atau hujjah yang memaksa Malik menerimanya yaitu jikalau dia sebut beberapa fatwa yang diamalkan oleh guru-gurunya sendiri, menyerupai Yahya bin Said, Rabi’ah Abdur-Rahman dan Ibnu Syihab Az-Zuhri, seakan-akan Al-Laith berkata bahwa fatwa atau amalan-amalan yang dilakukan oleh orang banyak ialah didukung oleh guru-gurunya. 

Al-Laith sebut pula wacana surat yang ditulis sebelum dari suratnya tersebut, tetapi malik tidak menyinggung dalam hal ini. Oleh karena Al-laith merasa ragu dalam masalah yang disebutkan dalam surat di atas menyulitkan Malik, karena itu dia tidak menyinggung dalam suratnya yang final ini. 

Pada kesudahannya Al-Laith mendoakan Imam Malik menyerupai katanya : Aku cinta dan kasih kiranya Allah memdiberi taufik (petunjuk) kepada engkau serta diperpanjang umurnya sehingga insan sanggup mengambil faedah dari engkau. Aku rasa keraguan orang semacam engkau tidak ada lagi apabila engkau meninggal. . . . . . . . 

Kedua risalah tersebut ialah menjadi citra yang indah dan baik wacana adat dan tata cara berbicara antara para ulama dan para jago fiqih.
0 Komentar untuk "Risalah Imam Malik"

Back To Top