Ada perbedaan antara wajib dan rukun dalam ibadat haji. Wajib dan rukun, kedua-duanya sama-sama wajib dikerjakan. Bedanya, wajib haji bila ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, tetapi wajib membayar dam, sebagaimana yang akan kita pelajari nanti. Sedang rukun haji, bila ditinggalkan maka hajinya tidak sah, tetapi tidak wajib membayar dam. Adapun wajib-wajib haji, ringkasnya yaitu sebagai diberikut:
Pertama: Memulai ihram dari Miqat.
Orang yang melaksanakan haji, apabila hendak memulai ibadatnya ini, dia wajib diberihram di miqat, baik miqat zamani maupun makani. Dan Anda sudah tahu yang dimaksud masing-masing, baik untuk haji maupun umrah. Jadi, apabila ia melewati miqat makani umpamanya, sedang dia belum diberihram, hingga dia melampauinya masuk ke dalam wilayah Tanah Haram, maka berarti dia sudah meninggalkan salah satu wajib haji.
Adapun bila dia sudah diberihram sebelum hingga ke miqat tersebut, maka tidak mengapa. Sedang dalil masing-masing miqat makani dan zamani, sudah Anda ketahui ketika kita membicarakan wacana miqat-miqat.
Kedua: Bermalam di Muzdalifah.
Apabila wuquf sudah usai dan orang yang berhaji sudah bertolak dari 'Arafah sehabis terbenamnya matahari, dan hingga di Muzdalifah -suatu kawasan antara 'Arafah dan Mina maka ia wajib bermalam di sana, dengan cara tetap tinggal di sana hingga lewat tengah malam. Artinya, dia tidak wajib bermalam di sana hingga fajar. Adapun dasarnya yaitu alasannya yaitu mengikuti jejak Rasulullah SAW sebagaimana ditetapkan dalam sebuah hadits yang panjang riwayat Jabir RA, wacana cara haji ia SAW.
Ketiga: Melontar jumrah (tugu)
Apabila orang yang berhaji sudah bertolak dari 'Arafah kemudian bermalam di Muzdalifah, maka ia wajib meneruskan perjalanannya menuju Jumrah 'Aqabah, yang terletak di perbatasan Mina menuju ke Mekah, kemudian melontar jumrah tersebut tujuh kali dengan batu-batu kecil, setiap kerikil harus masuk ke kawasan yang sudah dibatasi dengan tembok.
Adapun waktu pelontaran dimulai semenjak tengah malam 'Idul Adhha smapai dengan terbenamnya matahari pada hari 'Id itu juga, yang disebut pula Hari Nahar (hari penyembelihan kurban). Alasannnya ialah sebuah hadits yang panjang riwayat Muslim dari Jabir wacana cara haji Rasulullah SAW, di mana ditetapkan:
ثُمَّ سَلَكَ الطَّرِيْقَ الْوُسْطَى الَّتِىْ تَخْرُجُ عَلَى الْجُمْرَةِ الْكُبْرَى ، حَتَّى اَتَى الْجَمْرَةَ الَّتِىْ عِنْدَ الشَّجَرَةِ ، فَرَمَاهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ ، يُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ مِنْهَا، كُلُّ حَصَاةٍ مِثْلُ حَصَى الْخَذَفِ٠
Artinya: "Kemudian Nabi menempuh jalan tengah yang menuju ke jumrah terbesar, sehingga ia hingga ke jumrah itu yang ada di sini pohon kemudian ia melontarnya dengan tujuh butir kerikil kecil-kecil, sambil bertakbir ketika melontar tiap-tiap sebutir. Tiap-tiap butir kerikil itu (besarnya) ibarat batupelanting."
Sesudah itu, selama Hari-hari Tasyriq, yakni tiga hari sehabis 'Idul Adhha, setiap hari wajib melontar tujuh kerikil pula kepada masing-masing jumrah pertama, yaitu yang terdekat dengan Masjid Khaif, kemudian jumrah tengah, kemudian jumrah 'Aqabah, secara berurutan. Adapun kawasan jumrah-jumrah itu sudah dimaklumi orang di Mina. Dan waktu pelontarannya dimulai semenjak tergelincirnya matahari dari tengah langit hingga dengan terbenamnya di sore hari. Akan tetapi, apabila tidak sempat melontar pada dikala itu, maka pelontaran boleh dilakukan sehabis terbenam matahari. Dan boleh pula menangguhkannya hingga hari kedua, tanpa membayar fidyah.
Catatan: Kewajiban melontar ketiga jumrah tersebut di atas pada Hari Tasyriq yang ketiga gugur, apabila orang yang berhaji itu sudah keluar dari Mina menuju Mekah sebelum terbenamnya matahari pada Hari Tasyriq yang kedua. Hal itu ialah rukhshah bagi orang yang tergesa-gesa ke Mekah, sebagaimana diputuskan dalam nash Kitab Allah 'Azza Wa Jalla, yakni firman-Nya:
Artinya: "Barangsiapa ingin segera berangkat (dari Mina) sehabis dua hari, maka tidak ada dosa baginya. " (Q.S. al-Baqarah 2:203)
Tetapi, apabila matahari terbenam sebelum orang itu keluar dari Mina pada hari kedua itu, maka dia wajib bermalam satu malam lagi di sana, dan siangnya, yakni pada hari ketiga wajib melontar jumrah- jumrah itu sekali lagi.
Keempat: Bermalam di Mina selama dua malam Tasyriq.
Orang yang berhaji tidaklah cukup spesialuntuk dengan melontar ketiga jumrah pada hari-hari Tasyriq kemudian berangkat ke Mekah untuk bermalam di sana, tidak. Tetapi dia wajib pula bermalam di Mina dua malam lamanya selama hari-hari Tasyriq itu, yaitu malam pertama dan kedua, sempai dengan lewatnya sebagian besar malam.
Adapun pada malam ketiga, Allah sudah memdiberi rukhshah untuk tidak bermalam di Mina, dengan syarat tidakboleh hingga matahari terbenam di hari ketiga itu sedang dia masih berada di Mina. Kalau hal itu terjadi, maka dia wajib bermalam di Mina satu malam lagi, dan melontar jumrah-jumrah siang harinya, sebagaimana sudah kami terangkan di atas. Adapun dalil itu tiruana yaitu praktek yang dilakukan Rasulullah SAW, sebagaimana yang sudah diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya dari Jabir, dalam sebuah hadits yang panjang terkena cara haji ia SAW.
Kelima: Thawaf Wada'
Apabila seluruh manasik haji sudah diselesaikan dan tiruana amalan- amalannya sudah berakhir, kemudian hendak meninggalkan Mekah, maka wajib melaksanakan Thawaf Wada' di sekeliling Ka'bah, sebagai kata perpisahan. Demikian berdasarkan pendapat yang benar, alasannya yaitu berdasarkan riwayat al-Bukhari dari Anas RA, bahwa Nabi SAW sehabis menuntaskan tiruana amalan-amalan haji, maka ia melaksanakan Thawaf Wada'. Tetapi kewajiban thawaf ini gugur dari perempuan yang sedang haid di waktu itu.
Apabila Thawaf Wada' sudah dilakukan, maka sehabis itu dihentikan lagi tinggal di Mekah, tetapi segera keluar. Dan bila masih juga tinggal di sana tanpa adanya suatu hajat, atau alasannya yaitu suatu hajat yang tidak ada kaitannya dengan perjalanan, ibarat menjenguk orang sakit atau membeli suatu barang, maka Thawaf Wada' wajib diulangi.
Lima hal tersebut di atas yaitu wajib-wajib haji, yang bila di-tinggalkan tanpa udzur maka berdosa. Namun demikian tidak termasuk bagian-bagian pokok dari ibadat haji. Maka dari itu, bila salah satunya ditinggalkan tidak membatalkan haji, tetapi sanggup digantikan dengan membayar dam, sebagaimana yang akan kami terangkan nanti, Insya'allahu Ta'ala.
Tag :
Ilmu Haji
0 Komentar untuk "Pekerjaan Wajib-Wajib Haji"