Metode Islam: Penyesuaian Anak-Dewasa Berperilaku Baik

Dikutip dari perkataan Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya 'u Ulumi'd-Din terkena pem­biasaan anak berperangai baik atau jahat sesuai dengan kecen­derungan dan nalurinya. Ia mengatakan:

"Anak yakni amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang suci yakni permata yang sangat mahal harganya. Jika di­biasakan pada kejahatan dan dibiarkan ibarat dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedang memeliharanya ada­lah dengan upaya pendidikan dan mengajari budpekerti yang baik."

Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqaddimah sependapat dengan Al-Ghazali dalam kecenderungan dan kesiapan anak, termasuk kemungkinannya untuk diperbaiki setelah rusak. Bahkan kalangan andal filsafat Barat atau Timur juga beropini ibarat ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada orang yang menyampaikan :

anak akan tumbuh pada apa yang dibiasakan ayahnya kepadanya, tiadalah ia sanggup ditundukkan akal
tetapi kebiasaanlah yang sanggup menundukkannya

Bagi para pendidik, hendaklah membedakan dalam upaya memperbaiki anak dan meluruskan bengkokannya antara dua usia. Demikian pula dalam membiasakan dan membekalinya dengan akhlak.

Maka, untuk orang berilmu balig cukup akal terdapat metode dan tata cara tersendiri.

Demikian pula bagi anak kecil, terdapat metode dan tata cara tersendiri.

Metode Islam dan tata caranya dalam upaya memperbaiki kaum berilmu balig cukup akal yaitu orang-orang yang sudah lewat dari usia baligh berdasar pada tiga dilema yang pokok.
  • Mengingatkannya dengan akidah.
  • Menjelaskan cela dari kejahatan.
  • Merubah lingkungan.
Yang dimaksud dengan mengingatkannya dengan akidah, ada­lah dasar yang paling utama bagi kelangsungan seorang Mu'min da­lam muraqabah kepada Allah Ta'ala, merasakan, dan takut pada seti­ap waktu dan peluang. Ini ialah faktor besar lengan berkuasa yang menye­babkan kokohnya spiritual dan kehendak personal bagi individu Mukmin. Karenanya, ia tidak akan menjadi hamba nafsu syahwat­nya, tidak sebagai tawanan sifat-sifat hewani lainnya. Tetapi ia dengan sepenuh hati akan mendorong untuk menerapkan dan mengamalkan metode Rabbani, ibarat yang Allah turunkan dan wahyukan kepada Rasulullah saw. tanpa ragu atau terpaksa, dan bersemboyan dengan firman Allah Tabaraka wa Ta'ala :

. . . dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Q.S. 5:50 )

Dan kriterianya dalam hal tersebut yakni :

Apa yang didiberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (Q.S. 59:7)

Sebab, sebagai manifestasi iman yakni mengambil atau menjalankan syari'at tanpa merasa terpaksa, dan mematuhi ajaran-ajaran Islam sepenuh hati:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak diberiman sampai mereka mengakibatkan engkau hakim terhadap kasus yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang engkau diberikan, dan mereka mendapatkan dengan sepenuhnya. (Q.S. 4:65)

Tidak diragukan bahwa ibadah secara keseluruhannya, berdzikir dan wirid, membaca Al-Qur'an dan menekuni maknanya, siang dan malam, di samping mencicipi keagungan Tuhan, pada setiap peluang dan keadaan, serta yakin akan tibanya kematian dan apa yang bakal terjadi sesudahnya, iman kepada adzab kubur dan interogasi dua Malaikat, yakni dengan segala yang bakal terjadi di kehidupan akhirat dan kehebatan hari kiamat. Ini tiruana melahirkan dalam pribadi Mukmin suatu kesinambungan muqarabah Allah 'Azza wa Jalla. melaluiataubersamaini demikian, terciptalah insan lurus yang diberimbang, membangun kese­imbangan dalam kehidupan atas persesuaian antara tuntutan jiwa dan tuntutan raga, antara perbuatan untuk dunia dan perbuatan untuk akhirat. Maka, ia akan menunaikan segala kewajibannya dengan sepenuh hati dengan semboyan sabda Rasulullah saw.:

إِنَّ لِلَّهِ عَلَيْكَ احَقًّا ٬ وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ٬ وَلأَِهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا  ٠٠٠فَأَعْطِ كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ٠

Sesungguhnya Allah memiliki hak atasmu, dan bagimu hak atas engkau, dan bagi keluargamu hak atas engkau, maka diberilah setiap yang memiliki hak itu haknya.

Dan menurut dilema yang sanggup diterima, bahwa indi­vidu Mukmin, dikala besar lengan berkuasa dalam muraqabah kepada Allah Ta'ala, dikala tampak padanya kehendak personal untuk menguasai hawa nafsunya, maka individu ini dengan sendirinya akan menjadi baik. Dan berkat dorongan kepercayaan serta dhamirnya, ia sanggup mendirikan kriteria untuk segala permasalahan yang ia hadapi. Sehingga, ia tidak akan sesat dan fasik, tidak menyeleweng dan binasa, alasannya yakni ia yakin bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memperhatikan segala tindak-tanduknya, mengetahui diam-diam dan bisikannya, mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.

INI diam-diam perilaku para sobat bersahabat Rasulullah saw., dikala diharamkannya khamr, seraya mereka berkata, "Kami tidak akan meminumnya lagi, wahai Tuhan kami". Ucapan ini diikuti oleh pengamalan yang sungguh-sungguh, sehingga mereka menum­pahkan tiruana persediaan khamr di jalan-jalan kota Rasul, Madinah.

Dan ini yakni diam-diam baiknya masyarakat Islam dengan tiruana lapisannya, sehingga Al-Qadhi Umar bin Khaththab dalam masa kekhilafahan Abu Bakar ra. selama dua tahun duduk dalam majlis qadha, tidak pernah ada dua orang yang berselisih dan mengajukan kasus kepadanya. Dan dikatakan bahwa Umar hadir kepada Khalifah Abu Bakar untuk dicabut dari kedudukan­nya itu alasannya yakni ia selama duduk beberapa tahun tanpa pekerjaan, tidak pernah memecahkan sesuatu kasus perselisihan.

Tidak diragukan lagi bahwa diam-diam ini, yakni alasannya yakni para sobat bersahabat senantiasa mencicipi bahwa Allah selalu mengawasi segala perbuatan dan keadaannya. Karenanya, apa perlunya mereka berselisih, sedangkan metode Rabbani berada di tangan mereka? Bagaimana pula mereka akan bertikai, sedang rasa takut kepada Allah memenuhi hati dan persendian mereka? Bagaimana mereka akan menyeleweng, sedang mereka menunaikan hak setiap orang yang memiliki hak dalam hidup?
Karenanya, hendaknya orang-orang yang berakal mengambil pelajaran dari dilema ini.
0 Komentar untuk "Metode Islam: Penyesuaian Anak-Dewasa Berperilaku Baik"

Back To Top