Dalam Islam, menepati atau menunaikan janji baik itu hal besar maupun hal kecil dan kasus atau kesepakatan tersebut bukan hal yang berkaitan dengan maksiat, keburukan atau pengaduan ialah sebuah kasus yang sangat dituntut tanggungjawabannya bagi setiap muslim maupun muslimat. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam dalil firman Allah swt. Dalam Al-Qur’anul Karim yang berbunyi :
Firman Allah dalam al Quran:
Artinya : dan penuhilah janji; sebetulnya kesepakatan itu niscaya diminta pertanggungan jawabannya. (QS. Al-Isra’: 34)
Dari keterangan ayat di atas,menerangkan kepada kita sebagai hamba Allah yang bertaqwa proposal untuk menepati janji apabila berjanji dan hendaknya mereka yang sudah berjanji senantiasa menepati atau menunaikan janjinya tersebut pada dikala atau waktu dan tarikh yang mereka dijanjikan. Sehingga hendaknya kesepakatan itu ditepati dan ditunaikan pada waktu dan tarikh yang sudah disetujui, meskipun ada banyak sekali halangan namun tetap harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat.
Ketegasan dalam menepati kesepakatan , menjalankan amanah ialah ialah sebuah simbol kesempurnaan kepribadian muslim sejati, baik dan disenangi serta tanda adanya peningkatan sebuah prestasi. Namun seandainya ada sesuatu hal yang tidak sanggup dielakkan, maka sebaiknya kesepakatan tersebut dibatalkan atau dirubah tarikh dan waktunya sehingga pihak yang dijanjikan tidak menanti-nanti. Apabila kita tidak sanggup memastikan sesuatu hal atau kasus dengan niscaya maka hendaklah mengucapkan kata insya Allah
Kedudukan menepati kesepakatan pada syariat Islam
Setiap orang muslim yang sudah membuat sebuah janji, hukumnya ialah wajib untuk menunaikan atau menepati janjinya. Apabila terdapat sesuatu hal lain yang tidak sanggup dielakkan atau adanya uzur, maka kesepakatan yang dibentuk boleh ditangguhkan waktu dan tarikhnya atau dibatalkan sebagainya yang sudah dijelaskan di atas.
Orang yang tidak menepati kesepakatan ialah orang ialah salah satu ciri orang munafik, sebagaimana dalil hadits sabda Rasulullah Muhammad s.a.w. : Tanda orang munafik itu ada tiga kasus yaitu apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mungkin kesepakatan dan apabila didiberi amanat dia mengkhianati. (HR. Bukhari dan Muslim).
Seperti keterangan dalam ayat al-Quran dan dalil Hadits Nabi saw. bahwa kesepakatan itu memiliki kedudukan yang penting bagi orang muslim sebagai orang yang tidak munafik, dan bertanggung jawaban. Sehingga nilai dan harga diri dari orang muslim ialah terletak pada tanggung jawabannya dalam menetapi janji, maka hendaknya apabila berjanji penting bagi seorang muslim untuk mengingat-ingat kesepakatan yang sudah dia buat dan kemudian menunaikan atau menetapi janjinya sesuai dengan tarikh dan waktu yang sudah disahkan.
Dari sudut pandang sosial, apabila seseorang berjanji dan pada implementasinya sering tidak menepati janji, maka hal ini sanggup berdampak pada menurunnya hingga hilangnya kepercayaan orang lain terhadap diri seseorang. Sehingga sanggup dianggap sebagai orang yang munafik dan tidak bertanggung jawaban.
Nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. sangat berpegang teguh pada kesepakatan yang ia buat dan tidak meremehkannya bahkan ia hingga menunggu-nunggu dari pihak yang dijanjikan itu hadir untuk menemuinya. Berikut ini ialah sebuah cerita ihwal keteguhan ia yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Abi al Hamsa ra. berkata:
Aku sudah membuat sebuah perjanjian dengan Rasulullah saw. sebelum ia diangkat menjadi Rasul, dengan menjual sesuatu barang, setelah terdapat baki yang tidak sanggup diselesaikan ketika itu dan saya berjanji untuk hadir dan menyelesaikannya pada suatu tempat, maka saya lupa perjanjian yang sudah dibentuk bersama beliau. Lalu setelah tiga hari saya gres teringat. maka saya dating ke daerah tersebut. Tiba-tiba saya dapati Rasulullah saw. sudah ada di daerah itu, kemudian ia berkata : Wahai pemuda! Sesungguhnya engkau sudah menyusahkanku, saya sudah menunggumu dan berada di sini semenjak tiga hari yang lalu. (HR. Abu Daud)
Dari keterangan hadis tersebut menandakan bahwa Rasulullah sangat memegang teguh dan tidak meremehkan kesepakatan sehingga ia sanggup menunggu hingga tiga hari berturut-turut. Mengapa kasus menepati kesepakatan ini begitu penting bagi Rasulullah?
Dalam syariat Islam, kedudukan kesepakatan ialah suatu tanggungjawaban sebagai suatu amanah yang harus ditepati dan ditunaikan diantara dua orang yang sudah bersepakat dalam berjanji, setelah kesepakatan tersebut disetujui oleh kedua belah pihak, maka apabila keduanya mengingkari perjanjian yang sudah disetujui bersama berarti mereka sudah mengabaikan amanah. Sehingga kedudukan orang tersebut dalam islam ialah orang yang munafik sebagaimana yang sudah diterangkan dalam hadits Rasulullah di atas.
Begitu besar konsekuensi dan kedudukan dari kesepakatan dalam syariat islam dan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh lantaran itulah berhati-hatilah apabila membuat janji, maka harus mengingatnya dan menepati kesepakatan tersebut. Namun, apabila ragu dan tidak sanggup menunaikan atau menepati janji, maka tidakbolehlah sekali-kali membuat sebuah janji, lantaran setiap kesepakatan wajib untuk ditepati. Sebuah kesepakatan ialah berat, akan dimintai pertanggungjawabanan dan apabila tidak sanggup menepatinya akan disebut sebagai orang yang munafik
Firman Allah dalam al Quran:
وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسُۡٔولٗا
Artinya : dan penuhilah janji; sebetulnya kesepakatan itu niscaya diminta pertanggungan jawabannya. (QS. Al-Isra’: 34)
Dari keterangan ayat di atas,menerangkan kepada kita sebagai hamba Allah yang bertaqwa proposal untuk menepati janji apabila berjanji dan hendaknya mereka yang sudah berjanji senantiasa menepati atau menunaikan janjinya tersebut pada dikala atau waktu dan tarikh yang mereka dijanjikan. Sehingga hendaknya kesepakatan itu ditepati dan ditunaikan pada waktu dan tarikh yang sudah disetujui, meskipun ada banyak sekali halangan namun tetap harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat.
Ketegasan dalam menepati kesepakatan , menjalankan amanah ialah ialah sebuah simbol kesempurnaan kepribadian muslim sejati, baik dan disenangi serta tanda adanya peningkatan sebuah prestasi. Namun seandainya ada sesuatu hal yang tidak sanggup dielakkan, maka sebaiknya kesepakatan tersebut dibatalkan atau dirubah tarikh dan waktunya sehingga pihak yang dijanjikan tidak menanti-nanti. Apabila kita tidak sanggup memastikan sesuatu hal atau kasus dengan niscaya maka hendaklah mengucapkan kata insya Allah
Kedudukan menepati kesepakatan pada syariat Islam
Setiap orang muslim yang sudah membuat sebuah janji, hukumnya ialah wajib untuk menunaikan atau menepati janjinya. Apabila terdapat sesuatu hal lain yang tidak sanggup dielakkan atau adanya uzur, maka kesepakatan yang dibentuk boleh ditangguhkan waktu dan tarikhnya atau dibatalkan sebagainya yang sudah dijelaskan di atas.
Orang yang tidak menepati kesepakatan ialah orang ialah salah satu ciri orang munafik, sebagaimana dalil hadits sabda Rasulullah Muhammad s.a.w. : Tanda orang munafik itu ada tiga kasus yaitu apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mungkin kesepakatan dan apabila didiberi amanat dia mengkhianati. (HR. Bukhari dan Muslim).
Seperti keterangan dalam ayat al-Quran dan dalil Hadits Nabi saw. bahwa kesepakatan itu memiliki kedudukan yang penting bagi orang muslim sebagai orang yang tidak munafik, dan bertanggung jawaban. Sehingga nilai dan harga diri dari orang muslim ialah terletak pada tanggung jawabannya dalam menetapi janji, maka hendaknya apabila berjanji penting bagi seorang muslim untuk mengingat-ingat kesepakatan yang sudah dia buat dan kemudian menunaikan atau menetapi janjinya sesuai dengan tarikh dan waktu yang sudah disahkan.
Dari sudut pandang sosial, apabila seseorang berjanji dan pada implementasinya sering tidak menepati janji, maka hal ini sanggup berdampak pada menurunnya hingga hilangnya kepercayaan orang lain terhadap diri seseorang. Sehingga sanggup dianggap sebagai orang yang munafik dan tidak bertanggung jawaban.
Nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. sangat berpegang teguh pada kesepakatan yang ia buat dan tidak meremehkannya bahkan ia hingga menunggu-nunggu dari pihak yang dijanjikan itu hadir untuk menemuinya. Berikut ini ialah sebuah cerita ihwal keteguhan ia yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Abi al Hamsa ra. berkata:
Aku sudah membuat sebuah perjanjian dengan Rasulullah saw. sebelum ia diangkat menjadi Rasul, dengan menjual sesuatu barang, setelah terdapat baki yang tidak sanggup diselesaikan ketika itu dan saya berjanji untuk hadir dan menyelesaikannya pada suatu tempat, maka saya lupa perjanjian yang sudah dibentuk bersama beliau. Lalu setelah tiga hari saya gres teringat. maka saya dating ke daerah tersebut. Tiba-tiba saya dapati Rasulullah saw. sudah ada di daerah itu, kemudian ia berkata : Wahai pemuda! Sesungguhnya engkau sudah menyusahkanku, saya sudah menunggumu dan berada di sini semenjak tiga hari yang lalu. (HR. Abu Daud)
Dari keterangan hadis tersebut menandakan bahwa Rasulullah sangat memegang teguh dan tidak meremehkan kesepakatan sehingga ia sanggup menunggu hingga tiga hari berturut-turut. Mengapa kasus menepati kesepakatan ini begitu penting bagi Rasulullah?
Dalam syariat Islam, kedudukan kesepakatan ialah suatu tanggungjawaban sebagai suatu amanah yang harus ditepati dan ditunaikan diantara dua orang yang sudah bersepakat dalam berjanji, setelah kesepakatan tersebut disetujui oleh kedua belah pihak, maka apabila keduanya mengingkari perjanjian yang sudah disetujui bersama berarti mereka sudah mengabaikan amanah. Sehingga kedudukan orang tersebut dalam islam ialah orang yang munafik sebagaimana yang sudah diterangkan dalam hadits Rasulullah di atas.
Begitu besar konsekuensi dan kedudukan dari kesepakatan dalam syariat islam dan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh lantaran itulah berhati-hatilah apabila membuat janji, maka harus mengingatnya dan menepati kesepakatan tersebut. Namun, apabila ragu dan tidak sanggup menunaikan atau menepati janji, maka tidakbolehlah sekali-kali membuat sebuah janji, lantaran setiap kesepakatan wajib untuk ditepati. Sebuah kesepakatan ialah berat, akan dimintai pertanggungjawabanan dan apabila tidak sanggup menepatinya akan disebut sebagai orang yang munafik
0 Komentar untuk "Wajibnya Menepati Akad Dalam Islam"