Bolehkah Mengganti/Menggunakan Harta Zakat?

Tidak ada perselisihan pendapat, bahwa zakat uang spesialuntuk boleh dikeluarkan dalam bentuk uang juga, dan tidak sah bagi siapa pun me-ngeluarkan penggantinya yang berupa barang seharga ukuran zakat yang wajib dikeluarkan. 

Dan apabila zakat itu dibayarkan oleh seseorang lewat orang lain, baik itu pemerintah, seorang wakil ataupun lainnya, maka mereka dilarang memakai harta zakat itu dengan cara yang sanggup mengeluarkannya dari tabi'atnya, sebelum hingga kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Imam an-Nawawi RH berkata: "Menurut sahabat dekat- sahabat bersahabat kami, pemerintah maupun petugas dilarang menjual sedikit pun harta zakat tanpa darurat, tetapi wajib menyampaikannya kepada mereka yang berhak menerimanya dalam bentuk harta zakat itu sendiri. Karena peserta zakat itu sudah dewasa, tidak memerlukan perwalian. melaluiataubersamaini demikian, dilarang menjual harta mereka tanpa seizin mereka." (Al-Majmu'6:178) 

Darurat yang dikatakan oleh an-Nawawi RH tersebut di atas, con-tohnya apabila seseorang khawatir zakat yang wajib dikeluarkan itu rusak atau binasa sebelum hingga kepada para penerimanya, atau memerlukan biaya angkutan, kemudian untuk itu beliau menjual sebagian daripadanya. 

Berdasarkan itu tiruana, maka kepada para pengurus Badan-Badan Sosial yang berhati ikhlas, marilah kita perhatikan hal-hal sebagai diberikut: Bahwasanya mereka dilarang memakai harta yang diserahkan kepada mereka sebagai zakat, umpamanya untuk membeli materi masakan atau lainnya yang mereka diberikan kepada orang-orang yang berhak mendapatkan zakat, dengan alasan kasihan kepada mereka dan demi kepentingan mereka sendiri. Karena dengan demikian mereka tidak sanggup lagi mengambil harta zakat itu, kemudian menggunakannya sendiri bagi kepentingan mereka yang gotong royong dan kepentingan belum dewasa dan keluarga mereka. Dan kami nasihatkan kepada para pengurus yang iklas itu, jikalau mereka benar-benar menginginkan pahala dan ganjaran dari Allah, maka tidakboleh hendaknya mereka mengangkat diri mereka sendiri sebagai pembuat syari'at, tidakboleh mereka-reka kemaslahatan dalam syari'at Allah berdasarkan fikiran mereka sendiri, dan tidakboleh menimbulkan diri mereka wali-wali atas orang-orang yang Allah 'Azza"Wa Jalla tidak menimbulkan perwalian atas mereka, tetapi hendaklah mereka senantiasa memperhatikan apa yang sudah dinukil oleh an Nawawi RH dari pada para Ulama yang mulia, yaitu bahwa peserta zakat itu sudah dewasa, tidak memerlukan perwalian. Oleh lantaran itu, dilarang memakai harta yang kita ditugaskan menyampaikannya kepada mereka, tanpa seizin mereka. Keizinan mereka spesialuntuk sanggup dianggap benar setelah di bayarkannya hak mereka kepada mereka, dan mereka terima sendiri hak itu kemudian berada dalam genggaman tangan mereka. 

Iman an-Nawawi RA menyampaikan pula: "Kata sahabat dekat-teman bersahabat kami, kalau ada sebuntut unta, atau sebuntut sapi, atau sebuntut kambing yang wajib dikeluarkan sebagai zakat, maka pemilik harta itu dilarang menjualnya dan membagi-bagikan harganya kepada golongan-golongan peserta zakat, demikian tanpa ada perselisihan pendapat, tetapi golongan-golongan itu hendaknya dikumpulkan kemudian zakat itu didiberikan kepada mereka. Dan demikianlah pula hukumnya bagi pemerintah, berdasarkan Jumhur". (al-Majmu' 6:178) 

Dan hendaknya kita tidakboleh lupa bahwa zakat itu ibadat. Sedang ibadat itu tidak memdiberi daerah kepada pendapat dan ijtihad selain dengan batas-batas yang sempit. Oleh lantaran itu, dalam hal ibadat para fuqaha' berhenti pada nash-nash, tanpa mempedulikan kemaslahatan yang mungkin diperoleh dengan menyalahi nash-nash itu. 

Masih kata Imam an-Nawawi RH: "Menurut Imam al-Haramain, ihwal dalil sahabat dekat-teman bersahabat kami yang sanggup menjadi sandaran ialah, bahwa zakat itu qurbah (pendekatan) kepada Allah Ta'ala. Dan segala hal yang demikian, maka caranya dengan mengikuti perintah Allah Ta'ala terkena itu. Dan kalau ada seseorang berkata kepada wakilnya: "Belilah kain", sedang wakil itu tahu bahwa maksudnya biar berdagang', kemudian beliau menemukan barang lain yang lebih menguntungkan si pemdiberi mandat, namun wakil itu tetap dilarang melanggar perintahnya, sekalipun beliau tahu barang itu lebih menguntungkan. Maka, apalagi sesuatu yang wajib dikerjakan lantaran Allah Ta'ala atas perintahNya, itu lebih-lebih lagi wajib diikuti. (al-Majmu' 5:403). Maksudnya, kita dilarang melanggarnya, meski dengan alasan lebih berkhasiat dan menguntungkan.
0 Komentar untuk "Bolehkah Mengganti/Menggunakan Harta Zakat?"

Back To Top