Al-Bukhari Dalam Kepingan Dosa Memutuskan Silaturahmi

Lihatlah bagaimana al-Bukhari menata bab-babnya. Sesudah berbicara wacana silaturahim, ia mengaitkan pecahan ini dengan pecahan dosa orang yang memutuskan silaturahim. Ini timbul dari pemahamannya dan keluasan ilmunya. Allah menegaskan dalam firman- Nya, "Demikianlah karunia Allah; didiberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya;..." (QS. Jumu'ah: 4)
Sesudah sebut sanadnya, al-Bukhari sebut bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth'im menyampaikan bahwa: Jubair bin Muth'im memdiberitahukan bahwa ia mendengar Nabi snw mengatakan, "Tidak akan masuk nirwana orang yang memutus­kan silaturahmi.[ Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 5847), Muslim (nomor 6472, 6473), Abu Daud (nomor 1697), at-Tirmidzi (nomor 1913).]"'
Al-Qur'an masuk ke dalam hati-hati manusia. Ini mukjizat Islamnya Jubair bin Muth'im ketika ia bersumpah tidak akan masuk Islam. Tetapi Al Qur'an mengalahkannya menyerupai yang di­katakan oleh seorang mwlassir, "Al Qur'an sanggup masuk ke rongga-rongga nafas, sehingga Anda tidak sanggup melepaskan diri darinya, kecuali Anda bersikap sombong kepadanya
Dengarkanlah bacaan Al-Qur'an di dalam shalat tarawih di Baitullah pada dikala imam membaca dan pikirkanlah dalam benak Anda: Apakah seorang insan sanggup menyampaikan menyerupai ini? Apa­kah para sastrawan, ilmuwan, dan pakar di dunia ini bisa mem­buat perkataan menyerupai ini? Tidak.
Muhammad bin Jubair bin al-Muith'im menyampaikan bahwa Jubair bin Muth'im memdiberitahukan kepadanya bahwa ia men­dengar Nabi saw bersabda, "Tidak masuk nirwana orang yang me­mutuskan." Ibn Hajar beropini bahwa yang dimaksud yakni yang memutuskan silaturahim. Manusia itu bertingkat-tingkat dalam hal memutuskan silaturahim. Ada yang memutuskannya sama sekali. Ini termasuk dosa terbesar dalam Islam. Ada pula yang memutuskan sebagian hak-haknya. Ini juga diharamkan. Derajat keharamannya tidak sama-beda sesuai dengan tingkat pemutusannya.
Orang-orang Quraisy selalu menjalin silaturahim di masa jahiliah. Ketika Rasulullah sedang membaca Al-Qur'an, 'Utbah hadir kemudian berkata, "Aku minta kepadamu demi Allah dan demi rahim." Allah SWT berfirman: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang sudah membuat engkau dari diri yang satu, dan darinya Allah membuat istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan pria dan wanita yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya engkau saling meminta satu sama lain, dan kekerabatan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi engkau." (QS. an-Nisa': 1)
Menurut penafsiran Ahlussunnah, ayat tersebut mempunyai dua pengertian:
Pengertian pertama: Maksud, "melaluiataubersamaini nama-Nya engkau saling meminta satu sama lain, dan kekerabatan silaturahim," yakni kalian saling meminta dengan nama Allah dan kalian saling me­minta di antara kalian dengan nama kekerabatan silaturahim, lantaran orang-orang Quraisy "suka mengatakan, "Kami minta dengan nama Allah dan dengan kekerabatan silaturahim biar engkau meninggal­kan ini."
Pengertian lain: Bertakwalah kalian kepada Allah, kemudian berhati-hatilah tidakboleh hingga memutuskan silaturahim, lantaran jikalau kalian kufur, kalian putuskan silaturahim kalian.
Beliau mengatakan, "Tidak masuk nirwana orang yang memutus­kan." Di dalam hadits shahih dikatakan, "Sesudah Allah membuat rahim, ia tergantung di arsy. Ia berkata, Wahai Tuhan, ini yakni kedudukan yang meminta pemberian kepada-Mu dari pemutus­an hubungan.' Allah bertanya, Tidaklah engkau rela saya sambung­kan orang yang menyambungkanmu dan saya putuskan orang yang memutuskanmu?' Ia menjawaban, "Ya.". Allah kemudian mengatakan, "Maka demikianlah untukmu.[ Diriwayatkan oleh al-Bukhari (nomor 4711, 5850, 7336) (nomor 6470).]"
Dasar dari hal itu yakni firman Allah SWT, "Maka apakah kiranya jikalau kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan kekerabatan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati oleh Allah dan ditulikan-Nya indera pendengaran mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (QS. Muhammad: 22-23)
Bagaimana dosa orang yang memutuskan silaturahim dalam Islam? Ia tidak masuk surga. Nabi saw bersabda, "Tidak masuk nirwana orang yang memutuskan." Para mahir ilmu berbicara wacana hadits ini. Mereka menyampaikan bahwa tidak masuk nirwana orang yang menganggap halal pemutusan hubungan. Menurut mereka, orang itu tidak masuk nirwana lantaran ia melaksanakan dosa besar. Bahkan, berdasarkan doktrin Ahlussunnah ia akan diazab. Pelaku dosa besar memang tergantung kehendak Allah. Ia mungkin diazab dan mungkin pula diampuni. Tetapi ia harus bertobat.
Kaum Khawarij beropini bahwa ia kafir dengan alasannya yakni dosa besar yang dilakukannya; ia keluar dari agama dan awet di dalam neraka. Sedangkan Mu'tazilah memandangnya kufur dan nanti di alam abadi berada di suatu kedudukan di antara dua kedudukan (di antara nirwana dan neraka). Tetapi Ahlussunnah memandangnya fasik dan nasibnya tergantung kehendak Allah; jikalau mau, Ia akan mengampuninya dan jikalau tidak Ia akan menyiksanya. Mungkin ia akan masuk neraka tetapi tidak awet di sana. Seorang penyusun nazham dari kalangan Ahlussunnah menyatakan:
Orang yang bermaksiat namun tetap dalam tauhidnya
Akan masuk neraka tetapi tidak awet di dalamnya
INI yang benar dalam problem ini, insya Allah. Jadi, orang yang bermaksiat itu mungkin akan masuk neraka, kemudian ia masuk nirwana sehabis disiksa dan dimembersihkankan lantaran ia masih me­miliki tauhid dan keimanan.
0 Komentar untuk "Al-Bukhari Dalam Kepingan Dosa Memutuskan Silaturahmi"

Back To Top