Wanita yang dimahrami, dia wajib membayar upah kepada mahramnya itu, kalau dia tak mau berangkat dengannya kecuali bila didiberi upah, yakni bila bisa membayar upah. Tetapi kalau tidak mampu, maka dia tidak lagi tergolong orang yang bisa menunaikan haji, dan dengan demikian dia tidak wajib melakukannya.
Penuntun orang buta sama hukumnya dengan mahram bagi wanita. Artinya, kalau orang buta itu tidak mendapat seorang penuntun kecuali bila diupah, maka upah itu pun wajib dia bayar.
Orang yang tidak bisa melaksanakan haji sendiri yaitu orang yang lumpuh berkewajiban mengupah orang lain yang bersedia menghajikannya dengan upah yang sepadan. Tetapi kalau yang ada spesialuntuk orang yang bersedia menghajikannya dengan upah yang melebihi upah sepadan, maka haji pun tidak wajib lagi.
Apabila seorang ayah didiberi uang oleh anaknya atau orang lain untuk dia bayarkan sebagai upah bagi orang yang akan menghajikannya, maka dia tidak wajib mendapatkan uang itu. Adapun kalau ada orang yang dengan suku rela bersedia menghajikannya, maka dia wajib menerimanya dan mengizinkan.
Apabila orang-orang yang melaksanakan haji berwuquf pada tanggal 10, bukan tanggal 9 alasannya yakni keliru, maka wuquf mereka sah, dan mereka tidak wajib qadha', alasannya yakni Nabi SAW pernah bersabda:
يَوْمُ عَرَفةَ اَلْيَوْمُ اَلَّذِى يَعْرِفُ فِيهِ الٔنَّا سُ٬
Artinya: “Hari ‘Arafat ialah hari yang dikenal tiruana orang. "
Wanita haid boleh meninggalkan Mekah tanpa harus melaksanakan Thawaf Wada' terlebih lampau, alasannya yakni berdasarkan sebuah riwayat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas:
اَمْرُ الْنَاسَ َنْيَكُوْنَ اخِرُعَهْدِهِمْ بِا لْبَيتِ٬ اِلاَّاَنّهُ قَدْخَففَ عَنِلْمَرْاَةِالحَاءِضِِ٠
Artinya: "Nabi sudah menyuruh orang-orang, agar waktu mereka yang terakhir (digunakan untuk berthawaf) di sekeliling Ka'bah, spesialuntuk saja dia benar-benar sudah memdiberi keentengan kepada perempuan haid."
Di samping tidak boleh berburu, orang yang berhaji juga diharamkan memotong tumbuhan di Tanah Hram, sekalipun tumbuhan yang tidak sengaja ditanam. Dan atas perbuatan itu diwajibkan membayar fidyah (denda): untuk pohon yang besar sebuntut unta, dan untuk pohon yang kecil sebuntut kambing, sedang untuk tumbuhan lainnya dibayar harganya.
Binatang buruan di Madinah juga haram dibunuh, ibarat halnya di Tanah Haram (Mekah), spesialuntuk saja tidak wajib diganti.
Apabila anak kecil melaksanakan haji, maka sah hajinya, tetapi bukan berarti sudah menunaikan haji sebagai rukun Islam. Jadi, kalau sudah bakir balig cukup akal nanti, dia masih berkewajiban melaksanakan haji lagi memenuhi rukun Islamnya, mabadunga dia sudah memenuhi syarat-syarat kemampuan.
Tag :
Ilmu Haji
0 Komentar untuk "Beberapa Aturan Wacana Haji"