Karamah Para Wali Allah

Karamah berasal dari kata Al Ikram, yakni dimuliakan, dihargai dan dibela. Adakalanya  Allah SWT., menganugerahkan kepada para Wali-Nya dengan sesuatu yang kasatmata melalui tangan-tangan mereka dari hal-hal yang diluar kebiasaan sebagai karunia dan kasih akung, bukan lantaran kelayakan atau timbal-balik.

Karamah bagi seorang wali yakni ialah suatu martabat yang kalau dibandingkan dengan mukjizat bagi Nabi. Dan tibanya itu dalam ketertiban yakni urutan yang diberikutnya (secara langsung). Maka mukjizat seorang Nabi selalu diiringi dengan tahaddi (melawan, menentang) yang sanggup menarikdanunik kepada keimanan dan kepercayaan bagi yang menyaksikannya. melaluiataubersamaini menyalahi etika kebiasaan, menyerupai Isra' Nabi besar Muhammad saw., terbelahnya maritim bagi Nabi Musa as. dan menghidupkan orang mati bagi Nabi Isa as.

Perbedaan antara mukjizat dan karamah dalam martabat adalah, bahwa mukjizat itu selalu diiringi dengan tahaddi (menentang dan melawan). Adapun  karamah terbebas daripadanya (tahaddi). Allah SWT. Memperlakukan karamah atas tangan seorang wali yang galib, tanpa ada suatu maksud dari seorang wali itu untuk melemahkan (mengalahkan) dan tiada pula untuk tahaddi (melawan, menentang). Karena, yang demikian itu yakni martabat para Rasul. Sedang karamah, apabila dimaksudkan oleh seseorang dengan menuntut atau mencita-citakannya, sanggup diperhitungkan atas dirinya sesuatu yang serba belum sempurnanya pada martabat-martabat kesempurnaan. Karena sesungguhnya segala sesuatu selain Allah tidak akan sanggup memperkaya manusia.

Karamah mapun mukjizat sama sekali tidak sanggup menyalahi peredaran tahun alam semesta ataupun peraturan-perahmm llahiyat yang berlaku. Akan tetapi, spesialuntuk menyalahi kebiasaan dan adat-istiadat yang sudah berlaku bagi Allah SWT, sangat banyak peraturan-peraturan yang tidak kasatmata (tidak kelihatan) dan sekali-kali belum juga hingga untuk mencapainya ilmu pengetahuan kita yang bersifat manusiawi.

Karena itulah Ibnu Atha'illah As mengatakan: "Kerasnya semangat usaha tidak sanggup menembus tirai takdir." Artinya, bahwa karamah tiada berperihalan dengan kejadian-kejadian yang timbul dari . takdir. Karena ada baginya takdir tersendiri yang lain. Sesungguhnya, tiruana apa yang terjadi dari afal melaui lorong etika (kebiasaan) atau dari jalan yang menyalahi yakni kembalinya kepada qadha dan takdir Allah SWT.   

Semangat (kemauan) seorang wali tidak akan menyalahi samasukannya dan lantaran itulah Rasulullah saw. bersabda :

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersumpah atas nama Allah (mohon sesuatu) dan akan dikabulkan sumpah mereka."

Artinya, bahwa bagi Allah, seorang yang menaruh perhatian terhadap sesuatu, pasti akan berhasil dengan izin-Nya. Dan Rasulullah saw. bersabda :

"Waspadalah kalian terhadap firasat (pandangan dengan ilmu firasat) seorang mukmin, lantaran sesungguhnya ia memandang dengan cahaya Allah."

Dan dalam hadfis kudsi ditetapkan, bahwa Allah SWT. berfirman :

"Hamba-Ku, Akulah yang sanggup menyampaikan kepada sesuatu, Jadilah engkau! Maka jadi (sesuatu itu). Untuk itu, taatilah Aku, pasti dengan kekuasaan-Ku Aku jadikan engkau "Rabbanian " (bersifat ketuhanan) dan engkau sanggup menyampaikan kepada sesuatu, jadilah maka jadi."

Dan firman-Nya yang lain (dalam hadis kudsi) :

“Maka apabila Aku sudah mencintainya, pasti Aku menjadi (pendengar) baginya, penglihatan serta pembela (penolong) nya. Dan apabila ia memohon kepada-Ku, pasti Kudiberi.”

Seorang wali akan berlaku santun di dalam menghadapi jalannya diam-diam takdir.

Untuk mengambarkan bahwa afal itu kepunyaan-Nya, maka Allah SWT.,berfirman:

“Dan mereka (ahli sihir) tidak memdiberi madharat dengan sihirnya ada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. "(Al Baqarah 102)

Dan firman-Nya :

“Sesungguhnya Kami membuat segala sesuatu berdasarkan iran."    (Al Qomar 49)

Firman-Nya :

“Dan engkau tidak sanggup menghendaki, kecuali apabila dikehendakilah Tuhan semesta Alam."    (At Takwir 29)

Dan sabda Nabi saw. :

“Segala sesuatu berlaku dengan qadha dan takdir, sekalipun kelemahan dan kekuatan, yakni kekuatan pengertian dan kelemahannya.”

Ibnu Atha'illah berkata: "Adakalanya didiberikan rizki berupa karamah terhadap siapa yang belum tepat istiqamahnya."

Karamah yang bersifat maknawiah yakni istiqamahnya seorang hamba bersama Allah dalam bentuk lahir maupun batin. Apabila ia miring (bengkok) ke sebelah, pasti ia diluruskan. Kemudian akan terungkaplah tirai hijab hati sanubarinya, sehingga ia sanggup mengenal maulanya Yang Maha Pengurus. Lalu ia didiberi menolongan demi menenangkan dirinya untuk sanggup mengkhilafi hawa nafsunya bersama kekuatan dan keyakinan hati, ketenangan jiwa serta ketentramannya dengan sumbangan Allah.

Pada sisi hebat hakikat, sebetulnya yang demikian itu ialah karamah yang amat penting dan paling tinggi martabatnya. Adapun karamah yang bersifat "Hissi" (panca indera), maka sekali-kali tiada dicita-citakan oleh orang-orang yang sudah mencapai maqam keteguhan dan tiadalah mereka akan menoleh kepadanya. Karena, adakalanya karamah tampak kasatmata atas tangan seorang yang belum tepat istiqamahnya.

Bahkan dengan kekuatan jiwa seperti, tukang sihir dan tukang tenung. Dan adakalanya atas tangan-tangan sebagian dari para pendeta. Bukanlah yang demikian itu ialah karamah pendeta. Bukanlah yang demikian itu ialah karamah yang sebenar-benarnya, melainkan budi bulus dalam kenyataan kekeramatan.

Karamah yang bersifat panca indera, apabila dikawani oleh istiqamah dan keimanan yang benar, maka akan sanggup menyaksikan atas kebenaran untuk Allah. Akan tetapi, bila tidak dikawani oleh istiqamah dan tidak pula kebenaran iman, maka itulah yang sanggup menyaksikan atas daya terhadap kawannya. sepertiyang Allah SWT. berfirman :

"Mereka membuat tipu daya, Allah membuat balas budi bulus mereka dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya." (Ali Imran 54). Abu Hasan Asy Syadzili berkata: "Karamah terbagi menjadi dua, yaitu karamah akidah dengan kelebihan keyakinan dan penyaksian dan karamah amal perbuatan, yakni meneladani serta mengikuti sunnah Nabi saw. serta menjauhi tipu-daya. Barangsiapa sanggup memperolehnya, kemudian ia mencita-citakan karamah hissiah (panca indera), maka ia sanggup dikatakan seorang hamba penyeleweng, pendusta atau memiliki kesalahan dalam ilmu pengetahuan, amal perbuatannya serta tidak mengetahui yang benar.

Seperti  seorang yang dikaruniai sanggup menyaksikan paduka raja, kemudian ia dikembalikan kepada memimpin hewan-hewan dan watak orang-orang yang menderita sakit. Kemudian ia (Abu Hasan) berkata:  Setiap karamah yang tidak dikawani oleh keridhaan Allah SWT. dan karunia-Nya dalam segala hal ihwal, maka ia termasuk seorang yang (tidak tahu diri) atau serba belum sempurnanya ataupun orang yang kaya.

Asy Syaikh Abbul Abas Al Marsy ra. berkata: "Bukanlah suatu tujuan utama bagi seorang yang tergulung untuknya bumi ini, tiba-tiba ia berada di kota Makkah atau di negeri-negeri lainnya. Akan tetapi, tujuan utama itu yakni bagi seorang yang tergulung untuknya sifat-sifat dirinya, maka ada di sisi Tuhannya, mendapat suatu kedudukan."

Ibnu Ajibah berkata: "Karamah yang sebenarnya yakni istiqamah atas agama dan tercapainya keyakinan dengan sempurna. Adapun hal-hal yang luar biasa, bersifat hissiah, yang terjadi pada seorang apabila diiringi oleh istiqamah secara lahir dan batin, maka sudah diwajibkan semoga kita menghormati kawannya. Karena yang demikian itu memdiberi penyaksian pada kesempurnaan yang ia berada di atasnya. Tetapi, kalau diikuti oleh istiqamah, maka hal itu tiada gunanya."

Karamah  hebat Allah bersifat batin, menyerupai ungkapan tirai hijab-hijab dan keunggulan akidah serta makrifat yang sanggup memberikan kepada penyaksian. Dan demikianlah pula akhir (siksa) kepada orang yang menyakiti serta melukai hati hebat Allah akan terealisasi secara batin, tiada diketahui oleh para wali menyerupai kerasnya hati orang yang berbuat jahat kepada mereka serta terjerumusnya ke dalam penindakan dosa dan kelalaian kepada Allah serta menjauhkan diri dari hadirat-Nya SWT. Itulah siksaan yang lebih besar daripada siksaan "Al His " (perasaan, panca indera).

Karamah yang terbesar yakni pemaham (pengertian) tentang Allah SWT. dan keridhaan mereka terhadap qadha. (ketentuan-Nya).

Seorang wali apabila memohon kepada Allah atau tidak memohon di dasari oleh tiga sebab, yaitu: Supaya ia bangun tegak untuk berinfak dikala menderita keletihan atau ditimpa kelelahan. Suatu pilihan bagi dirinya dari Allah SWT., apakah ia berhenti bersama karamah itu kemudian terhijab atau enggan daripadanya lantaran yang ada yakni tipu daya. Maka dengan demikian, ia sanggup didekatkan. Dan bertambahnya keyakinan sang wali ataupun untuk menambah keyakinan orang lain dengan perantaraannya supaya mendapat manfaat dari sang wali. Ringkasnya, yang dimaksudkan yakni bala (ujian) atau mendapat kesempurnaan.

Dikatakan kepada Sahal bin Abdullah ra., sebetulnya saya berwudhu, kemudian mendapat air yang jatuh dari antara kedua tanganku berupa potongan-potongan emas dan perak. Kemudian Sahal menjawabannya: Tiadalah anda mengetahui, sebetulnya seorang anak apablia ia menangis, hendaklah didiberikan kepada mereka mainan untuk menghibur mereka dengannya.

Sebagian ulama pada jalan Allah mengatakan: "Aku. tidak pernah melihat karamah menyerupai ini, melainkan terjadi melalui tangan-tangan orang kurang pintar atau orang-orang yang teraniaya dari orang-orang yang benar."

Telah berkata Ibnu Ajibah ra.: "Sesungguhnya karamah yang terbesar ialah makrifat dan istiqamah. Kemudian akan terangkatlah tirai hijab dan terbukalah pintu gerbang. Dan tiadalah karamah yang lebih besar dari yang demikian itu."

Telah dikatakan, bahwa tanda (alamat) seorang wali yakni semoga ia selama-lamanya memandang kepada dinnya dengan mata hati yang patah dan kepada Allah dengan rasa yang takut. Jangan hingga ia terpedaya dengan karamah yang kasatmata bagi dirinya. Janganlah ia mamandang kepadanya melainkan dengan mata hati yang serba takut. Karena sesungguhnya, hal itu mungkin ialah suatu cobaan atau istidraj (tipu daya).

Ibnu Faridh (ketika sudah kasatmata kepadanya sebagian dari karamah) berkata: Jika tingkat (maqam) diriku dalam kecintaan menyerupai apa yang sudah kulihat, maka saya sudah menyia-nyiakan hari-hariku. Beliau bermaksud dengan ucapan ini, bahwa segala sesuatu selain Allah yakni fitnah (cobaan) sekalipun tibanya dari pintu gerbang karamah

Kharraj berkata: ’Apabila Allah SWT. berkehendak untuk membela hamba-Nya, pasti Ia membuka padanya pintu gerbang dzikir-Nya. Namun, apabila sang hamba sudah mencakup beberapa aspek dzikir itu, pasti dibukakan padanya pintu pendekatan. Kemudian diangkatnya (naik)" yang menggembirakan.

Perasaan kagum akan kehambaan dan keagungan Allah tidak akan berpisah daripadanya, walaupun seorang wali berada di maqam harapan. Karena sesungguhnya, seorang wali itu senantiasa merasa takut dan berharap. Adakalanya mempakan ukuran bagi kemajuan untuk mengenal dan makrifat.
0 Komentar untuk "Karamah Para Wali Allah"

Back To Top