Tadzakkur, Mengingat Allah Dan Bersyukur Atas Kenikmatan-Nya

Di antara hal-hal yang memmenolong seseorang—secara sempurna—dalam jihadnya melawan nafs dan setan." Nafs di sini maksudnya yakni an-nafs al-ammarah bi as-su', yaitu kekuatan syahwat dan kekuatan ghadhab, bukan nafs secara mutlak yang mencakup beberapa aspek juga kekuatan akal. Di antara hal-hal penting dalam kekuatan nalar (al-quwwah al-'aqilah), kekuatan wahm (al-quwwah al-wahimiyyah), kekuatan khayal ('al-quwwahal-mutakhayyilah), dan sebagainya. Bagaima­napun, kita akan mengakhiri pembahasan ini "walaupun masih banyak tema [dalam duduk masalah ini yang harus dibahas].” 

Definisi dan Pengertaian Tadzakkur dan Dzikra

“Dzikra dalam hal ini yakni mengingat Allah SWT dan kenikmatan-kenikmatanNya yang dianugerahkan kepada seseorang." 

Memuliakan Pemdiberi Kenikmatan, Yang Mahabesar, dan Yang Mahahadir Merupakan Dorongan Fitrah 

Tujuan tadzakkur yakni bersyukur, mengagungkan, dan taat kepada Allah SWT. Manusia dengan fitrahnya dijadikan berwatak menghormati, bersyukur, dan memuliakan Pemdiberi kenikmatan, Yang Mahabesar, dan Yang Maha hadir. 

Imam Khomeini r.a. sudah mengetengahkan pembahasan ini dan mengingatkan bahwa seseorang harus bersyukur dan taat kepada Allah dengan memperhatikan tiruana aspeknya. Berikut ini penjelasannya. 

Pertama, Menghormati Pemdiberi Kenikmatan ialah Dorongan Fitrah 

"Ketahuilah, menghormati dan mengagungkan Pemdiberi kenikmatan ialah dorongan fitrah yang insan dijadikan berwatak demikian dan kepentingannya ditentukan fitrah" di mana insan diciptakan dengan fitrah selalu bersyukur, memuliakan, dan menghormati siapa yang mempersembahkan kenikmatan kepadanya. Dalam hal ini, dua orang tidak tidak sama kecuali orang yang akalnya rusak dan fitrahnya menyim­pang. "Apabila siapa pun memperhatikan kitab (buku catatan amal) esensinya," yaitu di dalam nafs dan kekuatan-kekuatannya yang dianuge­rahkan Allah kepadanya, "tentu ia mendapati padanya tertulis bahwa ia harus mengagungkan siapa yang mempersembahkan kenikmatan kepada manusia." INI kitab yang akan disebarkan kepada insan pada penghisab terhadapmu.[ QS al-Isra [17]:1]" 

"Jelaslah, setiap kali kenikmatan itu semakin besar dan pamrih Pem­diberi kenikmatan semakin kecil, maka mengagungkan-Nya yakni lebih wajib dan lebih banyak, berdasarkan ketentuan fitrah. Terdapat—misal­nya—perbedaan yang terang antara menghormati dan menghargai seseorang yang memmenolong seujung kuda sambil menggerutu di belakang dengan menghormati dan menghargai orang yang menghibahkan se bidang kebun kepadanya dan tidak mengungkit-ungkitnya. Atau, misalnya, apabila seorang dokter menyelamatkanmu dari kebutaan, maka engkau akan menghormati dan memuliakannya secara naluriah. Dan, apabila ia menyelamatkanmu dari kematian maka penghormatan dan pemuliaanmu kepadanya akan lebih besar lagi." melaluiataubersamaini demikian, be­sarnya kenikmatan secara fitrah menimbulkan besarnya penghormatan, pemuliaan, dan syukur orang yang mendapat kenikmatan itu kepada pemdiberi kenikmatan. Oleh alasannya itu, bila seseorang mengingat dan berpaling pada kenikmatan yang tidak terhitung dan tak terhingga yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya, dan bila kalian menghitung-hitung nikmat Allah, pasti kalian tidak bisa menghitungnya,[ QS Ibrahim [14]: 34] maka i a akan mengetahui bahwa syukur, penghormatan, pemuliaan, peng­agungan, ketaatan, dan ketundukannya kepada Allah SWT harus sesuai (dengan kenikmatan yang tidak terbatas ini, yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya. 

misal-contoh Kenikmatan Allah SWT 

"Sekarang, perhatikanlah kenikmatan-kenikmatan lahiriah dan batiniah yang dianugerahkan Tuhan Yang Maharaja dari segala raja yaitu Allah SWT, yang bila jin dan insan bersatu untuk mempersembahkan satu saja dari kenik­matan-kenikmatan itu kepadanya, pasti mereka tidak akan bisa melakukannya. Ini ialah satu hakikat yang kita lalaikan." 

"Misalnya, udara yang kita manfaatkan siang dan malam. Kehidupan kita dan kehidupan tiruana maujud bergantung padanya, di mana bila seperempat jam saja kehilangan udara tersebut, tentu tidak ada lagi hewan yang hidup. Udara ini ialah salah satu kenikmatan yang sangat besar, yang jin dan insan seluruhnya tidak bisa mem­diberikan yang semisalnya kepada kita bila mereka ingin mempersembahkannya kepada kita." 

"Berdasarkan hal ini, bandingkanlah dan ingatlah sejenak kenikma­tan-kenikmatan Ilahi, menyerupai kesehatan badan, kekuatan-kekuatan lahi­riah berupa penglihatan, pendengaran, perasaan, dan sentuhan, dan kekuatan-kekuatan batiniah berupa khayal, wahm, akal, dan sebagainya di mana setiap kenikmatan ini mempunyai menfaat-manfaat khusus yang tidak terbatas. Semua kenikmatan ini dianugerahkan Tuhan Yang Maha raja dari segala raja kepada kita tanpa kita minta dan tidak diungkit-ungkit." 

"Dia tidak merasa cukup dengan mempersembahkan kenikmatan kenikmatan ini. Akan tetapi, Dia juga mengutus para nabi, para rasul, dan kitab-kitab suci serta mengambarkan kepada kita jalan kebahagiaan dan kesengsaraan, surga dan neraka." 

Nikmat Allah kepada Kita tanpa Berhajat kepada Kita 

Allah SWT sudah menganugerahkan kenikmatan-kenikmatan yang tidak terbatas dan tak terhingga. "Dan Dia memdiberi kita tiruana yang kiia butuhkan di dunia dan akhirat tanpa membutuhkan dan berhajat pada ketaatan dan ibadah kita. Dia Yang Mahasuci tidak mengambil manfaat dari ketaatan dan tidak ditimpa ancaman dari kemaksiatan. Ketaatan dan kemaksiatan kita bagi-Nya sama saja." melaluiataubersamaini inilah pemdiberian Allah SWT dibedakan dari pemdiberian manusia. Sebab, pada umumnya insan tidak memdiberi kepada sesamanya kecuali dengan tujuan keduniaan atau keakhiratan. Namun, Allah SWT alasannya besarnya kecintaan-Nya kepada penghuni kerajaan-Nya, menganugerahi mereka kenikmatan-kenikmatan tanpa tujuan untuk mengharapkan sesuatu dari mereka atau alasannya membutuhkan mereka. Bahkan, keimanan dan kekafiran mereka serta ketaatan dan kemaksiatan mereka bagi-Nya sama saja. 

Namun, ini tidak berarti bahwa kemaksiatan, menyerupai ketaatan, disukai dan diridhai Allah SWT. Akan tetapi, Allah SWT memerintahkan ketaatan alasannya Dia menginginkannya dan menyukai orang yang melakukannya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyayangi orang-orang yang menyucikan diri.[QS al-Baqarah [2]: 222] Allah SWT juga melarang kemaksiatan alasannya Dia tidak menginginkannya dan tidak menyukai orang yang melakukannya. Akan tetapi, yang dimaksud dengan ketaatan dan kemaksiatan kita bagi-Nya sama saja yakni bahwa ketaatan seseorang tidak menambah sesuatu apa pun pada kerajaan-Nya. Dan barang siapa berjihad, maka bergotong-royong jihadnya itu yakni untuk dirinya sendiri Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya [tidak membutuhkan sesuatu] dari alam semesta.[ QS al-Ankabut [29]: 6] Demikian pula, kemaksiatan seseorang tidak mengurangi sesuatupun dari-Nya. Barangsiapa kafir, maka bergotong-royong Allah Maha kaya [tidak membutuhkan sesuatu] dari alam semesta.[ QS Alu ‘Imran [3]: 97] 

Tidak sepantasnya terbayang dalam pikiran Anda bahwa cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya, yang ialah pertama segala kenikmatan yang dianugerahkan kepada mereka, yakni menyerupai cinta, kasih akung, dan pemdiberian Anda kepada orang miskin, yang mendorong Anda untuk menolongnya. Sebab, proteksi Anda ini alasannya dorongan kepedihan jiwa yang Anda rasakan terhadap keadaan orang miskin itu. melaluiataubersamaini demikian, pertama, hal itu berkhasiat bagi Anda, dan kedua, hal itu ialah proteksi baginya. Sementara itu, cinta dan pemdiberian Allah SWT yang amat besar kepada hamba-hamba-Nya tidak pernah menhadirkan faedah apapun bagi-Nya. Akan tetapi, tiruana itu yakni untuk kepentingan orang-orang yang didiberi nikmat itu sendiri. 

Peribadahan kepada allah yakni tauhid dan proses menuju Kesempurnaan, sedangkan Peribadahan kepada Selain-Nya yakni kemusyrikan dan belum sempurnanya 

Sebelum ini, sudah kami tunjukkan bahwa Allah SWT menyuruh kita biar diberibadah: Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan insan melainkan biar mereka diberibadah kepada-Ku.[ QS adz-Dzariyat [51]: 56] dan melarang kita berbuat kemaksiatan bukan untuk kemanfaat dan kebaikan Allah SWT "Akan tetapi, untuk kebaikan dan kemanfaatan kita sendiri, kita diperintah [untuk ber­ibadah] dan dihentikan [dari kemaksiatan]." Dari sini, menjadi terang bagi kila bahwa masalah yang asasi dan penting yakni bahwa apabila peribadahan itu ditujukan kepada selain Allah, maka hal itu merupa­kan belum sempurnanya dan kekafiran bagi insan yang menyebabkannya dilemparkan ke dalam neraka. Sebab, Maula di sini berdasarkan pen­giasan para ulama kita r.a. tidak meminta diibadahi oleh selain-Nya kecuali alasannya faedahnya kembali kepadanya. 

Adapun peribadahan kepada Allah 'Azza wa Jalla ialah tau­hid dan proses menuju kesempurnaan, bahkan tingkatan kesempurna­an insan yang paling utama. Sebab, faedah peribadahannya seluruh­nya kembali kepadanya dan Allah tidak membutuhkannya. melaluiataubersamaini demikian, peribadahannya kepada Allah SWT ialah kebebasan, ketinggian, dan keluhurannya. 

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman pada pertama surah al-Isra': Maha suci Tuhan yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam..[ QS al-Isra’ [17]:1]. Dia tidak mengatakan, "memperjalankan nabi-Nya, rasul Nya, atau wali-Nya." Sebab, peribadahan ialah pertama kenabian risalah, dan sumber kewalian

Dari sini, kami katakan: "Dan saya bersaksi bahwa Muhammad yakni hamba dan Rasul-Nya." Kita bersaksi kepada Allah SWT dengan peribadahan Nabi saw. terlebih lampau, kemudian dengan dengan risalah dan kewaliannya. 

Bagaimanapun, seseorang "sesudah mengingat kenikmatan-kenikmatan ini dan masih banyak kenikmatan yang lain, yang tiruana insan benar-benar tidak bisa menghitung keseluruhannya, bagaimana menghitungnya satu persatu? Sesudah ini, muncullah pertanyaan diberikut: Tidakkah fitrahmu menetapkan wajibnya mengagungkan Pemdiberi kenikmatan menyerupai ini? Bagaimana keputusan nalar terhadap pengkhianatan terhadap Pemdiberi kenikmatan menyerupai ini?" Dan dilakukannya perbuatan dosa dan kemaksiatan kepada-Nya? 

Kemudian, siapa yang dimaksiati di sini lebih besar daripada segala yang besar. Dia yakni Pencipta langit dan bumi. Oleh alasannya itu, tidak ada alasan untuk membagi dosa ke dalam dosa besar dan dosa kecil. Akan tetapi, seluruhnya—mengingat yang dimaksiati itu yakni Allah SWT—adalah dosa-dosa besar. 

Kedua, Memuliakan Tuhan yang Mahabesar juga Merupakan Dorongan Fitrah 

"Di antara hal-hal lain yang diputuskan fitrah yakni memuliakan langsung yang agung dan besar. Penghormatan dan pemuliaan yang didiberikan insan kepada pemilik keduniaan, jabatan, kekayaan, dan kekuasaan bermula dari pandangan bahwa mereka yakni besar dan agung." 

melaluiataubersamaini demikian, barangsiapa mengenal keagungan Allah SWT serta kebemasukan dan keagungan-Nya yang tiada tandingannya, "maka keagungan apa yang sanggup mencapai tingkatan keagungan Tuhan Yang Maharaja dari segala raja, yang membuat dunia yang hina dan rendah ini, yang ialah alam paling kecil dan ciptaan paling remeh. Sementara itu, nalar maujud apapun tidak bisa memahami esensi dan rahasianya sampai sekarang. Bahkan, para peneliti besar di alam ini pun belum menemukan diam-diam sistem tata surya kita, padahal ia ialah sistem yang kecil dibandingkan dengan sistem tata surya-tata surya yang lain." Ketika insan tidak mengetahui tiruana ini "apakah ia tidak wajib memuliakan dan mengagungkan Tuhan Yang Mahaagung ini, yang membuat alam-alam ini dan jutaan alam lain yang gerakan­nya tidak diketahui?" 

Kemudian, orang yang sudah mengetahui hal ini dan mengagung­kan Pencipta dalam hati dan di depan matanya, maka segala sesuatu selain-Nya yakni kecil dalam pandangannya. Ia tercegah dari melaksanakan kemaksiatan apa pun kepada-Nya, baik dalam kesendirian maupun di tengah keramaian. 

Sebaliknya, orang yang meremehkan Pencipta di dalam hatinya, maka segala sesuatu selain-Nya yakni besar dalam pandangan matanya. Sesudah itu, ia memandang remeh kemaksiatan-kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan dosa. 

Ketiga, Memuliakan Tuhan Yang Maha hadir juga Merupakan Dorongan Fitrah " 

Menurut fitrah, juga wajib memuliakan Siapa yang hadir. Oleh alasannya itu, engkau lihat seseorang—semoga Allah tidak memperkenankan—membicarakan keburukan orang lain dalam pergunjingannya. Lalu, di tengah pembicaraan itu orang tersebut hadir. Maka, berdasarkan fitrah­nya, orang itu akan membisu dan menampakkan penghormatan kepadanya.” 

"Diketahui bahwa Allah SWI' hadir di setiap tempat, dan di bawah pengawasan-Nya seluruh kerajaan eksistensi berjalan. Bahkan, setiap jiwa berada dalam Kehadiran Rububiyyah-Nya dan setiap alam terdapat di dalam Kehadiran-Nya Allah SWT." Seperti sudah kami kemukakan sebelum ini, bahwa Dia bersahabat lagi selalu hadir bersama insan di mana saja ia berada. Dan Dia bersama, kalian, di mana saja kalian berada.[ QS al-Hadid [57]:4] 

Apabila salah satu hal yang mengharuskan penghormatan dan pemuliaan berdasarkan ketentuan fitrah yakni kehadiran, maka kehadi­ran mana lagi yang lebih tepat daripada Kehadiran-Nya sehingga kita melaksanakan kemaksiatan dan membiasakan perbuatan-perbuatan dosa tanpa penghormatan terhadap Kehadiran-Nya? 

Oleh alasannya itu, seseorang harus berbicara kepada dirinya, “Maka ingatlah, hai nafs-ku yang buruk, kezaliman besar apa lagi yang akan engkau lakukan, apabila engkau melaksanakan kemaksiatan besar menyerupai ini dalam Kehadiran-Nya dan dengan perantaraan kekuatan-kekuatan yang ialah kenikmatan-kenikmatan-Nya yang dianugerahkan kepadamu? Tidakkah sebaiknya engkau meleleh alasannya aib dan terbenam ke dalam tanah bila engkau mempunyai setitik rasa malu?"
0 Komentar untuk "Tadzakkur, Mengingat Allah Dan Bersyukur Atas Kenikmatan-Nya"

Back To Top