Contoh Pembelajaran Dari Cerita Siti Hajar

Di bawah ini yakni kisah dari siti hajar yakni sebuah referensi metode dongeng yang ada dalam al Qur'an dan al hadits sebagai referensi pembelajaran dengan penyampaian kisah atau dongeng yang disajikan sehingga sanggup mempersembahkan kode dan nasehat yang sanggup besar lengan berkuasa besar pada perubahan budbahasa dan sikap yang menjadi samasukan pendidikan khususnya dalam fatwa islam.

Berikut ini yakni kisah ihwal siti hajar serta intisari atau maksud dari kisah ini dalam pembelajaran yang membekas pada final paragraf.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Datang Nabi Ibrahim bersama ibu Ismail (Siti Hajar), dan anak­nya, Ismail, yang sedang menyusu. Kemudian diletakkannya bayi Ismail di samping Baitullah, bersahabat sebuah pohon, di atas zamzam dari pelataran atas masjid. Pada waktu itu tak seorang pun tinggal di Makkah, tidak ada air. Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di sana, dan ditinggalkan untuk mereka berdua sebuah kantong meliputi kurma, dan sebuah daerah terbuat dari kulit meliputi air.
Kemudian kembali Nabi Ibrahim as. berkelana. Maka, Siti Hajar mengikutinya, dan bertanya, "Wahai Ibrahim, hendak pergi ke mana engkau? Dan engkau tinggalkan kami di lembah ini yang tidak terdapat insan dan tidak pula sesuatu" Siti Hajar berulang kali bertanya menyerupai itu, tetapi Nabi Ibrahim as. tidak juga menengok kepadanya. "Apakah Allah menyuruhmu untuk pergi?" tanya Siti Hajar."Ya", balasan Nabi Ibrahim.
"Maka, tentunya Allah tidak akan menyia-nyiakan kami", kata Siti Hajar.
Kemudian Siti Hajar kembali ke daerah diletakkannya tadi bersama Ismail oleh Nabi Ibrahim. Dan Nabi Ibrahim terus bertolak, hingga hingga ke Ats-Tsunayyah (sebuah daerah Mak­kah) yang jauh dari Baitullah. Kemudian ia menghadapkan mukanya ke arah Baitullah, dan mengangkat kedua tangan­nya, seraya mengucapkan doa:

Ya Tuhan kami, sesungguhnya saya sudah menempatkan se­bagian keturunanku di lembah yang tidak memiliki tanaman-tanaman di bersahabat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati Ya Tuhan kami (yang demikian itu) biar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian insan cenderung kepada mereka dan diberi rizkilah mereka dari buah-buahan, gampang-gampangan mereka bersyukur. (Q.S. 14:37)

Dan Ummu Ismail (Siti Hajar) terus menyusui Ismail, dan minum dari air persediaan, hingga habis. Dia dan anaknya ditimpa haus luar biasa, sehingga tak tega melihat anaknya menahan rasa haus. Karenanya, ia pergi untuk kemudian mendapat bukit Shafa, bukit terdekat dengannya. Ia berdiri di atasnya, meng­arahkan pandangannya ke lembah kalau-kalau ada orang yang sanggup menolongnya. Tetapi, ia tidak melihat siapa-siapa. Maka ia turun dari bukit Shafa, hingga ke lembah, ia mengangkat ujung bajunya. Kemudian, ia berlari-lari kecil, hingga melewati lembah, kemudian hingga ke bukit Marwah. Ia pun berdiri di atasnya, dan mengitarkan pandangannya kalau-kalau ia melihat seseorang.

Tetapi tak seorang pun yang ia lihat. Maka ia berlari-lari kecil antara dua bukit itu sebanyak tujuh kali.

Ibnu Abbas ra., berkata bergotong-royong Rasulullah saw. bersabda:

فَلِذَلِكَ سَعَى النَّاسُ بَيْنَهُمَا

Maka demikianlah alhasil menjadi sa'yi (ketika haji) orang-orang antara kedua bukit itu.

Ketika Siti Hajar mendekati bukit Marwah, ia mendengar suatu suara. Ia berkata kepada dirinya sendiri, "Diamlah". Ke­mudian ia mendengarkan bunyi itu, dan ia mendengarnya lagi. Ia berkata, "Engkau sudah memperdengarkan kepadaku, jikalau sanggup menolong tolonglah aku!".

Ternyata, sumber bunyi itu yakni Malaikat yang berdiri di daerah zamzam. Malaikat itu mengkais-kaiskan tumitnya (dan dikatakan pada riwayat lain 'akup'-nya), sehingga keluarlah air. Kemudian, Siti Hajar menghimpunnya dengan membuat bak kecil, dan membendungnya dengan tangannya. Kemudian ia menimba (menciduknya) dengan daerah air yang terbuat dari kulit. Air memancar setiap kali ia menciduknya. Ia pun minum dari air itu sehingga sanggup menyusui anaknya.

Ibnu Abbas ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda:

رَحِمَ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيْلَ لَوْتَرَكَتْ زَمْزَمَ لَكَانَ عَيْنًا مُعِيْنًا

"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Ummu Ismail (siti hajar). Seandainya ia biarkan zamzam (tidak dibendung airnya), tentu zamzam itu akan menjadi mata air (telaga) yang berlimpah air"

Para Malaikat berkata kepada Siti Hajar, "Janganlah engkau khawatir akan binasa. Karena sesungguhnya di sinilah sebuah ru­mah untuk Allah akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan keluarganya".

Baitullah terletak lebih tinggi dari tanah, menyerupai bukit kecil, yang jikalau banjir hadir, bab kanan kirinya saja yang terbawa hanyut.

Keadaan terus demikian, sehingga lewat ke daerah itu se­rombongan dari kabilah Jurhum yang hadir dari jalan Kaida (nama sebuah tempat). Maka mereka singgah untuk diberistirahat di bab bawah Makkah. Lalu mereka melihat burung-burung berkeliling membentuk bundar di udara. Kemudian mereka mengatakan, "Sesungguhnya burung-burung ini berputar-putar di atas air! Karenanya lembah ini dan air yang ada di dalamnya yakni daerah kehidupan kita!". Mereka pun mengutus utusan, yang kemudian hingga ke sumber air. Mereka kemudian kembali,* dan memdiberitahukan kepada pemimpinnya. Ketika mereka hadir lagi, mereka mendapat Ummu Ismail tengah berada di sumber air itu.

"Apakah engkau mengizinkan kami untuk singgah di tempat­mu?" tanya kabilah Jurhum.
"Ya", kata Siti Hajar, "Tetapi kalian tidak memiliki hak terhadap air ini".
"Tak apa" kata kabilah Jurhum.

Ibnu Abbas ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

فَأَلْفَى ذَلِكَ ﴿ وَجْدُ الْحَيِّ ﴾ أُمَّ إِسْمَا عِيْلَ وَهِيَ  تُحِبُّ الأُنْسَ

"melaluiataubersamaini adanya mereka itu, hati Ummu Ismail menjadi ter­hibur, yang selama ini ia (merasa) kesepian".

Maka kabilah Jurhum, bertempat tinggal bersahabat dengan sum­ber air itu. Ketika Ismail sudah dewasa, ia berguru bahasa Arab dari mereka, bahkan kecakapannya melebihi mereka, sehingga orang-orang mengaguminya. Akhirnya Ismail dikawinkan dengan salah seorang gadis dari kabilah Jurhum. Beberapa usang kemudian Ummu Ismail atau siti hajar meninggal dunia.

Sesudah Ismail berkeluarga, hadirlah Ibrahim, mencari keluar­ganya, dan ia tidak menemukan Ismail — Lantas bertanya kepada istrinya ihwal Ismail.

Sang menantu berkata, "Ia keluar untuk berburu buat kami makan". Lalu Ibrahim bertanya ihwal kehidupan dan keadaan mereka.

"Kami dalam keadaan buruk. Hidup kami sangat sengsara", kata sang menantu.

"Jika suamimu hadir, sampaikanlah kepadanya salamku, dan berkatalah kepadanya "agar gerbang pintu dirubah" (sindiran untuk thalaq). Ketika Ismail tiba, ia berkata, "Apakah sudah da­tang salah seorang kepadamu?".

Jawab sang istri, "Ya, sudah hadir kepada kami seorang tua, begini dan begini (menerangkan sifat-sifatnya), maka ia ber­tanya kepada kami ihwal engkau, dan saya katakan perihalmu. Ia pun bertanya kepadaku ihwal bagaimana hidup kita, maka kukabarkan bahwa kita dalam hidup sengsara".

"Apakah ia mewasiatkan sesuatu kepadamu?" tanya Ismail.
"Ya. Dia menyuruhku untuk memberikan salam untuk­mu, dan ia berkata "agar gerbang pintumu dirubah", sahut sang istri.

"Orang bau tanah itu yakni ayahku. Beliau sudah menyuruhku untuk menceraikanmu. Kembalilah engkau kepada keluargamu". Lalu Ismail menceraikan istrinya, dan berkeluarga lagi dengan seorang wanita lain dari mereka. Beberapa usang kemudian hadirlah Ibrahim kepada mereka, dan ia tidak mendapat Ismail bersama mereka. Lalu ia menemani istrinya, dan bertanya ihwal suaminya.

"Di mana Ismail? Dan bagaimana keadaan kalian?" tanya Ibrahim.
"Dia pergi berburu untuk kami. Dan kami dalam keadaan baik dan berkecukupan. Sudikah kiranya engkau singgah sehingga sanggup makan dan minum?" kata sang menantu.
"Apa makanan dan minuman kalian?" tanya Ibrahim.
"Makanan kami yakni daging, dan minuman kami yakni air" kata sang menantu.
"Ya Allah, berkatilah mereka, dalam makanan dan minuman­nya".
Maka Abu '1-Qasim (laqab Rasulullah saw) berkata, "Berkat doa Ibrahim".
"Jika suamimu hadir, ucapkanlah kepadanya salamku, dan suruhlah biar ia menetapkan gerbang pintunya".

Ismail hadir, seraya bertanya, "Apakah hadir kepadamu seseorang".

"Ya. Telah hadir kepada kami seorang bau tanah yang berpera­wakan manis (sang istri memuji mertuanya). Beliau bertanya ten­tangmu. Aku katakan bahwa saya dalam keadaan baik", ujar sang istri.
 "Apakah ia mewasiatkan sesuatu kepadamu?" tanya Ismail.
 "Ya. Beliau mengucapkan salam untukmu, dan menyuruh­mu biar menetapkan gerbang pintumu".
 "Orang bau tanah itu yakni ayahku, dan engkau yakni gerbang itu. Beliau menyuruhku biar tetap diberistrikan engkau" kata Ismail.

Beberapa usang kemudian, hadirlah Ibrahim. Waktu itu, Ismail sedang membuat (meluruskan) anak panah di bawah pohon bersahabat zamzam. Ketika Ismail melihat ayahnya hadir, ia berdiri, kemudian keduanya saling berpelukan.

"Wahai Ismail, sesungguhnya Allah sudah memerintahkan kepadaku suatu perkara" kata Ibrahim.
"Kerjakanlah apa yang sudah diperintahkan Tuhanmu", kata Ismail.
"Apakah engkau bersedia memmenolongku?" tanya Ibrahim.
"Ya. Aku akan memmenolongmu!" balasan Ismail.
"Sesungguhnya Allah sudah memerintahkan kepadaku untuk membangun sebuah rumah di sini". Seraya Ibrahim menunjuk sebuah tumpukan tanah, hingga sekitarnya.

Maka pada daerah itu ditegakkan fondasi Baitullah.

Lalu Ismail membawa batu-batu, dan Ibrahim membangun, sehingga bangunan meninggi. Ismail membawa sebuah kerikil (yang kemudian dikenal sebagai maqam Ibrahim) dan diletakkan di samping Ibrahim. Lalu Ibrahim berdiri pada kerikil itu, dan ia terus membangun. Ismail memdiberinya batu, dan keduanya berkata:

Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), se­sungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Menge­tahui. (Q.S. 2:127)

Dan seterusnya, kisah yang menuturkan ihwal mereka hingga selesai.

Karenanya, penasihat yang sadar, pendidik yang bijaksana, dan da'i yang berpengaruh, sanggup memberikan kisah dengan gaya bahasa dan struktur yang sesuai dengan daya tangkap orang-orang yang mendengarkannya. Seperti juga sanggup menyajikan dilema penting dari kisah yang sanggup diambil sebagai pelajaran, sehingga sanggup mempersembahkan bekas yang dalam dan efek yang kuat.

melaluiataubersamaini alasan tersebut, hendaklah para pendidik berusaha menggugah emosi dan perhatian anak-anak, saat menyampai­kan cerita. Sehingga, jikalau jiwa mereka sudah terbuka, hati mereka sudah terkuak, tuangkanlah tetesan sejuk dari pelajaran dan na­sihat. Sebagai dampak positifnya, mereka sanggup khusyu' mende­katkan diri kepada Tuhan Semesta Alam. Pada peluang ini, pendidik sanggup menerapkan kepada mereka fatwa Islam sebagai metode dan yurisprudensi, berakhlak dengan prinsip-prinsip Islam, sebagai sumber peraturan tingkah laris dan Mu'amalah.

Dan demikianlah pendidik yang sabar sanggup menonjolkan keagungan kisah dengan gaya bahasa yang menarikdanunik dan meng­ungkapkan segi-segi pelajarannya, sehingga sanggup meninggalkan bekas pada jiwa, dan mengalihkan pendengar pada suasana suci, suasana ruhani dan kekhusyuan.
0 Komentar untuk "Contoh Pembelajaran Dari Cerita Siti Hajar"

Back To Top