Pengertian Watak Dalam Kitab Shahih Al-Bukhari

melaluiataubersamaini ijin dari Allah, diberikut ini akan disampaikan beberapa hadits yang berkaitan dengan pengertian etika yang di ambil dari kitab Shahih al-Bukhari dengan judul Adabiyyat al-Bukhari.

Para ulama tidak sama pendapat tentang pengertian kata adab. Kata etika yang dikenal orang ialah berupa syair, kisah-kisah, dan yang serupa dengan itu. Tetapi etika berdasarkan para hebat fiqih dan hebat hadits mempunyai makna dan pengertian yang tidak sama. Mereka menyampaikan bahwa pengertian etika ialah memakai perkataan, perbuatan, dan hal ihwal yang bagus. Ada pula di antara mereka yang menyampaikan bahwa etika ialah meninggalkan sesuatu yang membawa ke­jelekan (aib). Di samping itu ada yang menyampaikan bahwa pengertian etika ialah menghiasi diri dengan hiasan orang-orang yang mempunyai keutamaan. Menurut pendapat lain, arti etika ialah tidak bermaksiat kepada Allah dan tidak merusak harga diri. Ada pula yang menyampaikan bahwa etika berarti takwa kepada Allah. Jadi, orang yang bertakwa kepada Allah ialah orang yang beradab.

Al-Bukhari sudah menyusun kitab tersendiri yang berjudul al- Adab al-Mufrad. Kitab ini tidak mengikuti kriteria (persyaratan) kitab Shahih-nya. Di dalam kitab al-Adab al-Mufrad terdapat hadits shahih, hasan, maupun dha'if. Sedangkan kitab Shahih al- Bukhari yang di dalamnya juga terdapat kitab (bab) al-Adab, tiruana haditsnya shahih berdasarkan persyaratan al-Bukhari. Untuk keshahihan suatu hadits, al-Bukhari membuat persyarat-persyaratan yang susah (ketat), sehingga hadits al-Bukhari ialah perkata­an yang paling shahih sehabis Kitabullah.

AL-BUKHARI MENGATAKAN, "[INI] KITAB ADAB." Yaitu, etika yang diambil dari Muhammad saw, bukan etika yang diambil dari al-Hathiah, Umru'ul Qais, Jarir, atau Farazdaq, alasannya apabila seorang yang beradab tidak mempunyai kepercayaan atau pesan maka ia tidak mempunyai manfaat dalam agama dan tidak pula di akhirat. Syair yang tak mempunyai pesan, kisah-kisah yang tak me­miliki pesan, dan drama yang tak mempunyai misi, di sisi Allah tidak mempunyai pengarah maupun manfaat.

Jadi, etika ini ialah etika Rasulullah yang sudah mengajar­kannya kepada kita. Dalam riwayat Ibn 'Asakir terdapat perkataan yang dinisbahkan kepada Nabi saw bahwa ia mengatakan:

أَدَّ بَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبىِ

Tuhanku sudah mendidikku dengan didikan yang sebaik-baik-nya. [Lihat Jami’ al-Ahadits wa al-Marasil (nomor 780 – 781) dan adh-Dha’ifah (nomor 72)]

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn 'Asakir dari Anas dan me­rupakan hadits dha'if, bukan hadits shahih. Kata Ibn Taimiyah, hadits ini maknanya shahih tetapi sanadnya dha'if. Ini termasuk kalimat yang terbagus sekalipun sanadnya dha'if, alasannya yang mendidik Muhammad saw memang Allah. Tetapi tidak benar bahwa hadits ini ialah perkataan beliau. Tidak setiap kalimat yang maknanya benar ialah perkataan Nabi saw.

Sebagian pemikir di masa belakangan beropini bahwa bila makna suatu hadits ialah shahih dan hasan maka hadits itu me­rupakan perkataan Nabi saw. Tetapi bila maknanya berperihalan dengan nalar meskipun sanadnya shahih maka hadits itu tertolak.

Ini pendapat yang salah. Kita diberinteraksi dengan perkataan ia dari segi sanad dan matan sekaligus. Al-Bukhari mengatakan, "[Ini] cuilan tentang al-birr dan ash-shilah. Allah SWT berfirman, "Dan Kami wajibkan insan [berbuat] kebaikan kepada dua orang ibu bapak." (QS. al-'Ankabut: 8)

Keistimewaan al-Bukhari ialah ia pertama-tama sebut cuilan dan pengertiannya, kemudian ia sebut ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkannya. Se­sudah itu ia sebutkan haditsnya. Ini cara yang terbaik.

Ibn Taimiyah menyampaikan dalam jilid kesepuluh dari kitabnya, "Setahuku di dunia ini tak ada kitab yang lebih berfaedah dan lebih bermanfaa dibandingkan kitab Shahih al-Bukhari." Sebuah syair meneguhkan pernyataan tersebut:

Seandainya mereka menyadari nilai Shahih al-Bukhari
Niscaya mereka tak akan menuliskannya kecuali dengan tinta emas.

Jadi, al-Bukhari memulainya dengan problem hak kedua orang bau tanah alasannya hak mereka berdua diiringi dengan hak Allah sebagai­mana yang dikatakan oleh Allah SWT, "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu; spesialuntuk kepada-Kulah kem­balimu." (QS. Luqman: 14)

Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dan sembahlah Allah dan tidakbolehlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat sepakat kepada dua orang ibu-bapak." (QS. an-Nisa': 36)
Tag : Ilmu Akhlak
0 Komentar untuk "Pengertian Watak Dalam Kitab Shahih Al-Bukhari"

Back To Top