Contoh Cara Nabi Mempererat Hubungan

Nabi saw. pendidik pertama dan teladan yang baik bagi tiruananya — yakni pola tertinggi dalam menerapkan  cara-cara yang konkret dalam mempererat relasi di hadapan para teman dekat, keluarga dan anaknya. Berikut yakni contoh-contoh sikap dia dalam mempererat relasi dengan keluarga, para teman bersahabat dan anak beserta haditsnya.

misal Bersikap bermanis muka

Dari segi senyuman, Abu 'd-Darda' berkata — sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

مَارَأَيْتُ أَوْسَمِعْتُ رَسُوْلَ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَدِيْثًا إِلاَّ تَبَسَّمَ٠

"Tidak pernah saya lihat atau saya dengar Rasulullah saw. menyampaikan suatu perkataan kecuali sambil tersenyum".

Hadits : At-Tirmidzi meriwayatkan dari Jarir bin Abdullah:

مَاحَجَبَنِيْ رَسُوْلَ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ وَلاَ رَآنِيْ إِلاَّ تَبَسَّمَ٠

"Rasulullah saw. tidak pernah mendindingiku semenjak saya masuk Islam, dan tidak pernah melihatku kecuali sambil tersenyum".

misal sikap memdiberi motivasi dan hadiah

Dari segi hadiah, Rasulullah saw. mendapatkan hadiah dan mem­balasnya.

misal sikap berkasih akung Rasulullah

Dari segi berkasih akung dengan bawah umur dan mempersembahkan perhatian kepada mereka:

Rasulullah saw. membelai dan mencium anak-anak. Tersebut dalam Shahihain dari 'Aisyah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. mencium Hasan dan Husain, keduanya anak Ali. Di samping beliau, duduk Al-Aqra' bin Habis At-Tamimi. Maka Al-Aqra' berkata, "Saya punya sepuluh anak, seorang pun dari mereka tak pernah saya menciumnya!" Maka Rasulullah saw. memandangnya dan bersabda, "Barang siapa yang mengasihi ia akan dikasihi".

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.:

كاَنَ إِذَا أُوْتِيَ بِأَوَّلِ مَايُدْرَكُ مِنَ الْفَاكِهَةِ يُعْطِيْهِ لِمَنْ يَكُوْنُ فِي الْمَجْلِسِ مِنَ الصِّبْيَانِ٠

"Bahwa Rasulullah saw. bila didiberi buah-buahan hasil petikan pertama, dia mempersembahkannya kepada bawah umur yang duduk bersama beliau".

Asy-Syakhani meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw bersabda:

إِنِّيْ لأَدْخُلُ فِى الصَّلاَةِ أُرِيْدُ إِطَالَتَهَا٬ فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِيْ صَلاَتِيْ٬ ممَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ٠

"Sesungguhnya saya masuk ke dalam shalat, dan saya ingin mengerjakannya dengan lama, kemudian mendengar tangisan anak kecil. Maka saya menyingkat shalatku, alasannya yakni saya tahu bahwa (yang sedang makmum) merasa iba kepadanya (ibunya)".

misal Sikap Budi pekerti yang baik

Dari segi pekerti yang baik, keramahtamahannya kepada para teman dekat, bukti-buktinya tidak sanggup kita hitung.

Tersebut dalam Shahihain dari Anas ra. ia berkata: "Saya mengabdi Rasulullah saw. selama sepuluh tahun, tidak pernah dia berkata kepadaku 'cih' (kata-kata yang menyampaikan benci), dan tidak pernah berkata terhadap perbuatan yang saya lakukan 'kenapa engkau tidak mengerjakan itu?' dan tidak pernah berkata terhadap perbuatan yang saya tinggalkan 'kenapa engkau tidak mengerjakannya?

Dan dalam riwayat Abu Na'im, Anas berkata, "Sama sekali Rasulullah saw. tidak pernah mengecamku, tidak pernah memukulku, tidak pernah menghardikku, belum pernah bermuka cemberut di depanku. Jika menyuruhku suatu perkara lantas saya lambat mengerjakannya, tidak pernah dia menghukum. Dan bila salah seorang dari keluarganya mencelaku, dia berkata, 'Biarkanlah, bila ia bisa tentu ia mengerjakan­nya".

Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari 'Aisyah ra. bahwa dia di­tanya:
"Bagaimana sikap Rasulullah saw. bila sedang berada di rumahnya?" Maka 'Aisyah menjawaban, "Beliau yakni orang yang paling lemah lembut, senantiasa tersenyum dan bermanis muka, sama sekali belum terlihat dia menjulurkan kedua kakinya di hadapan para teman dekatnya".

Ini alasannya yakni keagungan kebijaksanaan pekerti beliau, dan kesempurnaan sopan santun Nabi Muhammad.

At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Bukhari dalam Al-Adabu 'l-Mufrid, ia berkata:
"Umar minta izin kepada Rasulullah saw., dan dia menge­nal suaranya, maka dia berkata, 'Selamat hadir Ath-Thay y ibu 'l-Muthayyib (yang baik dan menyebabkan orang lain baik')".

Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bertemu dengan seorang pria dan menyapanya, "Wahai Fulan, bagaimana kabarmu?" Baik, al-hamdulillah, sahut pria itu. Dan Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Semoga Allah menciptakanmu baik selamanya".

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Jarir bin Abdullah Al-Bajali ra., ia berkata: "Ketika Rasulullah saw. gres diutus sebagai Rasul, saya hadir kepadanya, maka dia berkata, 'Berita apa yang engkau bawa?' Maka saya berkata, 'Saya hadir untuk masuk Islam'. Maka dia mempersembahkan kantung makanan kepadaku dan katanya, 'Jika hadir kepadamu suatu kaum yang mulia, maka hormatilah mereka".

Muslim meriwayatkan dari Sammak bin Harb, ia berkata:
"Saya berkata kepada Jarir bin Samrah ra., 'Apakah engkau pernah bergaul dengan Rasulullah saw.?' Maka Jarir berkata, 'Ya, banyak sekali, dia tidak berdiri dari daerah shalatnya setelah shalat subuh, sehingga matahari terbit. Jika terbit, barulah dia berdiri. Dan orang-orang tengah bercengkrama-bincang tentang masa Jahiliyah, maka mereka tertawa dan Rasulullah saw. tersenyum".

Dalam Shahihuin dari Anas ra., ia berkata: "Rasulullah saw. beramah tamah dan bercanda dengan kami sampai dia berkata kepada saudaraku, 'Wahai Abu Umar, apa yang dikerjakan An-Nughair (burung)', alasannya yakni saudaraku mempunyai burung dan ia bermain dengannya, kemudian burung tersebut mati. Maka Rasulullah saw. sedih, lantas berkata, "Ya Abu Umar, apa yang dikerjakan An-Nughair?"

Bertitik tolak dari cara-cara konkret yang sudah diterapkan oleh Rasulullah saw. dalam bergaul dengan para teman dekatnya, besar maupun kecil. Sehingga dia mencintainya dengan cinta yang lulus dan jujur, mengurbankan jiwa raga dan harta alasannya yakni kecinta­annya itu. Mereka yakni sebagaimana yang difirmankan Allah:


. . dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih menyayangi diri mereka daripada menyayangi diri Rasul (Q.S. 9:120)

Sebagai penguat lainnya yakni apa yang diriwayatkan Al- Baihaqi dan Ibnu Ishaq bahwa seorang perempuan dari kaum Anshar, ayahnya sudah gugur, saudara dan suaminya sebagai syuhada' pada hari peperangan Uhud beserta Rasulullah saw. Ketika perempuan tersebut mendapatkan diberita menyedihkan itu, ia berkata, "Bagai­mana dengan Rasulullah saw.?" Maka orang-orang yang membawa diberita berkata, "Baik. Al-Hamdulillah, dia dalam keadaan yang engkau inginkan". Wanita itu berkata, "Jumpakanlah saya dengannya sampai saya sanggup melihatnya". Maka setelah perempuan itu melihat Rasulullah saw., ia berkata, "Semua tragedi alam setelah keselamatanmu yakni enteng".

Juga termasuk penguat kecintaan ini, bahwa seorang teman bersahabat tidak bersabar untuk berpisah, baik di dunia lebih-lebih lagi di akherat.

Ath-Thabrani meriwayatkan dari 'Aisyah ra. bahwa seorang laki-laki, Tsauban, hadir kepada Rasulullah saw. dan berkata, "Sungguh engkau lebih saya cintai dari keluarga dan hartaku. Dan bekerjsama saya ingat kepada engkau dan saya tidak sabar sehingga hadir kepadamu, dan saya ingat akan matiku dan matimu. Aku tahu bahwa engkau, bila masuk surga, maka engkau akan diangkat bersama para Nabi. Dan bila saya masuk surga, sama sekali saya tidak melihatmu". Kemudian Allah menurunkan ayat di bawah ini:
 
Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan gotong royong dengan orang-orang yang dianugerahkan nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqin (yaitu orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul). Orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah mitra yang sebaik-baiknya. (Q.S. 4: 69)

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan Tsauban dan mem­bacakan ayat tersebut kepadanya.

Juga menguatkan kecintaan ini yakni tangis mereka ketika mengingat Rasulullah saw.
  • Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari 'Ashim bin Muhammad dari ayahnya. Ia berkata, "Tidak pernah saya mendengar Ibnu Umar menyebut Rasulullah saw. kecuali kedua matanya berlinang air mata".
  • Ibnu Sa'ad juga meriwayatkan dari Anas ra., ia berkata, "Tak semalam pun silam, dan saya pada malam itu melihat kekasihku saw." Kemudian ia menangis.
  • Ibnu 'Asakir dengan sanad jayyid meriwayatkan sebagai­mana dinasihatkan oleh Al-Hafizh Az-Zarqani, dari Bilal ra., bahwa beliau, ketika mampir di Badariya — nama daerah bersahabat negeri Syam — mimpi bertemu dengan Rasulullah saw., yakni setelah wafatnya. Beliau berkata, "Kenapa engkau pergi sejauh ini, wahai Bilal? Tidakkah saatnya engkau menziarahiku?" Maka Bilal jaga dengan hati yang pilu. Ia pun menunggang kudanya menuju Madinah, dan menhadiri kuburan Rasulullah saw. Bilal menangis, menciuminya sehingga wajahnya penuh debu.
  • Maka hadir Hasan dan Husain, kemudian Bilal memeluk dan menciuminya. Keduanya berkata, "Kami mengharap men­dengar adzanmu yang pernah engkau kumandangkan untuk Rasulullah saw. di masjid". Maka Bilal menaiki permukaan masjid, berdiri di daerah yang biasanya lampau, ketika ia mengumandang­kan "Allahu Akbar, Allahu Akbar". Seluruh penduduk Madinah tersentak goyah. Dan ketika Bilal mengumandangkan "Asyhadu an-la ila ha illallah, bertambahlah kegoyahan mereka, dan ketika Bilal mengumandangkan Asyhadu anna Muhammada 'r-Rasulullali", keluarlah wanita-wanita dari bilik mereka dan bertanya- tanya, "Apakah Rasulullah saw. diutus kembali?" Maka belum pernah terjadi gegap gempita tangisan yang sehebat dari itu.
Hal itu alasannya yakni mereka ingat kepada Rasulullah saw. setelah mendengar adzan yang dikumandangkan hebat adzan beliau, Bilal ra.

Kecintaan ini juga tercermin pada suasana tangis para teman bersahabat alasannya yakni wafatnya Rasulullah saw.

Al-Waqidi meriwayatkan dari Ummu Salamah ra., ia berkata, Ketika kami berkumpul, menangis alasannya yakni wafatnya Rasulullah saw., kami tidak pulas, dan mayit Rasulullah saw. terbaring di rumah kami. Kami menghibur diri dengan melihat dia terbaring di atas daerah pulas. Pada dini hari, terdengar bunyi kapak (cangkul) menggali lubang". Ummu Salamah berkata, Maka kami bangun, dan tiruana penduduk Madinah bangun. Kota Madinah tergoncang oleh tangisan, kemudian Bilal mengumandangkan mizan fajar (shubuh) dengan bunyi yang tersendat tangisan, sehingga menambah kesedihan kami. Orang-orang berhamburan menuju kuburan, dan mereka tidak boleh menyerbu ke kuburannya yang mulia waktu penguburannya itu".

Ummu Salamah ra. berkata, "Sungguh suatu tragedi alam yang besar. Tidaklah suatu tragedi alam menimpa kami setelah itu kecuali bumi mencicipi tragedi alam itu enteng, bila kami ingat tragedi alam yang itu menimpa kami dengan kepergian Rasulullah saw."

Abu '1-Attahiah dalam pengertian ini berkata: bersabarlah dan teguhkanlah imanmu dalam menghadapi segala musibah dan ketahuilah bahwa insan hidupnya tidak abadi apukah engkau tidak melihat bahwa tragedi alam itu teramat banyak dan engkau lihat kematian senantiasa mengintai, jika  merasa bahwa engkaulah satu-satunya yang ditimpa tragedi alam dan kamu merasa bahwa tragedi alam itu teramat berat maka bila engkau ingat tragedi alam mereka yang ditinggalkan Muhammad (saw.), musibahmu itu, apalah dibanding dengan tragedi alam mereka.

Demikianlahcontoh=contoh sikap dan sikap nabi Muhammad saw untuk mempererat relasi dan meningkarkan kecintaan kepada para teman bersahabat keluarga dan anak-anak.
0 Komentar untuk "Contoh Cara Nabi Mempererat Hubungan"

Back To Top