Fenomena mementingkan kepentingan suku ini sanggup kita lihat dalam majemuk lingkungan Islam. Mereka berjuang mencapai kemenangan demi bangsa dan kerabatnya sendiri [kepentingan kesukuan], tanpa memandang apakah mereka berada dalam kebenaran atau kebatilan.
Masalah ihwal mementingkan kepentingan individu kesukuan ini sudah dijelaskan oleh Rasulullah saw. kepada seseorang dikala bertanya kepada dia ihwal ashabiyah. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Wa'il bin Al-Asqa', ia berkata:
Aku berkata, "Ya Rasulullah, apakah 'ashabiyah itu?''' Beliau bersabda, "Kamu memmenolong bangsamu dalam kezhaliman".
Beliau juga mempermaklumkan tidak bertanggung balasan atas orang yang melaksanakan 'ashabiyah:
"Bukan dari golongan kami orang yang menyerukan kepada 'ashabiyah (fanatisme kesukuan), bukan dari golongan kami orang yang berperang demi 'ashabiyah, dan bukan dari golongan kami orang yang mati mempertahankan 'ashabiyah". (H.R. Abu Daud).
Beliau juga merubah pemahaman "Bela-lah saudaramu, baik ia berbuat zhalim, atau dizhalimi" dari jahiliyah kepada Islam, yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, bahwa dia bersabda kepada orang di sekitarnya pada suatu kali:
"Bela-lah saudaramu, baik ia berbuat zhalim (menganiaya) atau dizhalimi (dianiaya)". Maka orang-orang yang mendengar sabda dia itu terkejut, dan mereka lantas bertanya penuh keheranan, "Ya Rasulullah, ini kami bela ia dalam keadaan teraniaya, bagaimana pula kita (kami) membela orang yang menganiaya?" Beliau bersabda, "Kamu mencegahnya dari berbuat zhalim (aniaya), maka yang demikian itu ialah berarti engkau membelanya".
Maha agung apa yang dikatakan Al-Qur'an dalam menyatakan yang hak [haq-kebenaran], dan berpegang teguh pada keadilan, walaupun terhadap orang yang paling erat dan paling dicintai:
قُلْتُ يَارَسُوْلُ اﷲِ٬ مَاالْعَصَبِيَّةُ ؟ قَالَ ׃ أَنْ تُعِيْنَ قَوْمَكَ عَلَى الظُّلِمْ٠
Aku berkata, "Ya Rasulullah, apakah 'ashabiyah itu?''' Beliau bersabda, "Kamu memmenolong bangsamu dalam kezhaliman".
Beliau juga mempermaklumkan tidak bertanggung balasan atas orang yang melaksanakan 'ashabiyah:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ ٬ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ ٬وَلَيْسَ مِنَّامَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ٠
"Bukan dari golongan kami orang yang menyerukan kepada 'ashabiyah (fanatisme kesukuan), bukan dari golongan kami orang yang berperang demi 'ashabiyah, dan bukan dari golongan kami orang yang mati mempertahankan 'ashabiyah". (H.R. Abu Daud).
Beliau juga merubah pemahaman "Bela-lah saudaramu, baik ia berbuat zhalim, atau dizhalimi" dari jahiliyah kepada Islam, yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, bahwa dia bersabda kepada orang di sekitarnya pada suatu kali:
"Bela-lah saudaramu, baik ia berbuat zhalim (menganiaya) atau dizhalimi (dianiaya)". Maka orang-orang yang mendengar sabda dia itu terkejut, dan mereka lantas bertanya penuh keheranan, "Ya Rasulullah, ini kami bela ia dalam keadaan teraniaya, bagaimana pula kita (kami) membela orang yang menganiaya?" Beliau bersabda, "Kamu mencegahnya dari berbuat zhalim (aniaya), maka yang demikian itu ialah berarti engkau membelanya".
Maha agung apa yang dikatakan Al-Qur'an dalam menyatakan yang hak [haq-kebenaran], dan berpegang teguh pada keadilan, walaupun terhadap orang yang paling erat dan paling dicintai:
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرٗا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِهِمَاۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْۚ وَإِن تَلۡوُۥٓاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ١٣٥
Wahai orang-orang yang diberiman, jadilah engkau orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi alasannya ialah Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka tidakbolehlah engkau mengikuti hawa nafsu alasannya ialah ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jikalau engkau memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka bahwasanya Allah ialah Maha Mengetahui segala apa yang engkau kerjakan. (Q.S. An-Nisa’:135)
Tag :
Hukum Islam
0 Komentar untuk "Hadits: Larangan Mementingkan Kepentingan Suku"