Kemudian, kita tiruana—kecuali orang-orang maksum a.s.—adalah orang-orang yang lalai. Kita harus berdiri dari pulas kelalaian itu untuk memulai perjalanan menuju Allah SWT. Perjalanan ini mempunyai jalan.
Apakah jalan menuju Allah itu jauh atau dekat?
Jawabannya, perjalanan dari kelalaian menuju zikir yaitu akrab sekali. Oleh lantaran itu, Imani as-Sajjad a.s. berkata, "Perjalanan kepada Mu yaitu jarak yang akrab [Mafatih al-Jinan: Du’a Abi Hamzah ats-Tsumali]." Hal demikian lantaran Dia bersama kalian dimana saja kalian berada.[QS al-Hadid [57]: 4] Namun, kita lalai kepada-Nya. Kewajiban kita tiada lain yaitu berpaling kepada Allah 'Azza wa Jalla supaya kita akrab kepada-Nya. Sebab, Dia berfirman: "Aku yaitu mitra duduk orang yang mengingat-Ku.[ Ushul al-Kafi, 3: 496/4]" Hendaklah kita mengoyak tirai yang sudah kita pasang di antara kita dan Allah SWT dengan perbuatan-perbuatan kita. Oleh lantaran itu, disebutkan dalam munajat yang diwariskan dari para imam a.s., "Dan Engkau tidak terhijab dari makhluk-Mu, melainkan perbuatan-perbuatan merekalah yang menutupi mereka dari-Mu.[Mafatih al-Jinan al-Mu'arrab: A'mal Yawm 27 Rajab, hal. 153]" Sesudah itu, mereka pergi menuju lantaran ini atau lantaran itu dan bertawasul dengan perantaraan ini atau perantaraan itu selain Allah SWT. '
Terdapat perjalanan dari jenis yang lain, yang membuat Amirul Mukminin a.s. merintih seraya berkata, "Oh, betapa sedikit perbekalanku, sementara perjalananku amat jauh.[Nahj al-Balaghah, al-Hikmah ke-77]" Perjalanan ini yaitu perjalanan dari al-Haqq kepada al-Haqq, yang dikhususkan pada maqam wilayah yang paling agung. Perjalanan tersebut bukan perjalanan yang sudah kita bicarakan sebelum ini, dan sudah kami katakan bahwa perjalanan tersebut yaitu jarak yang dekat. Sebab, perjalanan tersebut yaitu perjalanan dari makhluk kepada al-Haqq. Perjalanan jauh ini mempunyai pembahasan lain. cepatdangampang-gampangan kita didiberi taufik untuk hingga ke sana dalam pembahasan al-Asfar al-Arba'ah, insya Allah.
Kemudian, kita harus mempunyai kendaraan yang kita kendarai dan kapal yang kita tumpangi dalam perjalanan kita ini. Kendaraan dan kapal tersebut tiada lain yaitu "malam." Diriwayatkan dari Imam al- 'Askari a.s., "Untuk hingga kepada Allah 'Azza wa Jalla ialah sebuah perjalanan yang tidak dicapai kecuali dengan mengendarai malam.[ Bihar al-Anwar, jil. 78, hal. 83.]" melaluiataubersamaini demikian, shalat malam ialah kendaraan terbaik bagi perjalanan ini, lantaran "Tuhan kalian Azza wa Jalla, dalam hari-hari masa kalian, mempunyai pemdiberian. Oleh lantaran itu, sambutlah pemdiberian tersebut.[ Al-Mu’jam al-Awsath, karya ath-Thabrani, Dar al-Hadits, Kairo: 3:257/2877]" Pemdiberian ini terus menerus didiberikan tanpa terputus. Dan kemurahan 'Tuhanmu tidak sanggup dihalangi.[QS al-Isra’ [17]: 20]
melaluiataubersamaini demikian, setiap malam yang dihidupkan seseorang lantaran Allah SW'I yaitu Malam Qadar baginya, lantaran karunia Allah tidak dikhususkan pada Malam Qadar saja. Kalau seseorang menyambut karunia dan pemdiberian Allah itu di daerah yang diperkirakan kehadirannya, pada waktu- waktunya, dan dengan amalan-amalannya yang khusus, niscaya hal itu akan diraih.
Tag :
Ilmu Karakter Manusia
0 Komentar untuk "Keteguhan Hati, Dzikir, Shalat Malam Ialah Jalan Menuju Allah"