Kebenaran Wacana Al Wasilah Dan As Syafaat

Telah dikemukakan, bahwa "Al Wasilah" (jalan lantaran yang mendekatkan kepada yang lain) dan "Asy Syafaat" (meminta pemberian kepada Allah SWT. untuk orang lain) sudah disyariatkan (dituntunkan) dan dikuatkan dengan banyak sekali dalil dari Al Qur'an dan Sunnah serta Ijma (kesepakatan) ulama

Semua ini dengan tujuan.untuk mengembalikan Al Wasilah pada visi (tujuan) yang sebenarnya, hingga kaum muslimin sanggup memahami dan melaksanakan tanpa harus terjebak pada perbuatan syirik

Sedang "Syafaat" pada hakikatnya ialah sinonim dari "Al Wasilah" (jalan sebab), yakni untuk menuju ampunan Allah demi memperoleh rahmat-Nya. Allah SWT. mempersembahkan izin bagi siapa yang dari para hamba dan orang-orang hebat makrifat, bahkan Allah menganugerahi dengan "Syafaat" itu atas junjungan Nabi Muhammad saw. pada ketika ia menghadap ke hadirat-Nya SWT. dengan maqam yang terpuji di hari kiamat kelak. 

Hal tersebut tidak akan terlaksana, melainkan dengan izin Allah. sepertiyang firman-Nya : 

"Siapakah yang sanggup memdiberi syafaat di sisi Allah, kecuali dengan idzin-Nya." (Al Baqarah 255) 

Maksud dari "Al Wasilah" disini bukanlah kita memohon kepada Nabi saw. pada duduk masalah yang tiada berkesanggupan atasnya, melainkan spesialuntuk Allah SWT. Tiada yang sanggup menyekutui pada perbuatan Allah, seorang pun dari para mahluk-Nya. Seperti megampangkan rezeki, mengampuni dosa, menunaikan segala hajat (keperluan), memasukkan ke dalam nirwana atau menyelamatkan dari siksa api neraka. Justru memohon kepada selain Allah yakni berperihalan dengan agama Islam yang benar. Andaikan hal tersebut diniatkan oleh seorang Muslim, tentu saja ia sudah masuk ke pintu gerbang syirik. sepertiyang firman Allah SWT.:

"Katakanlah: Serulah mereka yang engkau anggap sebagai Tuhan selain Allah, tiadalah mereka mempunyai (kekuasaan) seberat zarrah di langit dan di bumi. Dan tiadalah mereka mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi. Dan sekali-kali tiada di antara mereka yang menjadi pemmenolong bagi-Nya. Dan tiadalah berkhasiat syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang sudah diidzinkan-Nya memperoleh syafaat itu." (Saba 22 -23) 

Allah SWT. sudah mengingatkan kaum musyrikin dengan menerangkan, bahwa tiada bagi Allah sekutu dalam kerajaan-Nya dan tiada pula pemmenolong-pemmenolong atau penolong. Sesungguhnya mereka yang memohon syafaat kepada selain Allah tidak akan terpenuhi, kecuali izin-Nya. Sedang syafaat sanggup diperkenankan bagi siapa yang sudah diridhai oleh-Nya. 

Bagi siapa yang Allah sudah memdiberi kepadanya petunjuk (berupa pemahaman terhadap aaama), maka tidak seorana pun sanggup menghalanginya. 

“Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali engkau meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan engkau dan tidakboleh pula sekali-kali engkau meninggalkan (penyembahan) wadd, dan tidakboleh pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr. Nuh : 23.

Wadd, suwwa', yaghuts, ya'uq dan Nasr yakni Nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh.

Istilah tersebut diatas berasal dari nama suatu kaum salihin pada zaman Nabi Nuh as. Ketika mereka wafat, penduduk sekitarnya mengawetkan mereka dengan diarcakan (dibuat patung). Kemudian hadir suatu kaum (dari keturunan mereka) yang tiada mengetahui maksud bapak-bapak mereka wacana hal itu dan menjadikannya sebagai berhala (Tuhan) untuk mendekatkan diri kepada Allah. 

Dalam sebuah hadis kudsi riwayat Abu Hurairah ra., bersama-sama Rasulullah saw. sudah bersabda: Allah SWT. berfirman : 

"Akulah (Allah) Yang Maha Kaya daripada orang-orang yang dipersekutukan itu. Maka barangsiapa yang mengamalkan suatu pekerjaan yang dipersekutukan padanya bersama-Ku selain Aku pasti Aku, tinggalkan ia bersama yang dipersekutukan itu." (HR. Muslim) 

Kemudian para teman bersahabat bertanya apakah Allah itu jauh atau dekat? Pertanyaan tersebut pribadi dijawaban oleh Allah SWT. dengan firman-Nya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu wacana Aku," maka jawabanlah; bahwasannya Aku bersahabat dan akan Aku kabulkan undangan orang yang meminta apabila ia berdoa kepada-Ku." (Al Baqarah 186) 

Dan pada riwayat Muslim dari Aisyah ra. juga dijelaskan, bahwa Rasulullah saw. Bersabda : 

"Wahai kaum Quraisy, belilah dirimu dari Allah. Aku tiada sanggup melepaskan engkau barang sedikit pun daripada (takdir) Allah. Wahai Bani Abdi Manaf, belilah dirimu dari Allah. Aku tiada sanggup melepaskan engkau barang sedikit pun daripada (takdir) Allah. Ya Abbas bin Abdil Muththalib, saya tidak sanggup melepaskan engkau barang sedikit pun daripada (takdir) Allah. Ya Fathimah binti Muhammad, mohonlah dari hartaku apa yang engkau inginkan, akan tetapi saya tiada sanggup melepaskan engkau barang sedikit pun daripada (takdir) Allah." 

Nabi saw. bermaksud mengambarkan perbedaan antara keimanan dan syirik, demi menjaga biar tidakboleh hingga mereka berlebih-lebihan di dalam mengagungkan beliau. Dan tiada keselamatan melainkan dengan ketakwaan, keimanan yang benar, amal salih serta kesempurnaan akan ikrar terhadap ke-Maha Tunggalan Allah SWT. 

Pada riwayat lain ia saw. bersabda : 

"Wahai kaum Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Karena sesungguhnya saya tiada mempunyai kemadharatan dan tiada pula kemanfaatan melainkan spesialuntuk disisi Allah." 

Riwayat Imam Ahmad dan At Tirmidzi serta Al Hakim dari Ibnu Abbas ra., ia berkata saw. bersabda: 

“Wahai Ibnu Abbas, sesungguhnya saya akan mengajarkan kepadamu kalimat-kalimat ini: Jagalah tiruana perintah dan larangan Allah, pasti engkau akan dijaga (dipelihara) oleh-Nya. Jagalah perintah Allah, pasti engkau selalu akan mendapati Dia di hadapanmu. Apabila engkau memohon, maka mohonlah kepada Allah. Jika engkau mohon pertolongan, maka mintalah pemberian kepada Allah. Dan ketahuilah, bahwa apabila suatu kaum sudah berhimpun untuk mempersembahkan kepadamu suatu manfaat, sekali-kali mereka takkan sanggup melainkan dengan sesuatu yang sudah dituliskan (ditentukan) Allah kepadamu. Dan andaikan mereka berhimpun untuk memdiberi madharat (kecelakaan dengan sesuatu), pasti sekali-kali mereka takkan sanggup melainkan dengan sesuatu yang sudah dituliskan (ditentukan) atasmu. Telah keringlah pena-pena dan sudah terangkatlah lembaran-lembaran buku." 

Rasulullah saw. hendak mengarahkan hati sanubari Ibnu Abbas kepada Allah dengan kepercayaan yang lingkaran kepada-Nya, diberiman akan qadha- Nya (Yang Maha Kuasa melaksanakan apa yang Dia maukan tiada dan yang bisa menahan apa yang sudah ditentukan-Nya). Juga tiada kekuasaan bagi siapapun atas perbuatan-Nya. 

Sampai di sini, sudah kasatmata terkena apa yang dikerjakan oleh sebagian orang awam. Mereka tiada mempunyai ilmu pengetahuan yang ialah potongan dari syariat (berkenaan dengan sentuhan mereka kepada kuburan para wali serta bertawaf mengelilingi dan berdoa kepadanya). Hal ini berperihalan dengan apa yang sudah tertera dalam kitab Allah dan apa yang diajarkan oleh Nabi saw. Semua itu tergolong dalam bid'ah-bid'ah yang tiada berkesesuaian dengan pemikiran Islam pada ushul maupun cabangnya. Sedang syafaat serta wasilah yang sanggup diterima oleh logika akal dan tidak berperihalan dengan kitab Allah serta sunnah Rasul-Nya ialah sesuatu yang lain (tidak sama). 

Sungguh belum pernah ada (dalam sejarah) para teman bersahabat Nabi yang melaksanakan hal tersebut, lantaran termasuk di dalam perlakuan orang-orang ,jahiliah terhadap siapa (apa) yang mereka agungkan dari selain Allah. 

Oleh lantaran itu, junjungan kita Nabi Muhammad saw. pernah berdoa:

 اَللّٰهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِيْ وَ ثَنًا يُعْبَدُ بَعْدِيْ 

"Ya Allah, tidakbolehlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhalang disembah setelah kematiaku." 

Di dalam Kitab As Sunan ditetapkan, bahwa Nabi saw. bersabda 

"Janganlah kalian menimbulkan kuburanku suatu perayaan dan bersalawatlah kalian atas diriku di mana saja berada, lantaran salawat tersebut akan hingga kepadaku." 

Para teman bersahabat apabila melewati kuburan Nabi saw. mereka mengucap­kan salam sejahtera atas beliau. Kemudian mereka menghadap kiblat dan berdoa apa saja yang mereka kehendaki. Demikianlah mereka yang dianugerahi oleh Allah nur (cahaya) pada mata hati dan sudah berlaku penziarahan mereka kepada para aulia (para wali) Allah SWT. berfirman : 

"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu yakni kepunyaan Allah, lantaran itu tidakbolehlah engkau menyeru sesuatu bersama Allah (di dalamnya)." (Al Jin 18) 

Barangsiapa yang berdalil dengan diperbolehkannya mencapai wasilah dan syafaat, akan tetapi disertai perbuatan-perbuatan (amalan) yang bisa mengantarkan ke pintu-pintu penyekutuan (terhadap Allah SWT), pasti mereka sudah terjebak dalam sifat berlebih-lebihan (menyalahi sunnah Nabi saw.). 

Adapun siapa saja yang mencalonkan diri demi untuk memerangi bid'ah dengan berlaku (bertindak) melebihi dari apa yang sudah digariskan dalam Al Qur'an dan Sunnah, pasti mereka sudah melampaui batas kebenaran. Juga ialah suatu penyimpangan yang sanggup memberikan mereka kepada mengkafirkan banyak orang dari kaum Muslimin, menghalalkan (pertumpahan) darah mereka, merendahkan kedudukan Nabi saw. Sekalipun diniatkan untuk membela sunnahnya dan pengamalan dari Kitab yang diturunkan atas dirinya. 

Persoalan yang bisa (biasa) dicerna oleh logika sehat dan tidak berperihalan dengan syariat Allah yakni tidakboleh sekali-kali menyekutukan Dia. Dan apa yang diniatkan terhadap perolehan wasilah dan syafaat dari Nabi saw ., baik pada masa hidupnya maupun setelah ia wafat (pada segmen kedua terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama) hal ini hendaklah tetap dijaga kesuciannya dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang. 

Para aulia Allah (sebagai media/masukana wasilah) juga hendaknya di membersihkankan dari penyamaan kedudukan mereka dengan Allah dan Rasul-Nya. sepertiyang firman Allah SWT.: 

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati." (Yunus 62) 

Dan firman Allah kepada Ahlu Al Bait (Sanak keluarga Nabi) : 

"Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu sesuatu apapun atas seruanku, kecuali kasih akung dalam kekeluargaan." (Asy Syura 23) 

Karena sesungguhnya tiada daya dan kekuatan melainkan dengan menolongan Allah SWT. sepertiyang firman-Nya : 

“Jika Allah menimpakan suatu kemadharatan kepadamu, maka tidak ada yang sanggup menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jikalau Dia menhadirkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (Al An'am 17)
0 Komentar untuk "Kebenaran Wacana Al Wasilah Dan As Syafaat"

Back To Top