Bisakah Tabiat/Sifat Baik Atau Jelek Anak Dirubah?

Salah satu wasiat Ibnu Sirna dalam pendidikan anak-anak, "Hendaknya bersama seorang anak kecil dalam pergaulan sehari-hari, alasannya belum dewasa kecil yang berbudi pekerti baik, beradat kebiasaan terpuji, dan alasannya anak kecil dengan anak kecil lebih membekas pengaruhnya, satu sama lain akan saling menggandakan ter­hadap apa yang mereka lihat dan perhatikan".

Sungguh teramat salah apa yang selama ini menjadi keyakin­an beberapa orang bahwa insan dilahirkan dalam dua keadaan, baik atau jahat. Seperti dilahirkannya domba dalam keadaan jinak. Jika tidak demikian, ibarat macan yang begitu dilahirkan, ia sudah menjadi makhluk buas. Dan mustahil merubah kejahatan yang tersembunyi pada diri manusia, ibarat juga mustahil merubah kebaikan yang sudah menjadi ciri ke­asliannya.)

Pikiran yang batil ini, berperihalan dengan syara', kecerdikan dan pengalaman.

Dalam hal ini, syara' sudah menyalahkan anggapan tersebut dengan firman-Nya:   
Dan Kami sudah menyampaikan kepadanya dua jalan. (Q.S. 90:10 )

Yaitu jalan kebajikan dan jalan kejahatan.

. . . dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sebetulnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu, dan sebetulnya merugilah orang yang mengotorinya".( Q.S. 91:7-10)

"Sesungguhnya Kami sudah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir".( Q.S. 76:3 )

Juga sabda Rasulullah saw. dalam hadits yang sudah dikemukakan di atas:

كُلُّ مَوْلَوُدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَة فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

"Setiap yang dilahirkan, dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah yang menimbulkan ia seorang Yahudi, Kristen atau Majusi"

Adapun bahwa pikiran batil tersebut berperihalan dengan logika, maka untuk apakah Allah menurunkan Kitab-kitab dan mengutus para Rasul, jikalau bukan untuk memperbaiki umat manu­sia demi kebahagiaan di dunia dan akherat? Kemudian, kenapa pemerintah manapun senantiasa memperhatikan atau mementingkan peletakan peraturan dan undang-undang? Dan kenapa peme­rintah membimbing mendirikan sekolah-sekolah, pondok pesan­tren dan perguruan tinggi tinggi? Dan kenapa mereka menangani pe­nentuan pengajar dan para hebat dari kalangan hebat pendidikan, moral dan sosial? Bukankah ini tiruana untuk kepentingan penga­jaran, pendidikan, pembentukan akhlak, memperbaiki yang rusak, mendasari yang baik dan meluruskan yang bengkok? Jika tidak demikian, maka untuk apakah Kitab diturunkan dan para Rasul diutus? Untuk apa diletakkan peraturan dan undang- undang? Untuk apa hadirnya para pengajar dan pendidik? Bukan­kah mengadakan mereka tiruana itu memerlukan tenaga dan pikiran yang melelahkan, bahkan jikalau tanpa tujuan akan sia-sia? Bukankah kajian tentang adab itu saja sudah menjemukan jikalau tidak terdapat tujuan di balik itu tiruana?

Sesudah pertanyaan dan penentuan kecerdikan ini, sanggup kita simpulkan bahwa insan diciptakan dengan kesiapan untuk menjadi baik atau jahat. Jika umat insan berada pada pendidik­an dan lingkungan yang baik, maka ia akan tumbuh dalam ke­baikan yang tumbuh dari akidah yang tulus, budi pekerti yang utama, menyayangi keutamaan dan kebaikan. melaluiataubersamaini demikian, lahirlah seorang insan Mu'min yang utama dan mulia di dalam masyarakat.

Pikiran batil yang tersebut terlampau juga diperihal oleh pengalaman dan kenyataan;
  • Sudah menjadi kenyataan pada diri manusia, bahwa insan mana pun yang hidup usang dalam lingkungan sesat dan rusak, dan masyarakat sudah mencicipi kejahatan dan pengrusakannya, kemudian hadir ke seorang saleh yang menjadi kawan­nya, sebagai pendidik yang kuat dan membekas, sebagai juru dakwah yang tulus, yang memindahkan orang tersebut dari lumpur dosa dan nista ke taman kebahagiaan dari ling­kungan kejahatan ke alam kemuliaan dan kebaikan, maka sehabis ia hidup usang berkubang dosa, ia menjadi seorang muttaqin terkemuka.
Dan ini banyak terdapat dan terjadi di alam kehidupan kita kini yang penuh dengan gelombang cobaan, bergolak dengan dosa, kejahatan dan kemunkaran, yang tidak mengingkarinya kecuali orang yang takabur dan matanya tertutup!
  • Telah menjadi kenyataan pada dunia binatang, bahwa insan sudah bisa merubah watak binatang, yang tadinya buas menjadi jinak, yang tadinya sukar diatur dan diperintah men­jadi patuh dan tunduk, sehingga insan sanggup menimbulkan kuda menari, burung bercanda, dan hewan lainnya berperi­laku ibarat manusia. Jika ini yaitu kondisi naluri binatang, maka bagaimana pula dengan naluri insan yang sudah ditetap­kan oleh ilmu jiwa komparatif, bahwa naluri insan yaitu yang tergampang untuk ditundukkan dan sangat fleksibel alasannya macam ragamnya, sehingga sanggup dicampur, diluruskan dan diperbaiki.
Sudah menjadi kenyataan pada tumbuh-tumbuhan bahwa biji yang diletakkan petani dalam tanah yang rindang, dan memeli­haranya dengan menyirami dengan air dan memdiberinya pupuk, di samping menghindari serangan serangga dan ulat, menjaga pertumbuhannya, memetik duri dan meluruskan rantingnya maka biji tadi akan menhadirkan buah setiap musimnya dengan izin Tuhannya. Selanjutnya insan akan menikmati buahnya, menikmati kerindangannya dan memanfaatkan kebaikannya sepanjang zaman dan hari.

Jika biji tadi dibiarkan, tidak dirawat, tak pernah disiram dan disentuh sekalipun, maka biji tersebut tidak akan men­hadirkan hasil, bunga atau buah. Bahkan tak seberapa usang akan menjadi rerumputan kering yang kemudian dihempaskan oleh angin, dan musnah.

Demikian pula jiwa insan dan segala apa yang ada di dalamnya dari kecenderungan dan kesiapan, watak dan pem­bawaan, dikala terdidik dalam adab yang utama, disiram dengan air ilmu pengetahuan, dan disertai dengan amal saleh. Maka, jiwa tersebut akan tumbuh dalam kebaikan, semakin mendekati ke­sempurnaan. Pemilik jiwa tersebut akan menjadi "Malaikat" yang berjalan di kawasan umat manusia.

Jika dibiarkan, ia akan dihinggapi karat kebodohan ber­campur debu kejahatan, dan ditumpuki dengan budbahasa kebiasaan yang tercela. Maka, jiwa tersebut akan tumbuh dengan kejahatan dan kerusakan. Pemiliknya akan serupa dengan hewan liar yang berjalan di tengah umat manusia, dan ia menduga bahwa dirinya sebagai insan yang terhormat.

Kesimpulan dari apa yang sudah kita kemukakan adalah, bahwa dakwaan orang-orang yang menyampaikan bahwa watak insan baik atau jujur, mustahil dirubah atau diluruskan. Pada hakekatnya, dakwaan tersebut yaitu batil yang diperihal oleh syara', ditolak oleh logika, dan ditolak oleh kenyataan dan pengalaman, bahkan ditetapkan salah oleh lebih banyak didominasi hebat jiwa, pendidikan dan moral!
0 Komentar untuk "Bisakah Tabiat/Sifat Baik Atau Jelek Anak Dirubah?"

Back To Top