Mendidik Dengan Keteladanan Adab Rasulullah

Allah swt. juga sudah mengajarkan — dan Dia ialah peletak metode samawi yang tiada taranya — bahwa Rasul yang diutus untuk memberikan risalah samawi kepada umat manusia, ialah seorang yang memiliki sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga, umat insan meneladaninya, berguru daripadanya, memenuhi panggilannya, memakai metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan budbahasa yang terpuji. 

Oleh alasannya itu, kenabian ialah penugasan (taklifi) bukan yang dicari-cari (iktisabi), alasannya Allah swt. lebih mengetahui di mana Ia menempatkan kiprah kerasulan. Dia juga lebih mengetahui wacana insan pilihan-Nya untuk dijadikan sebagai Rasul yang membawa kabar baik dan peringatan ! 

Oleh alasannya itu, mengutus Muhammad saw. sebagai teladan yang baik bagi umat Muslimin di sepanjang sejarah, dan bagi umat insan di setiap dikala dan tempat, sebagai pelita yang menerangi, sebagai purnama yang memdiberi petunjuk. 

Sesungguhnya sudah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik. (Q.S. 33:21) 

Hai Nabi, gotong royong Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemdiberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Q.S. 33 :45-46) 

Allah juga meletakkan dalam personalitas Muhammad saw. citra tepat untuk metode Islami, semoga menjadi citra yang hidup dan infinit bagi generasi-generasi umat selanjutnya dalam kesempurnaan budbahasa dan universalitas keagungannya. Sayyidah 'Aisyah ra. pernah ditanya wacana budbahasa Rasulullah saw. Beliau berkata:

 كَانَ خُلُُقُهُ القُُرْآنُ 

"Akhlaknya ialah Al-Qur’an". 

Jawaban tersebut sungguh dalam, singkat dan universal, yang menghimpun metode Al-Qur'an secara universal, dan prinsip- prinsip kebijaksanaan pekerti yang utama. Sungguh, Nabi Muhammad saw. ialah penerjemah hidup keutamaan-keutamaan Al-Qur'an, citra yang bergerak dari arahan-arahan Al-Qur'an yang awet! 

Siapakah yang bisa menyelami kedalaman jiwanya yang agung? 

Cukuplah bagi Rasulullah saw. untuk merasa besar hati dan mulia, bahwa dia sudah memproklamirkan wacana dirinya bahwa Allah Yang Maha Suci sudah membuat dan mendidiknya dalam suasana pendidikan yang mulia. Sehingga menjadi keafiatan bagi badan, sebagai matahari bagi alam semesta, sebagai purnama yang menerangi kepetangan malam. 

Al-Asakari dan Ibnu As-Sam'ani meriwayatkan dari Rasulullah sa w. bahwa dia bersabda:

 أََدَّ بَنِِِيْ رَبِّى فَأَحْسَنََ تَأْدِيْبِيْ 

"Tuhanku sudah mendidikku dengan pendidikan yang baik".( Hadits ini, sanad-nya terdapat kelemahan, tetapi maknanya shahih ) ) 

Yang menawarkan bahwa Allah mendidik Rasulullah, dan Rasulullah saw. diliputi perhatian Rabbani ialah sifat Rasulullah saw. dengan sifat-sifat kenabian yang asasi sebelum dan setelah diangkat sebagai Nabi. 

Juga sudah diketahui secara yakin, bahwa Rasulullah saw. belum pernah melaksanakan dosa dari banyak sekali dosa Jahiliyyah. Beliau dikenal sebagai orang suci, yang menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela. 

Sedang dilihat dari segi kejujuran, orang-orang pada zaman Jahiliyyah memanggil dia dengan ash-shadiqu 'l-amin (yang jujur, yang sanggup dipercaya), yaitu yang dikatakan dalam sekumpulan masyarakat besar umat manusia, "Kami tak pernah menemukan engkau berdusta". 

Dan dari segi kecerdasannya, tak seorang pun yang sanggup merendahkannya. Cukup bagi Rasulullah saw. untuk merasa besar hati dan mulia, ketika dia sanggup menemukan jalan keluar dalam pertikaian peletakan hajar aswad, dan menyelamatkan insan dari pertumpahan darah. 

Dari segi penyampaian (tabligh) dakwahnya, dia tidak merasa pulas nyenyak, hidup tenteram dan hati tenang, sehingga menyaksikan umatnya mendapatkan dakwah Islam yang dibawanya, dan masuk dalam agama Allah. Banyak ayat turun yang menganjurkan semoga Rasulullah saw. meentengkan kecemasan dan kesedihannya, menenangkan gerakan dan tabligh-nya sehingga jiwanya tidak binasa percuma. Di antara ayat-ayat tersebut ialah sebagai diberikut:

Maka barangkali engkau akan membunuh dirimu alasannya bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak diberiman kepada keterangan ini (Al-Qur'an). (Q.S. 18:6) 

Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup memdiberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memdiberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Q.S. 28:56) 

Maka tidakbolehlah dirimu binasa alasannya kesedihan terhadap mereka. (Q.S. 35:8)

Tetapi, dengan cara ini tiruana, Rasulullah saw. juga teladan dalam ketegaran dan keteguhan hatinya, bahkan dalam kesabarannya dan perjuangannya. Demikian pula para Rasul Ulul-'azmi lainnya, bersungguh-sungguh dan berjuang sehingga mereka menyaksikan kaumnya berduyun-duyun masuk ke dalam agama Allah. 

Akan halnya keteladanan yang sudah didiberikan oleh Rasulullah saw. wacana ibadah dan akhlak, hal tersebut berada dalam puncak keluhuran. Manusia menemukan ibadah Rasulullah saw. dan akhlaknya yang universal sebagai teladan yang paripurna dan pelita yang menerangi.
0 Komentar untuk "Mendidik Dengan Keteladanan Adab Rasulullah"

Back To Top