Wasiat Nabi: Jangan Marah, Cara Menghindari & Menahannya

Apa pandangan islam dari firman Allah dan hadits Nabi ihwal marah, bagaimana cara menghindari, menahannya? Di bawah ini terdapat beberapa dalil firman Allah dan hadits Nabi yang menekankan begitu tidak perlunya sifat murka sampai diwasiatkan oleh nabi kepada kita "Jangan marah, tidakboleh murka dan tidakboleh marah".

Kemarahan atau sifat murka yakni ialah sifat tercela. Marah berdasarkan bahasa berasal dari bahasa arah dari kata "gadab" yang artinya marah. Pengertian murka berdasarkan istilah yakni sebagai diberikut murka yakni sifat tercela yang dimiliki orang yang suka menyakiti orang lain, baik dengan perkataan maupun dengan tindakan dan perbuatannya.

Baik sifat marah, senang, tertawa, gembira, sanggup saja timbul dan dialami oleh setiap orang, lantaran insan itu makhluk sosial, yakni ditakdirkan untuk hidup bersama orang lain di masyarakat, dan di situlah terjadinya interaksisosial.

Dalam hubungan interaksi sosial kemasyarakatan antar orang yang satu dengan orang yang lain atau antara satu orang dengan kelompok masyarakat, dan antar kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lain, maka tak sanggup dihindari apa yang disebut "kontak atau hubungan timbal-balik". Ada aksi, maka timbullah reaksi, itulah yang kita sebut interaksi sosial. Dalam kontak sesama insan itulah sanggup terjadi hal-hal yang menguntungkan dan diinginkan, atau sebaliknya malah merugikan kita. Hal-hal yang merugikan inilah yang sanggup mengundang orang untuk menjadi marah, apakah kita atau orang lain yang marah.

Bagaimana sifat murka itu berdasarkan pandangan agama Islam? 

INI yang perlu kita kaji bersama. Marah akan memadamkan akal-pikiran dan membuka lebar keluar masuknya serangan setan, padahal nalar ialah benteng terkuat dalam menghadapi perangkap was-was yang dipasang setan. Oleh lantaran itu, Rasulullah berpesan: "Sesungguhnya Allah suka pada pandangan yang kritis dalam memecahkan banyak sekali kesalahpahaman, dan nalar yang sadar dalam mengatasi banyak sekali rintangan".

Di sisi lain dalam firman Allah swt melukiskan hambanya yang takwa dalam firmanNya, surat Asy-Syura (42) ayat 37: Artinya:.. Dan apabila mereka murka segera memdiberi maaf".

Rasulullah saw. juga memberikan dalam beberapa hadisnya ihwal sifat marah, antara lain:
"Ada seorang lelaki meminta kepada Nabi saw. Katanya, "Wasiatkan kepada aku, ya Rasul Allah!". Baginda Nabi saw. menjawaban, "Jangan marah!" Orang itu mengulangi permintaannya, dan Nabi saw. mengulangi pesannya, "Jangan marah!" (H.R. Bukhari).

"Tidak ada minuman yang lebih besar pahalanya di sisi Allah daripada seteguk kemarahan yang ditahan oleh seorang hamba, lantaran mengharapkan rida-Nya" (HR. Ibnu Majah)."

"Siapa yang menolak marahnya, Allah akan menolak siksa-Nya dari orang itu dan orang yang memelihara lidahnya, Allah akan memelihara auratnya” (HR. At-Thabrani).

"Orang tidak dikatakan berpengaruh lantaran berpengaruh berkelahi, tetapi lantaran ia sanggup menguasai marahnya".

Marah sanggup terjadi lantaran keinginannya tidak tercapai. Misalnya seorang anak murka kepada orang tuanya, lantaran meminta dibelikan sesuatu, tetapi tidak dibelikan. Orang renta sanggup murka kepada anaknya, lantaran kiprah yang didiberikan, tidak dilaksanakan sama sekali. Secara kejiwaan, orang yang suka murka biasanya cepat tersinggung kalau disebut pemarah. Oleh lantaran itu, kita wajib mencegah diri dari sifat suka murka atau pemarah.

Marah itu terang tidak boleh, tetapi memarahi yang mungkin diperbolehkan, itu pun kalau terpenuhi unsur- unsurnya, seperti:
  • Ada yang memarahi.
  • Ada yang dimarahi
  • Ada alasan berpengaruh untuk memarahi.
  • Ada tujuan yang baik atau untuk perbaikan.
  • Ada batas waktu dan kawasan untuk memarahi.
Sifat murka itu dilarang, lantaran pemarah itu termasuk budpekerti tercela. Apabila marah, maka tidak tahu siapa yang dihadapi, dan tiruana yang ada di situ merasa dimarahi tiruananya, termasuk yang tidak bersalah. Tetapi kalau memarahi, maka sudah terang siapa yang dimarahi, sedangkan orang lain merasa tidak menjadi samasukan dari murka itu. Makara murka itu tidak boleh dalam Islam, namun memarahi sanggup dibolehkan, kalau tujuannya terang untuk perbaikan terhadap orang atau sesuatu masalah.

Faktor-faktor yang sanggup mengundang timbulnya rasa marah, antara lain sebagai diberikut.
  • Tugas yang didiberikan untuk diselesaikan, tetapi diabaikan.
  • Terjadi pelanggaran terhadap suatu perjanjian bersama.
  • Didiberikan amanat, tetapi dikhianati.
  • Merasa dirinya disakiti, ditipu atau dihina dan dilecehkan oleh orang lain.
  • Merasa agamanya diinjak-injak, dihina dan dilecehkan oleh agama lain.
Sifat murka ini ada pada setiap orang, termasuk pada diri orang diberiman, atau beragama Islam, baik dia itu kecil, remaja dan dewasa, pria maupun perempuan. Maka yang penting di sini yakni bagimana perilaku kita terhadap sifat murka itu sendiri.

Janganlah menuruti perasaan marah, alasannya kalau dituruti, murka kecil akan menjadi murka besar. Sebaiknya murka itu kita hindari selagi murka itu kecil. Misalnya, kalau ada orang menghina kita, hinaan itu tidak usah dihiraukan atau pribadi dimaafkan saja.

Ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi saw. yang tersebut di atas sanggup menjadi fatwa bagi kita dalam persoalan ini. Kita ingat, ketika Nabi Muhammad saw. pernah dihina dan dicacimaki, bahkan dilempari dengan watu oleh penduduk Thaif, dia tidak marah, dan bahkan dia berdoa, "Ya Allah, diberilah petunjuk kepada kaum (yang menganiaya saya ini), lantaran sebenarnya mereka belum mengerti".

Tnada-tanda Orang yang murka antara lain sebagai diberikut :
  • Wajah dan matanya merah, serta menyeramkan dan menakutkan.
  • Giginya menggigit serta bibirya bergetar.
  • Mulutnya mengeluarkan kata-kata yang kotor, caci maki dan bernada tinggi.
  • Tangannya mengepal seakan siap untuk memukul orang atau barang yang ada di dekatnya.
  • Kakinya menendang apa dan siapa saja yang ada di dekatnya.
  • Biasa memukul badannya sendiri.
Hadits Nabi "Orang yang gagah yakni orang yang mengalahkan nafsunya di waktu marah"

Suatu hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Baihaqi, yang artinya: "Orang yang paling gagah perkasa di antara engkau ialah orang yang sanggup mengalahkan nafsunya di waktu murka dan orang yang paling sabar di antara engkau ialah orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain, padahal ia kuasa untuk membalasnya".

Jika timbul perasaan marah, sebaiknya tidak perlu dituruti, alasannya kalau dituruti akan menhadirkan kerugian. Kerugian akhir murka yang dituruti antara lain:
  • Timbul penyakit baru, dan kalau penyakit usang kambuh kembali lebih membahayakan.
  • Dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain.
  • Dijauhi dan dibenci orang, keluarga atau kawan-kawan.
  • Timbul rasa tidak percaya diri.
Sifat murka sanggup timbul pada siapa pun, serta kapan dan di mana saja sanggup terjadi. Karena itu yang paling penting yakni bagaimana cara menghindarinya. Ada beberapa cara menghindari sifat marah, antara lain:
  • Lapang dada, luas pandangan, gunakan nalar dan pikiran serta tidak emosional.
  • Apabila disakiti orang, lebih lampau memaafkan ketika bencana terjadi, membuang rasa dendam.
  • Menghindari kontak fisik sementara dengan meninggalkan arena.
  • Jika berbuat salah, akuilah kesalahan dan meminta maaf, tidakboleh ditunda-tunda. Marah itu perangkat setan.
  • Ketika timbul perasaan marah, hendaklah duduk sambil ingat Allah. Kalau duduk masih murka juga, hendaklah segera berwudu, lantaran dengan berwudu tubuh terasa segar. Kemarahan dipengaruhi setan dan setan diciptakan dari api, dan api sanggup dipadamkan oleh air, maka setan dibasmikan oleh dinginnya air wudu. 
Tag : Ilmu Akhlak
0 Komentar untuk "Wasiat Nabi: Jangan Marah, Cara Menghindari & Menahannya"

Back To Top