Abu Hanifah hidup pada zaman pemerintahan Al-Muawiyyah dan juga pada masa pemerintahan kerajaan Abbasiyyah tetapi dia mendukung ide-ide Al-Awiyyin dan tidak baiklah dengan wangsit Umayyah. Beliau keluar dari puak-puak Umayyah tetapi dia enggan oleh beberapa alasannya yaitu yang tidak sanggup dihindarkan.
Pada masa pemerintahan Umayyah salah seorang dari pembesar kerajaan Umayyah yaitu Yazid bin Hubairah meminta Abu Hanifah biar mau menjadi hakim (kadli) di kota Kufah. Beliau menolak usul tersebut dengan alasan tidak baiklah kepada tata cara Umayyah. Yazid minta denda kepada Abu Hanifah dengan seratus sepuluh rotan, pada tiap-tiap hari dipikul sebanyak sepuluh rotan. Abu Hanifah dengan tegas tidak mau mendapatkan tindakannya tidak beberapa usang Yazid membebaskannya.
Menurut setengah dari hebat sejarah bahwa Yazid tidak menyuruh Abu Hanifah menjadi hakim tetapi untuk menjaga Baitul-Mal. Walaupun Abu Hanifah sudah dibebasklan tetapi hidupnya tidak bebas dari pengawasan Umayyah. Beliau terus berpindah ke Mekah. Beliau tinggal di serambi Kabah. Beliau tinggal di Mekah kurang lebih selama enam tahun. Sewaktu di Mekah dia mencar ilmu ilmu fiqih dan hadits dan dia bertemu dengan beberapa orang anakdidiknya.
Di masa pemerintahan Abbasiyyah yang pertama Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur sudah sadar dan tahu bahwa Abu Hanifah tidak sependapat dengan pemerintahannya. Beliau selalu mengawasi Abu Hanifah karena dia hendak mengetahui maksud Abu Hanifah.
Abu Hanifah sangat tegas pendapatnya. Beliau dari satu masa ke masa tetap mempertahankan pendapatnya. Kadangkala dia membuat komen-komen dengan secara tidak pribadi dalam majlis pelajaran. Kadangkala dia mengKoreksi pemerintah. Semua tindak tanduk Abu Hanifah menusuk dada Al-Mansur. Al-Mansur mencari peluang untuk menahan Abu Hanifah. Beliau akibatnya menangkap Abu Hanifah pada waktu Abu Hanifah berada di Baghdad.
Cerita penangkapan Abu Hanifah yaitu sebagai diberikut :
Abu Ja’far meminta Abu Hanifah menjadi kadli dia menolak. Al-Mansur bersumpah supaya Abu hanifah menerima, tetapi Abu Hanifah bersumpah tidak mau menerimanya!.
Pada waktu itu Al-Rabi’i berada di situ, dia berkata kepada Abu Hanifah, “Tidakkah engkau pikir bahwa Amirul-Mukminin bersumpah?”
Abu Hanifah menjawaban, katanya bahwa Amirul-Mukminin hendaklah membayar kifarat sumpahnya dan tentu dia lebih berkuasa dariku !”. Abu Hanifah tetap menolak, kemudian Amirul Mukminin menahannya untuk beberapa hari. Tidak usang kemudian dia memanggil Abu Hanifah menghadapnya, dia sekali lagi, supaya dia (Abu Hanifah) menjadi kadli. Abu Hanifah menjawaban, “Aku tidak pantas menjadi kadli”.
Al-Mansur berkata kepada Abu Hanifah, “Engkau berkata bohong”.
Abu Hanifah terus berkata, “Amirul-Mukminin sudah menghukumkan saya seorang yang tidak harus menjadi kadli, karena dia sudah menuduh saya berbohong. Jika saya seorang pendusta tentulah tidak pantas (Karena pendusta itu tidak baik menjadi kadli) dan jikalau saya seorang yang benar sebetulnya saya sudah memdiberitahu Amirul-Mukminin bahwa akut idak pantas atau sesuai menjadi kadli”.
Demikianlah jawabanan Abu Hanifah terhadap apa yang diucapkan oleh Al-Mansur sehingga dia tidak sanggup menjawaban, dia terus menahan Abu Hanifah. Sewaktu dalam tahanan dia mengeluarkan Abu Hanifah beberapa kali serta membuat perjanjian-perjanjian, dia (Abu Hanifah) berkata kepada Amirul-Mukminin, “Hai Mansur, takutlah kepada Allah, tidakboleh engkau melantik melainkan orang yang takut kepada Allah. Demi Allah jiwaku tidak tenteram di kala saya mendapatkan dan bagaimana pula saya hendak menjadi tenteram dikala saya sedang marah?”
Ada suatu pendapat yang menyampaikan bahwa dia meninggal dunia dalam penjara, dan ada pula pendapat yang menyampaikan bahwa dia menjadi kadli dalam masa dua hari atau tiga, kemudian dia jatuh sakit, akibatnya meniggal dunia.
Abu Hanifah beropini bahwa ‘Al-Khilafah’ tidak harus turun temurun dan tidak juga dengan wasiat. Dan tidak pula dengan paksaan. Tetapi hendaklah dengan membuat perjanjian yang bebas, karena itu dia berkata, “Al-Khilafah hendaklah disetujui oleh tiruana orang mukmin juga dengan melalui musyawarah”.
Tag :
Mazhab Imam Besar
0 Komentar untuk "Abu Hanifah Dan Politik Pemerintahan"