اَلْغَافِلُ اِذَا اَصْبََحَ يَنْظُرُ مَاذَا يَفْْعَلُ ٬ وَالْعَاقِلُ يَنْظُرُ مَاذَا يَفْْعَلُ اﷲُبِهِ ٠
“Orang lupa, apabila pada waktu pagi, ia memandang apa yang akan kerjakan. Sedangkan orang yang berakal, ia melihat (memikirkan) apa yang akan diputuskan Allah bagi dirinya."
Pertama yang tersentak dalam hati dan pikiran seorang hamba pada pagi hari, sesuai dengan mizan Tauhid. Orang yang lalai, apabila pagi hari hadir ia menjadi resah mengatur dirinya, dan tidak tahu apa yang harus ia perbuat hari itu. Ia bertanya, “Apa yang akan saya kerjakan hari ini?” Adapun orang yang lalai, ia sibuk mengurus dirinya dengan keduniaannya, ia melalaikan akan Tuhannya. Padahal ia sendiri tahu gotong royong Allah jualah yang mengurus seluruh keperluan dunianya. Manusia itu sendiri tidak akan mengetahui ihwal hari ini dan hari esok bagi dirinya.
Sebaliknya, orang yang gerakan nuraninya tersinar dengan tauhid, ia tidak pernah lalai atas kekuasaan Allah, alasannya yakni akalnya sehat dan iman kokoh. Ia mendapatkan tiruana kejadian sesuai dengan kehendak Allah swt. Ia bisa mengendalikan perasaannya dengan logika dan cahaya tauhid yang bersinar dalam kalbunya, sehingga ia tidak berduka cita dan bersedih hati menghadapi kejadian yang menimpa dirinya. Ia rela mendapatkan Pemdiberian Allah bagaimanapun keadaannya. Adalah Umar bin Abdul Aziz, ia lebih suka menjalankan kiprah hidupnya apabila itu sudah menjadi ketentuan Allah swt untuk dirinya.
Penyerahan diri kepada Allah itu sangat penting bagi pemelihara iman dan kemurnian Tauhid kepada Allah. Di dikala apa pun dan di waktu kapan pun kemurnian iman hendaklah sanggup dipelihara. Hati insan yang simpel menerima rangsangan dan dampak dari luar suka mengalami goncangan. Oleh alasannya yakni itu kata andal makrifat, hati itu di waktu pagi atau petang hendaklah mengalah bulat-bulat kepada Allah. Agar Allah memandang insan dengan pandangan rahmat dan kasih akung-Nya. Kalian rida mendapatkan pemdiberian Allah, banyak atau sedikit, dan Allah kelak akan rida kepadamu. melaluiataubersamaini cara ini kita tidak akan resah dan bertanya-tanya ihwal hidup kita, pekerjaan kita, makan dan minum kita, pakaian dan daerah tinggal kita. Karena tiruananya sudah kita terima dari Allah. melaluiataubersamaini rida hati diterima dengan penuh syukur, dan menempatkan tiruana pemdiberian Allah itu sebagai anugerah yang berharga.
Manusia itu tidak menguasai dirinya sendiri, bukan pemilik dirinya sendiri, bukan pengatur dirinya sendiri, Allah jualah yang mengatur diri insan itu, menguasai dan mengarahkannya.
Rasulullah saw sendiri selalu memohon kepada Allah, supaya melindungi dirinya dari marabahaya dan ketidakmampuan menguasai dirinya.
اَللَّهُمَّ اِنِّى اَصْبَحْتُ لاَ اَمْلِكُ لِنَفْسِى ضَرًا وَلاَ نَفْعًا وَلاَ مَوْتًا وَلاَ حَيَاةً وَلاَ نُشُوْرًا وَلاَ اَسْتَطِيْعُ اَنْ اَخُذَا اِلاَّ مَا اَعْطَيْتَنِىْ وَلاَ اَتَّقِىَ اِلاَّ مَا وَقَيْتَنِىْ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْنِىْ لِمَا تُحِبُّهُ وَ تَرْضَاهُ مِنَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ فِى طََاعَتِكَ اِنَّكَ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ ٠
“Ya Allah, sesungguhnya saya berada di waktu pagi, saya tidak menguasai diriku, jika terjadi ancaman atau kebaikan, mati atau hidup. Demikian juga hidup setelah mati. Dan saya sendiri tidak bisa mendapatkan kecuali "menjaga apa yang Engkau jaga untukku. Ya Allah, menolonglah saya (agar sanggup mengerjakan apa yang Engkau sukai, dan Engkau ridai dalam perkataan dan perbuatanku), dalam melaksanakan taat kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau yakni Dzat yang mempunyai karunia yang besar."
Demikian juga menyerupai doa andal makrifat Abi Hasan Asy-Syadzily yang berserah diri kepada tiruana ketentuan Allah. Tentunya penyerahan yang penuh keyakinan atas menolongan Allah, setelah diberikhtiar dalam bentuk yang diizinkan oleh Allah swt.
اَللَّهُمَّ اِنَّ الأَمْرَ عِنْدَكَ وَهُوَ مَحْجُوْبٌ عَنِّىْ وَلاَ اَعْلَمُ اَمْرًا اَخْتَارُهُ لِنَفْسِىْ فَكُنْ اَنْتَ الْمُخْتَارُ لِى وَاحْمِلْنِىْ فِى اَجْمَلِ الأُمُوْرِعِنْدَكَ وَاحْمَدِهَا عَاقِبَةً فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ٠
“Ya Allah, sesungguhnya kasus itu ada dalam kekuasaan-Mu, tiruananya tertutup dari pengetahuanku. Sesungguhnya saya tidak mengetahui apa yang harus kupilih untuk diriku, maka pilihkanlah untukku, apa yang paling baik untukku, bimbinglah diriku untuk mendapatkan situasi yang baik, serta terpuji akhirnya dalam pandangan agama, pandangan dunia dan pandangan akhirat. Sungguh Engkau (Allah)yang Maha berkuasa atas segala sesuatu."
Hamba Allah yang saleh hendaklah bisa menempatkan dirinya. Oleh alasannya yakni hamba Allah, dalam tiruana gerakannya di dunia ini, tidak sanggup dipisahkan dari kehendak Allah swt. Allah swt yakni Perencana bagi alam semesta dan seluruh isinya.
Tag :
Ilmu Iman dan Taqwa
0 Komentar untuk "Orang Yang Lupa Dan Orang Berakal"